Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Nominal Mahar yang Baik dalam Hukum dan Islam
22 November 2022 18:17 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Hello Ladies tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menjelang pernikahan, mahar adalah sesuatu yang penting untuk dibicarakan. Semua sudah tahu bahwa mahar adalah pemberian pihak pria kepada wanita yang akan dinikahi. Namun, benarkah makna mahar hanya itu?
ADVERTISEMENT
Mahar bukan sekadar benda. Lebih jauh, mahar menyimpan makna yang dalam jika ditilik dari sudut pandang Islam. Berikut pemaparannya.
Apa Itu Mahar
Mahar sifatnya wajib di dalam Islam . Perintah pemberian mahar terdapat dalam Al-Qur'an surat An-Nisa ayat 4 yang artinya:
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”
Pengertian mahar dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam yang diterbitkan Departemen Agama R.I (2001), mahar adalah pemberian dari mempelai pria kepada mempelai wanita, baik bentuk barang, uang, atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
ADVERTISEMENT
Pemberian barang ini dimaksudkan sebagai bentuk kesungguhan dan cerminan kasih sayang calon suami terhadap calon istrinya, sebagaimana yang dijelaskan dalam buku Fiqih Naqih yang ditulis Ahmad Sarwat. Mahar juga menjadi bukti bahwa pihak calon suami siap menafkahi calon istri, baik duniawi maupun akhirat.
Nominal Mahar yang Baik
Lantas berapa nominal mahar yang baik? Kamu mungkin sering mendapatkan berita soal fantastisnya nominal mahar para selebriti. Namun, rupanya mahar yang baik tidak melulu berarti mahal.
Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 31, dijelaskan bahwa penentuan mahar bedasarkan atas kesederhanaan dan kemudahan yang dianjurkan oleh Islam.
Kemudahan dan kesederhanaan memang dianjurkan dalam Islam, sebagaimana yang diriwayatkan Imam al-Bukhari dari Sahl bin Sa’ad as-Sa’idi ra, Rasullullah Shalallaahu alaihi wassalam bersabda:
ADVERTISEMENT
..Carilah sesuatu (mahar) cincin sekalipun terbuat dari besi. Jika tidak mendapati, mahar berupa surat-surat al-Qur’an yang engkau hafal. (HR Bukhari No.1587)
Jadi, tidak ada nominal khusus yang menjadi kewajiban sebuah mahar. Dari hadits tersebut juga diketahui bahwa mahar tidak harus berupa uang kertas.
Dalam buku Fiqih Mahar yang ditulis oleh Isnan Ansory, dijelaskan pula bahwa para ulama sepakat tidak ada batasan maksimal untuk nilai mahar. Sementara untuk batas minimalnya, ulama Imam Syafi'i mengatakan bahwa sebaiknya mahar adalah harta ukuran minimal yang masih dihargai masyarakat, dianggap bernilai, dan layak diperdagangkan.
Dimakruhkan bagi laki-laki untuk memberi maskawin kepada istri-istrinya suatu maskawin yang pembayarannya menyusahkannya, atau sulit untuk dilunasi jika itu berupa pinjaman. Dalam pelaksanaan pembayaran mahar ini juga tidak bisa dipaksakan dengan kekerasan, maka ketika tidak mampu untuk membayar maka dilakukan perundingan.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut dijelaskan dalam hadits shahih Tirmizi, bahwa Umar Ibn Khattab pernah berkhutbah di hadapan orang banyak yang isinya:
"Ketahuilah! Janganlah kamu berlebihan dalam memberikan maskawin kepada wanita-wanita, karena kalaupun maskawin itu adalah sebagai penghormatan di dunia atau sebagai ketaqwaan disisi Allah SWT, maka orang yang paling mulia di antara kamu adalah Nabi Shallahu ’alaihi wasallam, beliau tidak pernah memberikan maskawin kepada istri-istrinya, dan di antara putri-putrinya tidak pernah diberi maskawin lebih dari dua belas Uqiyyah."
Jadi, demikianlah penjelasan seputar mahar dan nominalnya. Semoga bermanfaat, ya!
(DEL)