Konten dari Pengguna

Kognisi dan Konstruksi: Metakognisi untuk Pembelajaran yang Efektif

Haura Zahra
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22 November 2024 14:56 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Haura Zahra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pembelajaran. Sumber: Foto oleh Pixabay dari Pexels: https://www.pexels.com/id-id/foto/clear-light-bulb-ditempatkan-di-papan-tulis-355952/
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pembelajaran. Sumber: Foto oleh Pixabay dari Pexels: https://www.pexels.com/id-id/foto/clear-light-bulb-ditempatkan-di-papan-tulis-355952/
ADVERTISEMENT
Teori psikologi kognitif merupakan komponen esensial dalam ilmu kognitif yang telah memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap perkembangan psikologi pendidikan, dengan menekankan pentingnya pemahaman terhadap proses mental internal individu. Para ahli kognitif berargumen bahwa perilaku manusia tidak dapat sepenuhnya diukur atau dijelaskan tanpa mempertimbangkan berbagai proses mental, termasuk motivasi, niat, dan keyakinan. Pendekatan kognitif sering kali berseberangan dengan pendekatan behavioristik, yang dianggap tidak komprehensif karena kurang memperhitungkan proses mental yang berhubungan dengan berpikir, memilih, serta mengambil keputusan, sekaligus cenderung mengabaikan aspek emosional.
ADVERTISEMENT
Perkembangan psikologi kognitif ditandai oleh kemunculan teori belajar Gestalt, yang fondasinya diletakkan oleh Max Wertheimer melalui penelitian tentang persepsi dan pemecahan masalah, yang kemudian diperluas oleh Kurt Koffka yang menjelaskan hukum-hukum persepsi dan Wolfgang Kohler yang meneliti fenomena insight pada simpanse. Penelitian-penelitian ini melahirkan Psikologi Gestalt, yang menekankan pentingnya konfigurasi, struktur, dan pola dalam pengalaman, serta menganggap pengalaman sebagai keseluruhan yang terorganisir.
Konsep utama dalam Psikologi Gestalt, yaitu insight, merujuk pada pemahaman mendadak mengenai hubungan antar elemen dalam suatu masalah. Berlawanan dengan pendekatan Gestalt, Kurt Lewin mengembangkan teori belajar cognitive field, yang menekankan peranan kepribadian dan psikologi sosial, di mana setiap individu beroperasi dalam "life space"—sebuah medan kekuatan psikologis yang mencakup interaksi sosial dan konteks lingkungan.
ADVERTISEMENT
Jean Piaget, seorang psikolog perkembangan terkenal, berfokus pada tahapan perkembangan individu dan bagaimana perubahan seiring bertambahnya usia mempengaruhi kemampuan belajar. Ia mengajukan teori perkembangan intelektual yang menunjukkan bahwa pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan baru yang bersifat kualitatif. Dalam konteks ini, struktur kognitif terbentuk melalui interaksi individu dengan lingkungannya.
Jerome Bruner, yang terpengaruh oleh teori Piaget, merumuskan konsep discovery learning, yang menekankan bahwa anak-anak harus berperan aktif dalam proses pembelajaran, dengan mengarahkan mereka untuk membangun pemahaman mereka sendiri melalui eksplorasi, alih-alih sekadar menerima informasi dari guru. Hal ini menciptakan siswa sebagai pencari makna aktif, yang mengarahkan pembelajaran mereka dari konkret ke abstrak sesuai dengan perkembangan kognitif masing-masing.
Konstruktivisme, yang berasal dari bahasa Belanda "to construct," menggambarkan pandangan bahwa pengetahuan adalah hasil dari proses pembentukan individu melalui pengalaman dan interaksi sosial. Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial dan konteks budaya dalam perkembangan individu, dengan konsep Zona Perkembangan Proksimal yang menunjukkan bagaimana budaya mempengaruhi kognisi.
ADVERTISEMENT
Model pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme, seperti pembelajaran kooperatif dan Problem Based Learning (PBL), mendorong siswa untuk belajar dalam kelompok heterogen dan aktif terlibat dalam proses pemecahan masalah.
Kognisi, yang merujuk pada proses mental dalam memahami, memproses, menyimpan, dan menerapkan informasi, meliputi berbagai aktivitas seperti persepsi, memori, dan penalaran. Dalam pendidikan, kognisi berperan penting dalam bagaimana siswa memperoleh dan menerapkan pengetahuan dalam berbagai situasi.
Menurut Marzano, metakognisi dapat diartikan sebagai kesadaran terhadap proses berpikir, yang memungkinkan individu untuk mengendalikan tindakan mereka. Marzano membagi metakognisi menjadi dua aspek utama: pengetahuan dan kontrol diri, serta pengetahuan dan kontrol terhadap proses berpikir.
Kesimpulan
Teori psikologi kognitif, bersama dengan pendekatan konstruktivisme dan pemahaman tentang metakognisi, memberikan landasan yang kuat bagi pengembangan strategi pendidikan yang efektif. Dengan memahami proses mental dan interaksi sosial yang mempengaruhi pembelajaran, pendidik dapat merancang pengalaman belajar yang lebih mendalam, yang tidak hanya mendorong keterlibatan aktif siswa, tetapi juga membantu mereka mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah yang esensial untuk kehidupan di masa depan.
ADVERTISEMENT