Rekristalisasi Datang, Limbah Medis Berbahan Plastik Hilang

Helen Tanith Harjono
Industrial Engineering undergraduate student at Parahyangan Catholic University
Konten dari Pengguna
8 Januari 2022 13:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Helen Tanith Harjono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi limbah medis. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi limbah medis. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan menyebabkan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) menjadi sebuah keharusan. Sebagian besar APD, seperti masker, sarung tangan, pelindung wajah (face shield), dan penutup kepala berbahan dasar plastik dengan masa penggunaan sekali pakai. Oleh karena itu, terjadi peningkatan limbah medis berbahan plastik selama pandemi Covid-19 secara signifikan. Limbah medis yang tergolong ke dalam limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) umumnya dimusnahkan dengan insinerator. Akan tetapi, insinerator menghasilkan sisa pembakaran yang memicu peningkatan emisi karbon dan krisis iklim.
ADVERTISEMENT
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, muncul inovasi baru untuk mengatasi hal tersebut. Inovasi tersebut disebut metode rekristalisasi. Metode rekristalisasi adalah metode daur ulang sampah plastik medis yang efektif dan mudah diterapkan. Oleh karena itu, menurut penulis metode rekristalisasi harus diterapkan sebagai upaya dalam mengatasi peningkatan limbah medis berbahan plastik selama pandemi Covid-19 yang menjadi ancaman baru krisis iklim.
Saat ini, teknologi pengolahan limbah medis berbahan plastik di Indonesia masih tergantung dan terbatas pada insinerator, padahal teknologi ini sudah mulai ditiggalkan karena berpotensi mengemisikan merkuri dan dioksi (Damanhuri dalam Prasetiawan, 2020). Insinerator juga dinilai overkill dan boros, serta mengakibatkan pencemaran udara karena seringkali tidak dilengkapi dengan pengendali pencemaran udara yang memadai.
ADVERTISEMENT
Penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dalam pengolahan limbah medis di Indonesia diatur dalam Permenkes No.18 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Limbah Medis Pelayanan Kesehatan Berbasis Wilayah. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) bertugas untuk memfasilitasi fasilitas pelayanan kesehatan di daerahnya. Akan tetapi, faktanya pengelolaan limbah medis berbahan plastik di Indonesia saat ini masih terkendala keterbatasan fasilitas pengolahan limbah meskipun pengolahan limbah medis dengan menggunakan insinerator dan non-insinerator sudah diperbolehkan. Keterbatasan fasilitas tersebut juga mengakibatkan persebaran tidak merata fasilitas pengelolaan limbah medis di seluruh Indonesia, khususnya di wilayah timur Indonesia.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka menurut penulis metode rekristalisasi adalah metode penanganan limbah medis berbahan plastik terbaik dibandingkan metode daur ulang lain dalam menyelesaikan masalah peningkatan limbah medis berbahan plastik selama pandemi Covid-19. Metode rekristalisasi dapat diterapkan pada hampir semua jenis plastik, seperti PE (Polyethylene), PP (Polypropylene), PVC (Polyvinyl Chloride), PS(Polystyrene). Menurut Peneliti Pusat Penelitian Kimia LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), proses daur ulang limbah medis berbahan plastik dengan metode rekristalisasi tidak melibatkan gaya shear (geser) dan stress (tegang) sehingga memungkinkan terjadinya degradasi plastik daur ulang yang sangat rendah.
ADVERTISEMENT
Tahapan daur ulang tersebut meliputi pemotongan plastik bila diperlukan, pelarutan plastik, pengendapan pada anti pelarut, dan penyaringan sehingga dihasilkan plastik kristal berupa serbuk yang dapat digunakan lagi untuk tujuan medis. Menurut hasil penelitian, metode rekristalisasi juga mengonsumsi energi yang lebih rendah dan lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan metode daur ulang lain, seperti insinerator. Oleh karena itu, pengolahan limbah medis berbahan plastik dengan metode rekristalisasi tidak menyebabkan pencemaran lingkungan dan menjadi ancaman baru krisis iklim.
Pemerintah Indonesia seharusnya memanfaatkan momentum pandemi Covid-19 untuk memperbaiki sistem pengelolaan limbah medis di Indonesia. Pemerintah juga harus mendorong penerapan metode kristalisasi di Indonesia sebagai upaya dalam mengatasi peningkatan limbah medis berbahan plastik selama pandemi Covid-19 yang menjadi ancaman baru krisis iklim karena metode rekristalisasi memiliki beberapa kelebihan.
ADVERTISEMENT
Pertama, metode rekristalisasi dapat diterapkan pada hampir semua jenis plastik, seperti PE (Polyethylene), PP (Polypropylene), PVC (Polyvinyl Chloride), PS(Polystyrene). Kedua, metode rekristalisasi memungkinkan degradasi yang sangat rendah karena tidak adanya gaya shear (geser) dan stress (tegang) seperti pada proses daur ulang biasa sehingga plastik kristal berupa serbuk yang dihasilkan memiliki kualitas yang sangat baik dan dapat digunakan lagi. Ketiga, metode rekristalisasi mengonsumsi energi yang lebih rendah dan ramah lingkungan dibandingkan metode daur ulang lain, seperti insinerator.
Referensi
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). (2021). Rekristalisasi, Solusi Daur Ulang Sampah Medis. Diakses Januari 5, 2022, dari: http://lipi.go.id/berita/Rekristalisasi-Solusi-Daur-Ulang-Sampah-Medis/22316
Prasetiawan, T. (2020). Permasalahan Limbah Medis Covid-19 di Indonesia. Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, 12(9).
ADVERTISEMENT
Waluyantara, D. et al. (2021). Policy Brief: Pengelolaan Limbah Medis di Tengah Pandemi COVID-19. Diakses Januari 5, 2022, dari: https://www.researchgate.net/publication/353481880_Policy_Brief_Pengelolaan_Limbah_Medis_di_Tengah_Pandemi_COVID-19