Konten dari Pengguna

Konten Child Grooming di Media Sosial Tiktok Dampak Perkembangan Media Digital

HAURA AZZAH SALSABILA
Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran
9 November 2024 15:31 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari HAURA AZZAH SALSABILA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Design by Haura Salsabila/Canva
zoom-in-whitePerbesar
Design by Haura Salsabila/Canva
ADVERTISEMENT
Hadirnya media digital merupakan wujud dari perkembangan teknologi. Perkembangannya yang begitu pesat, tentu memiliki dampak terhadap kehidupan manusia. Salah satu dampak yang paling terasa adalah saat berkomunikasi. Saat ini manusia memiliki banyak pilihan media untuk berkomunikasi, tidak lagi hanya melalui media SMS (short message service) atau telepon saja, tetapi dapat melalui media sosial. Selain komunikasi, media sosial juga merupakan sarana ekspresivitas dan hiburan yang sangat praktis. Melalui media sosial, setiap individu dapat berekspresi dan menunjukan kreativitasnya kepada publik.
ADVERTISEMENT
Kreativitas tersebut dapat berupa gambar atau yang saat ini sedang digandrungi oleh banyak orang adalah video berdurasi pendek atau short video. Beberapa platform yang memiliki fitur short adalah Instagram, Youtube dan Tiktok. Berdasarkan laporan We Are Social pada bulan Januari 2024, pengguna internet di Indonesia mencapai angka 66,5% dari total populasi, yaitu sebesar 185,3 juta pengguna. Sementara itu, pengguna media sosial mencapai 139 juta pengguna dengan presentasi 49,9% dari total populasi. Angka yang cukup tinggi bagi suatu negara dengan hampir separuh populasinya merupakan pengguna aktif media sosial.
Disamping dampak positifnya, tentu saja media sosial memiliki dampak negatif. Dampak negatif yang dapat timbul dari kemudahan mengakses internet salah satunya adalah kejahatan di internet atau dapat disebut cyber crime. Cyber crime dapat hadir dengan berbagai modus operandi dengan menggunakan teknologi sebagai alatnya. Definisi dari cyber crime sendiri, yaitu seluruh tindakan ilegal yang dilakukan dengan maksud mendapatkan keuntungan dari hasil merugikan orang lain melalui jaringan komputer dan internet (Hardianti, F., Kumorotomo , W., & Setianto, W. A. (2023)).
ADVERTISEMENT

Kelompok Rentan Terhadap Cyber Crime

Cyber crime hadir dengan berbagai bentuk, diantaranya pencurian data, hacking dan cracking, cybersquatting, menyebarkan konten illegal, malware, cyber espionage dan cyber sexual harassment (Syafnidawaty, 2020). Tindak kejahatan tersebut dapat tertuju kepada siapapun tanpa terkecuali. Menurut laporan riset SAFEnet yang berjudul “Sudan Rentan, Kurang Waspada Pula” yang dilakukan pada 11 November 2022, didapati adanya kelompok rentan dan berisiko tinggi terkena kejahatan cyber seperti jurnalis, aktivis lingkungan, komunitas LGBTQ, perempuan dan anak-anak, serta aktivisi demokrasi dan hak asasi manusia. Kelompok tersebut dikatakan rentan karena mengancu pada kelompok yang cenderung aktif dalam menggunakan teknologi digital, ataupun bekerja di lingkungan dengan isu-isu sensitif, dan minoritas gender ataupun keyakinan.
Perempuan dan anak-anak merupakan kelompok yang paling sering menjadi korban dari kejahatan cyber sexual harassment. Cyber sexual harassment merupakan tindakan pelecehan seksual yang terjadi di internet. Di era serba digital ini, tindakan sexual harassment, prostitusi dan pornografi merupakan cara paling mudah bagi pelaku kejahatan untuk bertemu korban mereka, yaitu perempuan dan anak—anak. Selain sexual harassment, bentuk lain dari kejahatan siber yang dapat dilakukan kepada anak—anak adalah child cyber grooming. Child cyber grooming merupakan tindakan yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak di bawah umur dengan tujuan untuk mendapatkan data intim dan pribadi dari koraban atau anak-anak (Sacharissa, 2023). Data-data tersebut merupakan data yang bersifat seksual, seperti video, foto hingga percakapan seksual yang dilakukan untuk mengancam dan memeras materi yang tidak seharusnya dikonsumsi oleh anak di bawah umur (Holivia, A., & Suratman, T. (2021).).
ADVERTISEMENT

Dampak dari Child Grooming

Saat ini child cyber grooming dapat ditemukan di platform media sosial, seperti Tiktok. Tiktok merupakan platform media sosial yang menyajikan berbagai fitur menarik, video pendek, live, dan chatting. Pelaku child cyber grooming dapat melancarkan tindakannya melalui fitur-fitur tersebut dengan mengambil peran sebagai teman, mentor atau pacar virtual anak-anak dengan memanfaatkan ketidkadewasaan emosionalnya. Dampak yang akan dialami oleh anak-anak korban child grooming (Noviana, 2015), antara lain:
1. Rasa pengkhianatan. Anak-anak dengan sisi emosionalnya yang masih belum stabil tentunya dapat menaruh kepercayaan lebih mudah dibandingkan orang dewasa. Kepercayaan merupakan hal utama yang akan dimainkan oleh para pelaku.
2. Trauma seksual. Anak-anak yang mengalamin child grooming, cenderung akan menolak ajakan hubungan seksual.
ADVERTISEMENT
3. Merasa tidak berdaya. Timbulnya rasa cemas hingga fobia yang dialami, menyebabkan korban merasa lemah.
4. Stigmatization. Anak korban child grooming akan merasa bersalah, marah dan malu kepada tubuhnya dikarenakan pelechan seksual yang didapatkannya. Hal tersebut disebabkan oleh stigma yang hadir dari lingkungan sekitarnya, hingga mendorong Ia untuk berpikiran seperti itu.
Sementara itu, konten-konten child grooming di media sosial Tiktok semakin marak bermunculan. Hal tersebut menunjukan seolah-olah child grooming merupakan suatu yang normal atau biasa saja. Hal ini diperkuat dengan beberapa komentar yang menormalisasikan tindakan pedofilia tersebut. Konten-konten tersebut tidak sepantasnya muncul di media sosial yang dapat diakses oleh siapapun, bahkan anak-anak. Karena, hal tersebut dapat menciptakan pemikiran bahwa child grooming atau tindakan pedofilia bukanlah hal yang berbahaya.
ADVERTISEMENT

Langkah Preventif dalam Mencegah Child Grooming Pada Anak

Disinilah dibutuhkan peran orang tua dan keluarga yang sangat penting untuk melindungi anak-anak dari tindakan tersebut. Orang tua dan keluarga merupakan pihak terdekat anak-anak dan semestinya para orang tua mengetahui batasan-batasan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh anaknya. Di era yang serba digital ini, segala aktivitas dilakukan melalui internet, termasuk pembelajaran. Oleh karena itu, dibutuhhkan pengawasan ekstra dan pengenalan bertahap kepada teknologi. Selain pengawasan orang tua, langkah pencegahan lainnya adalah edukasi kepada anak-anak, baik itu edukasi mengenai penggunaan teknologi informasi dan edukasi seks hingga menanamkan perilaku asertif.
Perilaku asertif merupakan kemampuan dalam mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, maupun dipikirkan kepada orang lain, dengan tetap menjaga serta tidak melanggar hak-hak maupun mengabaikan perasaan orang lain. Dalam praktinya, seseorang yang memiliki perilaku asertif dapat menolak hal-hal yang tidak ia inginkan, dapat mengkomunikasikannya dengan baik, tidak agresif, tidak menyakiti orang lain tidak memendam perasaan, serta dapat menyampaikan pendapatnya dengan baik.
ADVERTISEMENT

Kebijakan Hukum Terhadap Child Cyber Grooming

Child Cyber Grooming telah dicatat dalam kebijakan hukum di Indonesia yang menyatakan bahwa anak-anak merupakan subjek hukum dalam keberlangsungan hukum publik. Keberadaan anak merupakan seseorang yang harus dilindungi atas hak-haknya, termasuk hak keamanan, keselamatan serta hak untuk tumbuh dan berkembang. Dalam hukum pidana, anak merupakan salah satu subjek hukum yang mendapatkan perhatian khusus dengan diciptakannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Selain daripada itu, tindakan child grooming bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Holivia , A., & Suratman , T. (2021)).
Anak-anak merupakan generasi penerus bangsa ini, dimana keberadaannya sangat istimewa dan berarti. Oleh karena itu, di usianya yang masih dini dimana seharusnya ia masih bisa belajar dan bersenang-senang tanpa beban kehidupan. Sebagai orang dewasa, seharusnya kita bersama-sama mengambil langkah preventif dengan melakukan edukasi dini kepada anak dan edukasi kepada orang dewasa pula bagaimana tindakan child grooming itu berbahaya dan tidak baik. Karena, adakalanya sebagai orang dewasapun tidak semua hal kita sadari dan ketahui resikonya.
ADVERTISEMENT
Sumber:
Hardianti, F., Kumorotomo , W., & Setianto, W. A. (2023). Sosialisasi Child Grooming : Cyber Crime yang Mengintai Anak-Anak di Era Digital. Jurnal Pengabdian Literasi Digital Indonesi, 86.
Holivia , A., & Suratman , T. (2021). Penanaman Perilaku Asertif Pada Anak Usia Dini Sebagai Tindak Preventif Child Grooming. Bhiraw Law Journal, 6.
Muhajir, A. (2024). Keamanan Digital Kelompok Rentan dan Berisiko Tinggi. Retrieved from SAFEnet: https://safenet.or.id/id/2022/12/safenet-luncurkan-hasil-riset-keamanan-digital/
Mulyana, R. A., Puspitasari, R., & Fatimah, S. S. (2022). Penanaman Perilaku Asertif Pada Anak Usia Dini Sebagai Tindak Preventif Child Grooming. WISDOM: Jurnal Pendidikan Anak Usia DIni, 173-174.
Sacharissa, N. R. (2023). PARASITISME MEDIA SOSIAL DALAM KONTEKS CHILD CYBER . RELASI: Jurnal Penelitian Komunikasi,, 24.
ADVERTISEMENT
We Are Social. (2024, Januari). digital 2024. Retrieved from We Are Social: https://wearesocial.com/id/blog/2024/01/digital-2024/
Yuniartiningtiyas, I., & Widodo, S. (2022). Literature Review: Analisis Kasus Grooming Child pada Penggunaan Media Sosial. Jurnal Penelitian Pendidikan, 125.