Konten dari Pengguna

Kecerdasan Buatan dalam Pembuatan Undang-Undang

Ninta Nuraini
Mahasiswa di Institut Teknologi Telkom Purwokerto
28 Desember 2022 11:36 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ninta Nuraini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi undang-undang (sumber : https://www.pexels.com/id-id/@cqf-avocat-188397/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi undang-undang (sumber : https://www.pexels.com/id-id/@cqf-avocat-188397/)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan adalah mesin yang telah ditambahkan dengan algoritma sehingga dapat bertindak layaknya manusia. Kepraktisan dan kemudahan kecerdasan buatan membuatnya banyak diterapkan pada berbagai bidang kehidupan manusia. Indonesia adalah salah satu negara yang mulai menerapkan kecerdasan buatan, khususnya di bidang hukum. Salah satu contohnya adalah dengan diterapkannya tilang elektronik secara nasional sejak Maret 2021.
ADVERTISEMENT
Tilang elektronik yang menggunakan kecerdasan buatan ini telah terbukti sangat membantu jalannya penegakan hukum di Indonesia dengan menurunkan tingkat pelanggaran lalu lintas sebesar 47 persen. Ini artinya bidang hukum sangat terbantu dengan penerapan kecerdasan buatan ini. Lalu, mungkinkah di masa depan ada kecerdasan buatan lain yang dapat membantu penegakan hukum di Indonesia ?
Undang-Undang yang Bias
Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi yang bersumberkan Pancasila sebagai undang-undang negara. Negara demokrasi yaitu negara yang berdaulat atas rakyat. Menurut Henry B. Mayo, dalam menjalankan sistem politik demokratis, pemerintahan yang membuat kebijakan ditetapkan oleh mayoritas wakil rakyat dan diawasi oleh rakyat. Ini termasuk saat pembuatan undang-undang.
Menurut KBBI, undang-undang adalah aturan yang dibuat oleh orang atau badan yang berkuasa. Undang-undang dipakai untuk mengatur, menghukum, dan membatasi rakyat. Sebagai negara demokrasi, undang-undang di Indonesia harus berorientasi kepada rakyat. Namun, pada praktiknya beberapa undang-undang di Indonesia masih berorientasi kepada sekelompok golongan. Salah satu contohnya adalah undang-undang tentang hukuman pada koruptor yang terkesan sangat ringan dibanding kejahatannya dan kurang memberikan efek jera. Ini jelas sangat merugikan rakyat. Menurut data, pada tahun 2021 ada 371 kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung dengan total kerugian mencapai Rp 2,3 triliun.
ADVERTISEMENT
Masalah ini diperkuat dengan pengesahan KUPH pada 6 Desember lalu. Pada pasal 603 KUPH, hukuman tindakan korupsi yang awalnya paling sedikit 4 tahun dipangkas menjadi paling sedikit 2 tahun. Bukti ini semakin memperjelas tentang tidak demokratisnya undang-undang di Indonesia. Hukuman bagi koruptor yang awalnya sudah ringan malah semakin ringan. Undang-undang yang bias dan bergantung pada kepentingan pemerintah seakan sudah menjadi hal yang wajar. Hal ini membuat undang-undang menjadi tidak demokratis.
Sebuah Terobosan Baru
Dengan kebutuhan membuat undang-undang yang tidak bias dan bersifat demokratis, kita dapat memanfaatkan kecerdasan buatan. Dalam pembuatan undang-undang, kecerdasan buatan memiliki keunggulan dibandingkan dengan manusia. Kecerdasan buatan akan lebih netral dalam mengambil keputusan. Dengan ini, cita-cita untuk menciptakan undang-undang yang benar-benar demokratis bukan hanya menjadi angan-angan saja.
ADVERTISEMENT
Kecerdasan buatan pembuat undang-undang adalah kecerdasan buatan yang diprogram untuk membuat undang-undang. Kecerdasan buatan ini akan membuat berbagai undang-undang yang mungkin, lalu mengalkulasi hubungan antar variabel dalam undang-undang tersebut. Dengan mengetahui hubungan antar variabel, kecerdasan buatan akan memperkirakan dampak-dampak undang-undang tersebut bagi masyarakat. Kecerdasan buatan akan memilih dan mengumpulkan undang-undang yang dampak positifnya lebih banyak bagi masyarakat. Dari data-data tersebut, kecerdasan buatan membuat undang-undang yang paling demokratis. Dengan ini, resiko perbedaan pandangan, bias, dan perbedaan kepentingan pada pembuat undang-undang dapat diminimalkan.
Dengan kemajuan kecerdasan buatan yang sangat pesat, Indonesia harus segera dapat mengimplementasikan kecerdasan buatan dengan maksimal. Kebutuhan akan kepraktisan yang disediakan kecerdasan buatan menjadi penyebabnya. Pekerjaan-pekerjaan yang awalnya manual dapat dipermudah dengan adanya kecerdasan buatan ini. Lihat China yang sudah menggunakan kecerdasan buatan dalam keputusan pengadilan. Bukan tak mungkin kecerdasan buatan pembuat undang-undang diterapkan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pengaplikasian kecerdasan buatan pada pembuatan undang-undang akan menjadi terobosan baru dalam bidang hukum dan kecerdasan buatan di Indonesia. Kecerdasan buatan yang dulunya hanya menjalankan perintah, sekarang adalah pencipta perintah. Dengan kecerdasan buatan ini, kita akan selangkah lebih maju dalam mewujudkan Indonesia yang demokratis.