Konten dari Pengguna

Perjuangan Palestina Tak Cukup dengan Sepotong Semangka

Annisa Hana
Penulis buku yang juga berprofesi sebagai praktisi pendidikan
5 November 2023 20:59 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Annisa Hana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Buah semangka jadi simbol solidaritas Palestina. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Buah semangka jadi simbol solidaritas Palestina. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Belakangan ini media sosial ramai dengan simbol gambar semangka sebagai wujud pembelaan atas Palestina. Sepotong semangka digunakan sebagai simbol karena perpaduan warnanya menyerupai warna bendera Palestina, merah-hijau-hitam-putih.
ADVERTISEMENT
Simbol ini digunakan di media sosial demi menghindari banned. Karena banyak kasus pemblokiran akun ketika terdeteksi dukungan pembelaan terhadap Palestina. Namun, cukupkah perjuangan atas Palestina sebatas meramaikan media sosial dengan simbol semangka?

Akar Masalah Konflik

Konflik Isreal-Palestina tidaklah dimulai pada 7 Oktober 2023 saat Hamas menembakkan rudalnya ke Tel Aviv, melainkan sejak Israel mendirikan negara di bumi Palestina pada tahun 1948 dengan dibidani oleh Inggris, Prancis, dan Amerika.
Peristiwa ini dikenal sebagai peristiwa Nakba yang berarti bencana. Pada peristiwa tersebut, mulai terjadi pembersihan etnis Palestina yang dilakukan oleh milisi Zionis: Irgun dan Haganah. Kedua milisi ini nantinya akan menjadi basis militer Israel, yang disebut Israel Defense Forces (IDF).
Bahkan bangsa Yahudi tersebut telah menduduki bumi Palestina jauh sebelumnya, yakni sejak tahun 1917. Dalam sejarahnya, Zionis Israel memang berambisi untuk mendirikan sebuah negara sendiri setelah sekian lama terlunta-lunta.
Ilustrasi pelabuhan di Israel. Foto: Shutterstock
Theodor Herzl, seorang jurnalis asal Austria pada 1986 menerbitkan The State of the Jewish, yang kemudian menjadi manifesto politik bagi gerakan Zionis. Dalam tulisannya Herzl berkata:
ADVERTISEMENT
Sangat nyata, ada ambisi untuk mengangkat peradaban Yahudi yang berarti membutuhkan sebuah negara Yahudi yang tegak atasnya. Meski hal ini tidak sepenuhnya direstui oleh kaum Yahudi, namun berhasil menjadikan para Zionisme bergerak untuk merampas tanah Palestina demi merealisasikan mimpi Herzl tersebut.
Warga Palestina mencari korban usai serangan Israel di kamp pengungsi Jabalia di Jalur Gaza utara, Rabu (1/11/2023). Foto: Mohammed Al-Masri/REUTERS
Sejak itulah Palestina terenggut perlahan tapi pasti sejengkal demi sejengkal. Hingga saat ini, sudah lebih dari 75 tahun Palestina hidup di bawah kependudukan. Kemerdekaan Palestina tersandera oleh tembok besar yang dibangun Israel.
Bumi Palestina kian sempit untuk ditempati, gerak mereka dibatasi, bangunan mereka dibumihanguskan, bahkan nyawa mereka dihabisi. Sungguh memprihatinkan! Wajar jika kaum muslimin di seluruh dunia meradang, sebab Palestina merupakan bagian dari tanah kaum muslimin.
Pembunuhan massal yang kata mereka klaim sebagai bentuk pertahanan diri terhadap serangan teroris Hamas, nyatanya tak mampu mengecoh dunia bahwa yang mereka lakukan adalah genosida. Karena faktanya yang gugur tak hanya Hamas tetapi juga rakyat sipil yang bahkan di dalamnya banyak dari kalangan anak-anak.
ADVERTISEMENT
Narasi palsu yang mereka gelontorkan faktanya kian hari tak lagi laku di kalangan umat Islam yang mulai cerdas memahami sejarah. Umat Islam kian menyadari bahwa ada kejahatan sistematis yang dilakukan Israel dan mirisnya semua itu didiamkan oleh PBB yang katanya menjadi lembaga yang membawa perdamaian bagi dunia.

Tak Cukup Sepotong Semangka

Buah semangka jadi simbol solidaritas Palestina. Foto: Shutterstock
Ramainya media sosial dengan simbol semangka tak akan berarti apa-apa jika tak dibarengi dengan pemahaman yang sahih soal penyelesaian konflik Israel-Palestina. Ketiadaan kepemimpinan umum bagi kaum muslimin menjadikan Palestina terus terjajah.
Umat Islam yang jumlahnya lebih dari 1,5 miliar tak memiliki kekuatan di bawah bendera nation state. Padahal persatuan umat di bawah bendera tauhid akan mampu membebaskan Palestina dari penjajahan Israel secara nyata.
ADVERTISEMENT
Kenapa? Sebab Israel takkan enyah hanya dengan kutukan dan kecaman, melainkan harus ada perlawanan berupa jihad yang dikomandoi oleh pemimpin kaum muslimin. Jika pemimpinnya saja hanya bisa mengutuk dan mengecam, serta mengimbau untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan, tentu persoalan Palestina takkan pernah selesai.
Berfokus pada pengobatan korban, tetapi pejahatnya tak sejengkal pun diusir dari bumi Palestina tentu menjadi sebuah ilusi atas sebuah solusi. Oleh karena itu, yang dibutuhkan Palestina adalah kesatuan umat di bawah bendera tauhid, bukan sepotong semangka.
Wallahu’alam!