4 Tahun Penjara Dr. Habib Rizieq Shihab, Adilkah Putusan Majelis Hakim?

Hendra J Kede
Ketua Dewan Pengawas YLBH Catur Bhakti / Partner pada Kantor Hukum E.S.H.A and Partners / Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI 2017-2022 / Ketua Pengurus Nasional Mapilu-PWI 2003-2013 / Wakil Ketua Dept. Kerjasama dan Komunikasi Umat ICMI Pusat
Konten dari Pengguna
25 Juni 2021 11:58 WIB
·
waktu baca 4 menit
Tulisan dari Hendra J Kede tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh: Hendra J Kede, Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI
Terdakwa Habib Rizieq Shihab (kiri) memasuki gedung Bareskrim Polri usai menjalani sidang tuntutan di Jakarta, Kamis (3/6). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
Sebagian masyarakat menyuarakan ketidakadilan atas putusan 4 (empat) tahun penjara yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur terhadap Dr. Habib Rizieq Shihab dalam sidang Putusan kasus swab test RS UMMI, Kamis (24/6/2021). Sebagian masyarakat menilai Majelis Hakim tidak adil.
ADVERTISEMENT
Bahkan ketidakadilan Majelis Hakim itu bahkan dibanding-bandingkan dengan Putusan terhadap Terdakwa Jaksa Pinangki. Termasuk dibanding-bandingkan juga dengan adanya pejabat yang dianggap juga menyembunyikan status positif COVID-19 namun tidak diproses pidana.
Tentu pertanyaannya: apakah benar Majelis Hakim yang menyidangkan untuk memeriksa dan memutus kasus dugaan tindak pidana oleh Dr. Habib Rizieq Shihab yang didalilkan Jaksa Penuntut tersebut telah berlaku adil atau tidak adil?
Penulis sebagai Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat (KI Pusat) yang kesehariannya bertugas untuk memegang palu keadilan bagi pencari keadilan sengketa informasi melalui proses ajudikasi nonlitigasi ingin sedikit berbagi dengan para pembaca yang budiman tentang bagaimana keadilan itu ditegakkan dalam memeriksa dan memutus suatu perkara.
Tentu saja penulis terbuka untuk dikoreksi jika pandangan Penulis kurang tepat, atau malah tidak tepat sama sekali. Anggaplah tulisan ini sebagai bahan diskusi semata.
ADVERTISEMENT
*
Keadilan Majelis yang memeriksa dan memutus suatu perkara, menurut hemat penulis, adalah keadilan berdasar fakta persidangan. Majelis tidak dibenarkan sama sekali memutus suatu perkara kecuali berdasarkan fakta-fakta persidangan yang telah dituangkan dalam Berita Acara Persidangan, yaitu Berita Acara yang memuat bagaimana jalannya persidangan untuk setiap persidangan, di mana Berita Acara Persidangan merupakan Akta Otentik.
Putusan Majelis akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan Jaksa Penuntut dan Penasihat Hukum dalam mengkonstruksikan dalilnya dan membuktikan dalilnya tersebut disertai dengan alat bukti yang memiliki kekuatan pembuktian di depan persidangan tentang terpenuhi atau tidak terpenuhinya unsur-unsur dalam pasal yang didakwakan sehingga menjadi fakta persidangan yang membawa keyakinan Majelis.
Jika Majelis sudah bersungguh-sungguh untuk menggali kebenaran formil dan materiil dalam persidangan untuk meyakinkan Majelis bahwa terpenuhi atau tidak terpenuhi unsur, terbukti atau tidak terbukti unsur, dengan didukung alat bukti yang kuat, maka apapun Putusan Majelis, menurut hemat penulis, apakah Majelis memutus bersalah atau tidak bersalah seorang terdakwa, maka Majelis sudah menegakkan keadilan, walaupun dikemudian hari terbukti Putusan itu salah sekalipun.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, jika Majelis tidak bersungguh-sungguh untuk menggali kebenaran formil dan materiil dalam persidangan untuk meyakinkan Majelis bahwa terpenuhi atau tidak terpenuhi unsur, terbukti atau tidak terbukti unsur, dengan didukung alat bukti yang kuat, apalah lagi jika Majelis condong kepada salah satu pihak, menurut hemat penulis, apakah Majelis memutus bersalah atau tidak bersalah seorang terdakwa, Majelis sudah berlaku tidak adil dan meruntuhkan keadilan, walaupun kemudian hari terbukti Putusan itu benar sekalipun.
*
Kembali ke pertanyaan awal, apakah Majelis yang memeriksa dan memutus bersalah terhadap Terdakwa Dr. Habib Rizieq Shihab pada pengadilan pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang Putusannya dibacakan dalam persidangan yang terbuka untuk umum pada hari Kamis (24/6) sudah adil?
ADVERTISEMENT
Jawabannya: hanya Tuhan Yang Maha Esa dan Majelis Hakim itu sendiri yang tahu.
Dan Tuhan Yang Maha Esa itu juga yang berhak dan akan meminta pertanggungjawaban kepada sang Hakim atas Putusannya, termasuk dan tidak terbatas atas Putusan yang dijatuhkan kepada Terdakwa Dr. Habib Rizieq Shihab.
Bukankah Hakim itu wakil Tuhan di muka bumi yang karena itu irah-irah Putusan menyandarkannya pada Tuhan Yang Maha Esa: Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa?
Jika salah Putusannya namun Putusan itu dibuat berdasarkan fakta persidangan yang digali dengan sungguh-sungguh dalam persidangan demi menemukan kebenaran formil dan materiil dan melahirkan keyakinan Majelis, yang dengan pertimbangan itu Putusan dibuat, maka jika sekalipun salah Putusannya sang Hakim tetap akan mendapatkan ganjaran pahala 1 (satu) di hadapan Tuhan Yang Maha Esa. Apalagi jika Putusannya benar maka ganjaran 2 (dua) pahala telah menunggu.
ADVERTISEMENT
*
Sebagai penutup, penulis meyakini bahwa keadilan itu hidup, berkembang dan dapat kita rasakan dalam kehidupan keseharian kita sebagai sebuah bangsa.
Demokrasi punya ungkapan: suara rakyat adalah suara Tuhan.
Keadilan punya ungkapan: rasa adil itu hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Itu pulalah yang mendasari Komisi Informasi Pusat (KI Pusat) selalu gigih mengimbau agar Cabang Kekuasaan Yudikatif senantiasa meningkatkan Keterbukaan Informasi Publik dalam menjalankan dan mengelola lembaga-lembaga Cabang Kekuasaan Yudikatif, agar rasa keadilan yang hidup dan berkembang di tengah masyarakat tersebut dibarengi dengan keutuhan informasi mengenai lembaga peradilan beserta Putusannya.
Terima kasih, semoga rasa keadilan yang hidup dan berkembang di tengah masyarakat Indonesia senantiasa sama dengan bunyi pertimbangan dan Putusan lembaga peradilan Indonesia, aamiin
ADVERTISEMENT