Konten dari Pengguna

Berani Mimpi

Hendra J Kede
Ketua Dewan Pengawas YLBH Catur Bhakti / Partner pada Kantor Hukum E.S.H.A and Partners / Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI 2017-2022 / Ketua Pengurus Nasional Mapilu-PWI 2003-2013 / Wakil Ketua Dept. Kerjasama dan Komunikasi Umat ICMI Pusat
22 Januari 2025 12:53 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hendra J Kede tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mantan Presiden Donald Trump memberi isyarat saat berbicara kepada para pendukungnya selama Reli Save America di Sarasota Fairgrounds di Sarasota, Florida, AS 3 Juli 2021. Foto: Octavio Jones/Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Presiden Donald Trump memberi isyarat saat berbicara kepada para pendukungnya selama Reli Save America di Sarasota Fairgrounds di Sarasota, Florida, AS 3 Juli 2021. Foto: Octavio Jones/Reuters
ADVERTISEMENT
Saat itu, 2017, Donald J. Trump baru menjalani tahun pertamanya sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) periode 2017-2021 setelah memenangkan pilpres yang sangat dramatis dalam sejarah AS.
ADVERTISEMENT
Saat itu, lawan tandingnya, Hillary R. Clinton, capres perempuan pertama AS yang separtai dengan presiden dari Partai Demokrat yang sedang berkuasa, diprediksi bisa menang mudah. Hampir seluruh lembaga survei memprediksi dia akan menang mudah. Namun ternyata, di hari pemilihan, dia kalah dari Trump, capres Partai Republik yang tak diunggulkan.
Hebohnya Pilpres AS saat itu serasa mengalahkan kehebohan Barack Obama sebagai capres kulit hitam pertama yang menang sebelumnya. Kehebohan itu terasa masuk ke setiap kehidupan negara lain di dunia dan ruang-ruang diskursis. Tak terkecuali dalam kelas training kader sebuah organisasi berbasis keagamaan, Pelajar Islam Indonesia (PII), tempat saya jadi Instruktur Lokal (Inlok).
Dalam diskusi selama hampir dua jam di siang itu, peserta hampir sampai pada kesimpulan bahwa Hillary R. Clinton adalah pilihan rasional umat Islam Amerika jika dibandingkan dengan Donald Trump dengan berbagai alasan dan argumentasi.
ADVERTISEMENT
Sebelum kesimpulan akhir hampir dirumuskan. Saya sebagai Inlok menyampaikan sebuah informasi, Hillary R. Clinton merupakan pendukung dan pejuang terdepan dan akan menjadikan isu penerimaan terhadap LGBT ke dalam agenda utama kepresidenannya, termasuk dalam kebijakan luar negerinya. Sementara Donald J. Trump sebaliknya.
Diskusi berakhir. Kesimpulan tidak jadi diambil. Isu ini nampaknya terlupakan untuk dipertimbangkan saat diskusi tadi. Saya sebagai Inlok tentu senang karena diskusi training hanya akan menjadi proses dokrinasi jika diakhiri dengan sebuah kesimpulan. Toh yang penting proses diskusinya.
Presiden AS Donald Trump menyampaikan perintah eksekutif saat parade perdana di dalam Capital One Arena pada hari pelantikan masa jabatan presiden keduanya, di Washington, AS, Senin (20/1/2025). Foto: Carlos Barria/REUTERS
Senin, 20 Januari 2025, Donald J. Trump yang mengalahkan capres Partai Demokrat, Kemala Harris, dalam Pilpres AS November 2024 lalu, menegaskan dengan tanpa aling-aling dalam pidato pelantikannya sebagai Presiden AS periode 2025-2029, AS di bawah kepresidenannya hanya mengakui dua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan.
ADVERTISEMENT
Tidak ada satu pun mantan Presiden dan mantan Ibu Negara Amerika Serikat dari partai Demokrat yang hadir saat pelantikan Donald Trump tersebut yang bertepuk tangan, Bill Clinton, Obama, Joe Biden, Hillary Clinton, Jill Biden. Sementara kalangan Partai Republik menyambutnya dengan melakukan standing applause.
Saya membayangkan, jika ada peserta training tahun 2017 dan saya sebagaimana saya tulis di awal tulisan ini menghadiri pelantikan Presiden Donald J. Trump Senin (20/1/2025) kemaren di Gedung Kongres AS, mereka kayaknya akan ikut standing applause bersama saya.
Itulah alasan pertama saya menulis tulisan ini setelah mengikuti pidato pelantikan Presiden Donald J. Trump melalui siaran ulang salah satu televisi swasta Indonesia.
Ya, saya sangat sependapat dalam hal gender ini dengan Presiden Trump. Saya sangat sependapat bahwa seorang Presiden harus punya keberpihakan jelas terkait isu ini. Keberpihakan kepada hanya ada dua jenis gender.
CEO Tesla dan SpaceX, Elon Musk, memberi isyarat ketika ia berbicara dalam parade perdana di dalam Capitol One Arena, di Washington, DC, Senin (20/1/2025) waktu setempat. Foto: Angela Weiss/AFP
Elon Musk terlihat hadir dan merupakan tamu sangat penting dalam seremoni pelantikan Presiden AS Donald J. Trump periode 2025-2029, bahkan terlihat sangat menikmati dan bahagia acara tersebut.
ADVERTISEMENT
Saat Presiden Trump menyatakan Amerika akan mengirim astronot ke planet Mars, kamera menyorot Elon Musk yang sedang tertawa bahagia penuh kemenangan sambil mengangkat dua jempol ke arah kamera. Sangat bahagia sekali nampaknya.
Sebelum bicara topik mengirim astronot ke planet Mars, Presiden Trump sempat menyatakan suatu kalimat yang sangat menarik perhatian saya.
Presiden Trump secara implisit menyatakan bahwa hidup tidaknya sebuah negara sangat erat kaitannya dengan ada tidaknya negara tersebut memiliki sebuah ambisi.
"Ambisi adalah urat nadi sebuah negara..." tegas Presiden Trump diiringi teluk tangan meriah hadirin.
Kalimat Presiden Trump tersebut menjadi alasan kedua saya membuat tulisan ini karena mengingatkan saya pada pidato pelantikan Presiden Prabowo beberapa waktu lalu.
Pertimbangan ketiga tulisan ini saya buat adalah kalimat Presiden Trump berikut.
ADVERTISEMENT
Sekali lagi saya setuju. Bagi saya, jargon tidak kawan maupun lawan abadi dalam politik sangat bisa dijelaskan dalam perspektif kalimat Presiden Trump ini.
Pertimbangan keempat dan terakhir adalah kalimat pendek Presiden Donald J. Trump yang seolah menghubungkan ketiga alasan di atas.
"...kita akan berani bermimpi kembali....."
Pada lubuk hati saya terdalam, saat mendengar kalimat terakhir itu terbesit sebuah kesadaran.
Kesadaran tentang tidak ada satu halangan pun bagi negara bangsa kita Indonesia untuk berani bermimpi, untuk berani bekerja sama mewujudkan mimpi bersama itu, seperti keberanian bermimpinya George Washington tentang negara bangsa Amerika dua setengah abad lalu.
Aduhai......
Betapa indahnya jika keberanian itu menjadi kesadaran kolektif negara bangsa kita, Indonesia: Berani mimpi.
ADVERTISEMENT
Berani bergandengan tangan sesama anak negara bangsa Indonesia, bekerja sama demi bertambahnya huruf "n" di belakang kalimat itu : Berani mimpin.
Lalu, ujungnya, visinya, misinya, tagline-nya terangkai indah : Berani mimpi mimpin dunia.
Memimpin dunia melalui inspirasi bukan invasi, apalagi invasi militer.
Mari... mari.... mari..... mari Bung....
Berani mimpi