Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Kodok Sawah: Devisa, Masalah Lingkungan, dan Pemanfaatan Berkelanjutan
3 Agustus 2024 11:02 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Hellen Kurniati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kodok sawah dengan nama ilmiah Fejervarya cancrivora adalah jenis kodok yang mendominasi komoditi ekspor daging paha kodok dari Indonesia. Sejak tahun 80-an Indonesia adalah pengekspor daging paha kodok terbesar di dunia, yang sebelumnya didominasi oleh India.
ADVERTISEMENT
India menurunkan volume ekspor daging paha kodok disebabkan oleh naiknya impor pestisida ke negara ini. Setelah India menurunkan ekspornya, kemudian Indonesia mengisi peluang tersebut menjadi negara pengekspor daging paha kodok terbesar di pasar internasional; volume daging paha kodok dari Indonesia mencapai separuh dari volume perdagangan dunia.
Sejak India menurunkan volume ekspor daging paha kodok pada tahun 1985, Indonesia mulai menaikkan secara bertahap volume ekspor daging paha kodok. Sebelum tahun 2016, ekspor daging paha kodok dalam bentuk satuan berat ton; tetapi sejak tahun 2016 ditetapkan kuota ekspor daging paha kodok sawah, yang mana kuota ini ditetapkan dengan satuan jumlah individu, bukan satuan berat ton.
Penetapan kuota tahunan daging paha kodok sawah adalah dengan mengkonversi berat dalam jumlah individu dari daging paha beku. Kuota daging paha kodok sawah pada tahun 2016 sampai 2023 berfruktuasi, berkisar antara 4.100.850 individu pada tahun 2019 sampai 83.599.250 individu pada tahun 2016; tetapi sejak tahun 2020, kuota stabil pada level 56.985.845 individu.
ADVERTISEMENT
Volume ekspor terbesar daging paha kodok dari Indonesia adalah ke negara-negara Uni Eropa. Bentuk ekspor ini berupa daging paha kodok beku. Peruntukan utama daging paha kodok adalah untuk konsumsi manusia. Devisa yang dihasilkan dari ekspor ini dapat mencapai 8 juta US dolar.
Pemanfaatan daging paha kodok di dalam negeri umumnya sebagai sumber pangan manusia; tetapi pemanfaatan daging paha kodok sebagai sumber protein relatif tidak banyak volumenya; karena hanya etnis tertentu yang biasa menkonsumsi daging paha kodok. Selain sebagai sumber pangan manusia; daging kodok sawah juga dijual sebagai pakan ikan arwana. Ukuran tubuh kodok sawah sebagai pakan ikan arwana adalah panjang tubuh 5 cm ke bawah, yang mana individu ukuran tersebut daging pahanya belum gemuk.
Habitat
ADVERTISEMENT
Keberadaan kodok sawah di kawasan konservasi biasanya hidup di habitat rawa-rawa terbuka yang ditumbuhi rumput; kodok ini di dalam habitat hutan jarang sekali dijumpai, akan tetapi berlimpah di persawahan, karena sawah merupakan habitat buatan manusia yang sangat disukainya. Secara alami, Kodok sawah akan sangat berlimpah pada waktu umur padi masih muda, karena ketersediaan air masih banyak dan menggenangi semua permukaan tanah petak persawahan.
Kelimpahannya akan menurun sejalan dengan menyusutnya persediaan air dan menuanya tanaman padi. Persawahan merupakan habitat kodok sawah berkembang biak, mencari makan dan tumbuh dewasa; jadi seluruh siklus hidupnya berlangsung di habitat ini.
Kodok sawah umumnya hidup di persawahan berair tawar, tetapi dari kelompok suku Dicroglossidae, hanya jenis kodok sawah yang dapat beradaptasi dengan air payau. Keberadaan kodok sawah pada persawahan berair payau tidak sebanyak jumlahnya di persawahan berair tawar.
ADVERTISEMENT
Perkembangbiakan
Individu betina kodok sawah masuk tahap dewasa kelamin dan mulai bereproduksi pada panjang tubuh sekitar 5 cm; sedangkan individu jantan untuk ukuran panjang tubuh sekitar 5 cm sudah menunjukkan tanda-tanda dewasa kelamin dari warna hitam pada bagian ventral kantung suara.
Kodok sawah dapat berkembang biak sepanjang tahun dan puncak berbiaknya pada musim hujan. Jumlah telur kodok sawah berkisar antara 465-791 butir telur; telur yang menetas menjadi berudu normal berkisar antara 33-89%; dari berudu yang bermetamorfosis menjadi kodok berkisar antara 13-62% dari total jumlah berudu normal.
Permasalahan lingkungan
Panjang tubuh kodok sawah dapat mencapai maksimum 12 cm. Pada individu-individu dengan panjang tubuh 9 cm ke atas mampu memangsa belut, tikus dan burung yang terdapat di persawahan; selain itu pakan alami kodok sawah meliputi kepiting air tawar, kelabang, laba-laba, belalang, jangkrik, kumbang air, kecoa, ulat, udang, keong, ular kawat, kodok jenis lain dan sedikit tumbuhan (rumput, daun, pucuk).
ADVERTISEMENT
Dari daftar pakan alami kodok sawah, yang berpotensi sebagai hama adalah belalang, ulat, keong (pada saat ini keong mas sangat berlimpah), tikus dan burung. Melihat dari macam pakannya, kodok sawah berperan sebagai pengendali alami populasi hama di persawahan.
Peran kodok yang sangat besar sebagai pengendali hama padi telah diimplementasikan di India; sejak tahun 80-an India mengurangi ekspor daging paha kodok. Bukti nyata dari implementasi ini adalah berkurangnya impor India untuk pestisida kimia.
Posisi Indonesia saat ini sebagai pengekspor daging paha kodok terbesar di dunia sudah pasti pemakaian pestisida kimia meningkat; hampir 96% petani menggunakan pestisida kimia sebagai pembasmi hama tanaman, termasuk tanaman padi di persawahan beririgasi atau persawahan tadah hujan. Banyaknya pestisida kimia dilepaskan ke alam menimbulkan permasalah baru, yaitu pencemaran lingkungan,
ADVERTISEMENT
Reaksi dunia internasional pada tata kelola pemanfaatan kodok sawah di Indonesia
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di negara Uni Eropa yang bergerak di bidang kehidupan satwa liar sejak 5 tahun terakhir sering mempertanyakan tata kelola pemanfaatan kodok sawah di Indonesia. Mereka mempertanyakan apakah tata kelola yang terjadi saat ini menjamin populasi kodok sawah tetap tersedia di alam, sehingga dapat dipastikan pemanfaatan berkelanjutan bisa terjadi dan tidak terjadi kepunahan.
Pada tahun ini (2024), LSM tersebut telah bersepakat untuk memboikot produk daging paha kodok yang masuk ke Uni Eropa, termasuk daging paha kodok sawah dari Indonesia. Bila ini terjadi maka para pemburu kodok yang sebagian besar perekonomian mereka kurang mampu akan terkena dampaknya.
ADVERTISEMENT
Para pihak yang bertanggung jawab dalam tata kelola pemanfaatan kodok sawah telah membuat kebijakan untuk membatasi ukuran tubuh kodok sawah yang dapat dimanfaatkan sebagai produk daging paha; tetapi implementasi dari kebijakan ini belum dilaksanakan di tingkat pemburu ataupun tingkat eksportir.
Ukuran tubuh kodok sawah (3 cm-8 cm) diburu dan dijual kepada pengepul. Tata kelola seperti ini tidak memperhitungkan besarnya tubuh kodok sawah masuk masa reproduksi dan berkembang biak. Bila kodok sawah menjadi langka dan punah di alam, dampaknya akan merugikan di berbagai sisi kehidupan, yaitu aliran devisa yang masuk ke Indonesia berhenti, hilangnya sumber mata pencarian pemburu dan juga hilangnya keragaman hayati asli Indonesia.
Sejumlah kebijakan telah dibuat untuk mengatur tata kelola pemanfaatan kodok sawah. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk menjamin pemanfaatan berkelanjutan yang lestari. Sejumlah kebijakan tersebut adalah sebagai berikut: Panjang tubuh (panjang dari moncong sampai anus) yang boleh ditangkap dari alam adalah lebih dari sama dengan 9 cm (panjang tubuh ≥ 9 cm); ukuran ini berlaku untuk individu jantan dan betina.
ADVERTISEMENT
Regulasi pembatasan ukuran panjang tubuh ini akan menjamin individu betina telah berkontribusi kepada alam dengan menghasilkan banyak telur. Pembatasan ukuran tubuh tertulis pada dokumen kuota.
Penerapan batasan ukuran tubuh yang dapat diekspor meminimalkan kekhawatiran Uni Eropa dengan masuknya daging paha kodok dari kodok jenis Limnonectes spp bertubuh besar yang ikut diekspor sebagai daging paha kodok sawah. Betina jenis Limnonectes bertubuh besar seperti L. blythii, L. ibanorum, L. leporinus, L. macrodon, L. malesianus sudah mengeluarkan telur ke alam pada panjang tubuh kurang dari 9 cm. Kondisi ini menjamin penurunan populasi akibat pemanfaatan konsumsi daging paha kodok tidak mungkin terjadi.