Politisi Artis: Harapan, Pesimisme, dan Dukungan

Helenerius Ajo Leda
Staf Pengajar Program Studi Ilmu Pemerintahan, STPM Santa Ursula Ende
Konten dari Pengguna
27 Februari 2024 9:48 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Helenerius Ajo Leda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Gambar: https://kumparan.com/kumparannews/pan-soal-stereotipe-partai-artis-nasional-mereka-bukan-cuma-vote-getter-1znqvPMfySb/3/gallery/2
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Gambar: https://kumparan.com/kumparannews/pan-soal-stereotipe-partai-artis-nasional-mereka-bukan-cuma-vote-getter-1znqvPMfySb/3/gallery/2
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Keterlibatan artis dalam politik, khususnya dalam perebutan kekuasaan politik parlemen telah menimbulkan beragam pandangan dari masyarakat. Sebagian besar masyarakat merasa skeptis terhadap kemampuan maupun kapabilitas mereka sebagai wakil rakyat.
ADVERTISEMENT
Keraguan yang muncul terkait dengan kualifikasi dan kemampuan seperti kepemimpinan, negosiasi, dan pemecahan masalah tidak selalu dimiliki oleh semua politisi artis, sehingga keraguan akan kemampuan mereka untuk menjabat sebagai wakil rakyat muncul secara wajar.
Selain itu, ada yang menganggap bahwa, kepopuleran dan ketenaran para artis hanya dimanfaatkan oleh partai politik untuk mendulang dukungan elektoral.
Berbekal basis penggemar yang besar dan pengaruh yang luas di kalangan masyarakat, sering kali menjadi daya tarik bagi partai politik untuk menarik perhatian publik, meningkatkan citra partai untuk memenangkan suara dalam pemilihan umum.
Ada pula yang optimis dan mengharapkan para artis ini dapat membawa perubahan positif dalam politik.
Kehadiran mereka dianggap akan memberi warna baru di panggung politik, dan diharapkan dapat membawa pengaruh besar dalam masyarakat, menggunakan platform politik mereka untuk membawa perubahan positif.
ADVERTISEMENT
Di tengah perdebatan tersebut, menurut saya, berpolitik adalah hak semua warga negara termasuk para artis.
Bukankah dalam sistem demokratis, partisipasi politik tidak dibatasi hanya pada golongan tertentu, melainkan terbuka bagi semua warga negara?
Jikalau kemudian apabila para artis yang lolos ke Parlemen tidak disertai dengan pengetahuan dan kapabilitas yang memadai, bukankah itu adalah "salah" kita sebagai pemilih?
Apabila kemudian sebaliknya, jika para artis yang tenar dan poluler ternyata juga populis, bukankah itu adalah "keberuntungan", di tengah apatisme elite yang kadang datang mengunjungi rakyat sekali dalam lima tahun.

Politik adalah Seni Berekspresi

Menurut saya, artis itu seniman yang bekerja dan berkarya untuk seni, dan ketika mereka memasuki dunia politik, mereka hanya sedang melanjutkan karya seni mereka dalam konteks yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Kreativitas dalam politik dapat memungkinkan individu untuk menyuarakan pandangan mereka dengan cara yang unik dan orisinal, sambil menghargai kebebasan berekspresi yang diberikan oleh demokrasi.
Saya teringat perkataan salah satu aktor senior Indonesia yang pernah mengungkapkan bahwa, "ia merasa merdeka di dunia perfilman karena tidak perlu tunduk pada atasan".
Begitupun dalam dunia politik, mestinya memberi lebih banyak kebebasan untuk mengekspresikan diri yang sesuai dengan visi, tanpa terlalu banyak campur tangan atau pengaruh dari pihak lain.
Seperti pepatah klasik "politik adalah seni berekspresi", bahwa politik membutuhkan keterampilan, kecerdasan, dan kreativitas untuk mencapai tujuan-tujuan politik.
Politisi Artis Mesti Menjadi Politisi Gaya Baru
Pada tahun 2021 lalu saya terkejut oleh pengakuan seorang anggota DPR, Krisdayanti (KD), yang secara terbuka mengungkap besaran gaji dan tunjangan yang diterima anggota DPR.
ADVERTISEMENT
Lewat wawancara di kanal YouTube Akbar Faisal Uncensored pada 13 September 2021, KD bilang begini "....Setiap tanggal 1 terima 16 juta, tanggal 5 terima 59 juta. Dana aspirasi setiap reses 450 juta terima  lima kali dalam setahun, dana kunjungan dapil 140 juta terima delapan kali setahun...".
Pada waktu itu, publik dibuat heboh, tidak sedikit komentar netizen di jagat maya pun mencerca dan mengkritiknya. Karena KD dianggap kurang sensitif terhadap kondisi kemiskinan masyarakat, dan mengusulkan agar gaji yang besar tersebut dialokasikan untuk kebutuhan rakyat.
Bahkan Partai PDIP, di mana KD bernaung saat itu, merespons dengan meminta KD untuk meminta maaf atas pernyataannya tersebut.
Waktu itu saya melihat dari sisi yang positif, saya mengapresiasi keberaniannya KD untuk membuka informasi terkait gaji anggota DPR, mengingat tidak semua anggota DPR bersedia transparan mengenai hal tersebut, apalagi terbuka soal kinerja mereka.
ADVERTISEMENT
Politik gaya lama yang seringkali menutup-nutupi intrik dan kepentingan sempit mesti ditinggalkan. Ketika politik menjadi tertutup dan disembunyikan, hal ini akan mengakibatkan korupsi dalam politik itu sendiri.
Kepentingan publik mesti dibuka, blak-blak kan, apa adanya, jangan ada apanya. Semua masalah yang terkait dengan kepentingan publik harus diperdebatkan, ditentukan, dan dipertanggungjawabkan secara terbuka.
Kita berharap, tujuan para artis melenggang ke gedung parlemen bisa melampaui gaya politisi lama dan menjadi politisi gaya baru, dengan memfokuskan pada membangun kualitas, kapabilitas, kecerdasan, dan kreativitas untuk mencapai tujuan-tujuan politik yang melayani publik. Jika sebaliknya, maka mereka hanya pindah kamar.