Konten dari Pengguna

Menerawang Masa Depan Seni Rupa di Tengah Ancaman Art Generator

Ninta Nuraini
Mahasiswa di Institut Teknologi Telkom Purwokerto
3 Februari 2023 6:32 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ninta Nuraini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kegiatan melukis (Sumber: Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kegiatan melukis (Sumber: Pexels
ADVERTISEMENT
Dengan menjamurnya tren art generator oleh kecerdasan buatan di platform media sosial telah menyadarkan penulis akan kemungkinan nasib seni rupa di masa depan. Ada beberapa kemungkinan baik dan ada beberapa kemungkinan buruk.
ADVERTISEMENT
Apakah seniman seni rupa akan kehilangan pekerjaan mereka? Bagaimana nasib seni rupa di masa depan? Apakah seni rupa akan kehilangan esensinya? Apakah seni rupa akan menjadi barang publik?
Seni rupa adalah produk bukti bahwa manusia merupakan makhluk yang cenderung menyukai keindahan dan imajinasi. Seni rupa sudah ada sejak 45.500 tahun lalu. Malahan arkeolog menyebut lukisan tertua di dunia ada di Indonesia, yaitu lukisan babi di gua Leang Tedongnge, Sulawesi Selatan.
Dahulu manusia melukis menggunakan alat dan bahan yang masih sangat sederhana. Perkembangan zaman dan perkembangan intelegensi manusia membawa manusia ke tingkat di mana manusia dapat meng-uprage alat-alat seni mereka. Yang awalnya hanya menggunakan tangan dan bahan dari tanah, sekarang sudah ada tablet untuk menggambar.
ADVERTISEMENT
Lantas, bagaimana dengan seni rupa di masa depan? Seperti yang kita tahu, kecerdasan buatan sedang berkembang secara gila-gilaan. Semua bidang tak luput dari kungkungan guritanya yang semakin masif, termasuk seni rupa. Sudah banyak art generator yang bermunculan seperti jamur.
Kemunculan para art generator tersebut, para seniman seni rupa berpotensi tersingkirkan. Dengan kecerdasan buatan ini otomatis akan ada banyak orang yang menggunakannya, dan ini dapat membuat para seniman seni rupa lama-kelamaan terlupakan. Seni rupa yang tersebar di masyarakat akan menjadi lebih monoton karena pembuatnya—para art generator—hanya menyalin seni rupa lain dan membuat gambar yang dihasilkannya terlihat homogen.
Dengan masalah-masalah seperti ini, apakah seni rupa di masa depan akan kehilangan keunikan? Tidak semudah itu. Esensi unik seni rupa adalah makna di balik tiap sapuan dalam seni rupa itu sendiri. Kecerdasan buatan mungkin bisa mencontoh manusia secara fisik dalam membuat seni rupa, tetapi mereka tidak bisa menuangkan pesan emosional dan jiwa seniman ke dalam gambar mereka.
ADVERTISEMENT
Seiring menjamurnya art generator, apakah seni rupa akan menjadi barang publik karena dapat didapatkan dengan mudah? Seni rupa sendiri secara garis besar memiliki dua cabang, yaitu seni rupa murni dan seni rupa terapan.
Sebenarnya manusia secara tidak sadar bersentuhan dengan seni rupa setiap waktu. Seni rupa ini adalah seni rupa terapan yang banyak digunakan pada desain produk-produk. Jadi, seni rupa sudah menjadi barang publik sejak dahulu.
Sementara untuk seni rupa murni, kehadiran art generator tak serta-merta membuatnya menjadi barang publik. Ini karena seni rupa tidak sesimpel membuat gambar lalu selesai. Seni adalah bagian jiwa dari seniman itu sendiri.
Seni berisi tentang pengalaman seorang seniman, tentang emosi seniman, tentang imajinasi seniman, dan tentang perspektif seniman yang tertuang ke dalamnya. Seni yang memiliki ‘kisah’ tetap akan eksis dan berharga walau digempur perkembangan teknologi. Bukankah manusia suka hal yang ekslusif?
ADVERTISEMENT
Walaupun kecerdasan buatan dapat membuat seni rupa dengan cepat dan mudah berkat algoritmanya yang rumit, tetapi mereka belum bisa mengalahkan para seniman yang telah berkecimpung di dunia seni selama bertahun-tahun. Seperti yang saya katakan, seni tidak sesimpel membalikkan telapak tangan.
Terdapat banyak faktor yang tidak bisa ditiru oleh kecerdasan buatan. Di masa depan, seni tidak akan banyak berubah, hanya lebih bervariasi saja. Namun, para seniman tetap tidak boleh duduk manis saja. Walaupun kecerdasan buatan belum bisa menggantikan seniman, tidak ada salahnya untuk tetap waspada. Seniman modern juga harus bisa memanfaatkan perkembangan zaman.