Konten dari Pengguna

Bharada E Tak Dipecat, Haruskah Kapolri Bentuk KKEP PK?

Hendra J Kede
Ketua Dewan Pengawas YLBH Catur Bhakti / Partner pada Kantor Hukum E.S.H.A and Partners / Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI 2017-2022 / Ketua Pengurus Nasional Mapilu-PWI 2003-2013 / Wakil Ketua Dept. Kerjasama dan Komunikasi Umat ICMI Pusat
27 Februari 2023 7:46 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hendra J Kede tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Richard Eliezer menghadiri sidang etik. Foto: Polri
zoom-in-whitePerbesar
Richard Eliezer menghadiri sidang etik. Foto: Polri
ADVERTISEMENT
Komisi Kode Etik Polisi (KKEP) telah memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran Kode Etik Polisi atas nama Bharada Richard Eliezer (Bharada E).
ADVERTISEMENT
Divisi Humas Polri mengkonfirmasi bahwa pemeriksaan dilakukan KKEP terhadap Bharada Richard Eliezer dan 8 (delapan) orang saksi (22/2/2023). Putusannya, Bharada Richard Eliezer tidak diberhentikan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah putusan KKEP tersebut telah memberikan rasa keadilan bagi korban dan keluarga korban?
Apakah putusan KKEP tersebut telah memenuhi rasa keadilan yang hidup dan berkembang di tengah masyarakat dan meningkatkan rasa aman bagi masyarakat luas?
Apakah putusan KKEP tersebut dapat memberikan efek jera di masa yang akan datang sehingga tidak akan ada lagi anggota Polri yang akan dengan gampang merampas nyawa aparat penegak hukum, apalagi nyawa masyarakat?

Bharada RE Pelaku Turut Serta Pembunuhan Berencana Anggota Polri

Terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat, Richard Eliezer alias Bharada E, tiba untuk menjalani sidang dengan agenda pembacaan pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (25/1/2023). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
Pemeriksaan oleh KKEP dilakukan setelah Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) membacakan putusan atas tindak pidana pembunuhan berencana dengan terdakwa Bharada Richard Eliezer.
ADVERTISEMENT
Majelis Hakim PN Jaksel dalam putusannya menyatakan Bharada Richard Eliezer terbukti secara sah dan meyakinkan berdasarkan fakta-fakta persidangan sebagai pelaku turut serta pembunuhan berencana terhadap (alm) Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Josua.
Seluruh pembelaan Penasihat Hukum (PH) Bharada Richard Eliezer ditolak dan dikesampingkan Majelis Hakim dalam pertimbangan putusannya.
Putusan dijatuhkan dengan juga mempertimbangkan status Bharada Richard Eliezer sebagai Justice Collaborator (JC), rekomendasi dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan adanya maaf yang diberikan oleh kedua orang tua (alm) Brigadir Josua, serta mempertimbangkan masukan dari beberapa Sahabat Pengadilan (amicus curiae)
Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E memberikan salam sidang lanjutan terkait dugaan pembunuhan berencana Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari ini, Senin (28/11/2022). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Majelis Hakim PN Jaksel yang dipimpin Yang Mulia Wahyu Imam Santoso menjatuhkan pidana 1 tahun 6 bulan penjara terhadap Bharada Richard Eliezer, jauh di bawah tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut 12 (dua belas) tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Bharada Richard Eliezer bukan saja divonis sangat ringan dibandingkan dengan vonis terdakwa lain yang terlibat pembunuhan berencana terhadap Brigadir Josua.
Namun juga satu-satunya terdakwa yang divonis di bawah tuntutan JPU. Terdakwa lain semuanya divonis jauh di atas tuntutan JPU, bahkan ada yang dijatuhi pidana mati.
Putusan Majelis Hakim PN Jaksel tanpa dissenting opinion tersebut dipandang sebagai putusan yang memberikan rasa keadilan yang hidup dan berkembang di tengah masyarakat dan juga dipandang dapat memberikan rasa keadilan kepada keluarga korban, serta menjamin siapa pun di masa depan yang bersedia menjadi JC akan menuai manfaat.
Irjen Pol Ferdy Sambo bersama Bharada E. Foto: Dok. Istimewa
Hukuman ringan tersebut bukan karena tidak terbuktinya keterlibatan Bharada Richard Eliezer dalam pembunuhan berencana terhadap sesama anggota Polri dengan ancaman hukuman mati, malah sebaliknya, sangat terbukti.
ADVERTISEMENT
Hukuman ringan tersebut lebih karena mempertimbangkan nilai dan dampak positif pada penegakan hukum dari kesaksian Bharada Richard Eliezer sebagai JC, terlepas dari apa yang menjadi motivasi Bharada Richard Eliezer mengajukan diri sebagai JC tersebut.
Apakah karena kesadaran hukum dan keadilan bagi korban yang muncul setelah melakukan perbuatan pidana pembunuhan berencana terhadap sesama anggota Polri, atau semata karena ketakutan divonis hukuman sangat berat, seperti hukuman mati.
Baik JPU maupun Bharada Richard Eliezer, beserta Penasihat Hukumnya, tidak mengajukan upaya hukum banding. Terdakwa Bharada Richard Eliezer membenarkan semua pandangan hukum Majelis Hakim dan menerima putusannya. Begitu juga dengan Jaksa Penuntut Umum.
Putusan Majelis Hakim PN Jaksel itupun menjadi inkrah atau berkekuatan hukum tetap sehingga sudah dapat dieksekusi. Bharada Richard Eliezer pun berubah status dari Terdakwa menjadi Terpidana.
ADVERTISEMENT

Putusan Sangat Ringan KKEP Menimbulkan Rasa Khawatir Masyarakat?

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan (tengah) memberikan keterangan kepada media terkait hasil sidang kode etik Bharada Richard Eliezer atau Bharada E di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (22/2/2023). Foto: Muhammad Adimaja/Antara Foto
Namun yang mengagetkan adalah putusan Komisi Kode Etik Polisi (KKEP). Terhadap seorang penegak hukum, anggota kepolisian, yang terbukti sebagai pelaku turut serta pembunuhan berencana terhadap anggota kepolisian lain dengan alasan pribadi, hanya dijatuhi hukuman demosi selama 1 tahun.
Penulis tidak tahu bagaimana pandangan pembaca yang budiman, namun penulis sebagai warga masyarakat merasakan putusan KKEP ini tidak menimbulkan rasa keadilan dalam diri penulis, menimbulkan kegelisahan dan kekhawatiran pada diri penulis. Dan penulis meyakini putusan ini juga tidak akan memberikan efek jera di masa depan.
Terlebih setelah membaca berita di media masa di mana Ayah (alm) Brigadir Josua menyesalkan dan terlihat tidak terima dengan putusan KKEP ini.
ADVERTISEMENT
Penulis semakin yakin bahwa putusan KKEP terkait dugaan pelanggaran Kode Etik Polisi oleh Bharada Richard Eliezer ini, tidak mampu memberikan rasa keadilan dan tidak mampu memberikan efek jera sehingga berpotensi menimbulkan rasa was-was di tengah masyarakat.
Keluarga Brigadir Yosua menunjukkan foto kedekatan dengan Irjen Ferdy Sambo. Foto: Facebook/Rohani Simanjuntak
Pernyataan Ayah (alm) Brigadir Josua bertolak belakang dengan respons beliau dan Ibunda (alm) Brigadir Josua sesaat setelah Ketua Majelis Hakim PN Jaksel menjatuhkan putusan 1 tahun 6 bulan penjara terhadap terdakwa pembunuhan berencana atas nama Bharada Richard Eliezer.
Kedua orang tua (alm) Josua terlihat sangat puas saat itu dan menyatakan rasa syukurnya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menyatakan terima kasih kepada Yang Mulia Majelis Hakim.
Dan yang lebih mengkhawatirkan bagi penulis adalah kesadaran yang mungkin berpotensi terbangun di alam bawah sadar personel kepolisian diseluruh pelosok negeri dengan berkaca dari peristiwa ini.
ADVERTISEMENT
Potensi munculnya kesadaran bahwa melakukan pembunuhan berencana tidak akan dihukum berat asal mau jadi JC, apalagi jika perintah pembunuhan itu datang dari atasan dengan pangkat mentereng, tetap akan bisa bekerja sebagai aparat penegak hukum, sebagai anggota Polri.
Kesadaran ini, jika memang muncul di kalangan Polri, tentu sangat berpotensi membangun kerisauan di tengah masyarakat luas. Bagaimana masyarakat luas tidak akan risau, perlindungan rasa aman dari kepolisian akan terusik karena adanya fakta bahwa pembunuh berencana terhadap anggota kepolisian saja masih dapat berdinas aktif kembali sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

Demi Ketenangan Masyarakat dan Keadilan Kapolri Perlu Bentuk KKEP PK?

Kapolri Jenderal Listyo Sigit saat memantau evakuasi korban helikopter jatuh di Jambi. Foto: Instagram/@listyosigitprabowo
Merujuk pada Pasal 83 Peraturan Polisi (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi  dan Komisi Kode Etik Polri (Perpol 7/2022), dimungkinkan putusan KKEP terhadap Bharada Richard Eliezer dilakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK). Syaratnya Kapolri Jenderal Pol Drs. Listyo Sigit Prabowo sendiri yang memerintahkan itu, selain Kapolri tentu tidak bisa.
ADVERTISEMENT
Secara yurisprudensi hal ini pernah dilakukan Kapolri Jenderal Pol Drs. Listyo Sigit Prabowo beberapa waktu lalu yaitu terkait putusan KKEP yang 'hanya' menjatuhkan sanksi demosi terhadap AKBP Brotoseno dan kembalinya AKBP Brotoseno sebagai Polisi aktif setelah menjalani hukuman pidana yang dijatuhkan pengadilan.
Komisi Kode Etik Polisi Peninjauan Kembali (KKEP PK) yang dibentuk Kapolri dalam putusannya menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PDTH) kepada AKBP Brotoseno.
Menurut hemat penulis, Kapolri Jenderal Pol Drs. Listyo Sigit Prabowo seyogyanya mendengarkan rasa ketidakadilan yang disuarakan Ayahanda (alm) Brigadir Josua atas putusan KKEP yang 'hanya' berupa demosi 1 tahun kepada Bharada Richard Eliezer, sebagaimana Kapolri mendengarkan masyarakat atas kasus AKBP Brotoseno.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit menggelar konpers terkait upaya penegakan hukum pengaturan skor di sepak bola Indonesia di GBK, Senayan, Jakarta, Minggu (19/2). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Menurut hemat penulis, Kapolri Jenderal Pol Drs. Listyo Sigit Prabowo seyogyanya segera menjalankan protokol pasal 84 Perpol 7/2022 yaitu dengan membentuk Tim Peneliti, yaitu tim untuk meneliti Putusan KKEP yang memeriksa, mengadili, dan memutus dugaan pelanggaran Kode Etik oleh Bharada Richard Eliezer yang berujung 'hanya' berupa demosi 1 tahun.
ADVERTISEMENT
Menurut hemat penulis, setelah Tim Peneliti bekerja, seyogyanya Kapolri Jenderal Pol Drs. Listyo Sigit Prabowo segera membentuk Komisi Kode Etik Polisi Peninjauan Kembali (KKEP PK) untuk kembali memeriksa, mengadili, dan memutus dugaan pelanggaran Kode Etik oleh Bharada Richard Eliezer.
Sebab, Bharada E terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap anggota Polri yaitu (alm) Brigadir Josua, sebagaimana dilakukan Kapolri membentuk KKEP PK dalam kasus AKBP Brotoseno.
Kita semua tahu dan paham bahwa Kasus AKBP Brotoseno tidaklah sedahsyat kasus pembunuhan berencana terhadap (alm) Brigadir Josua dalam menyedot perhatian publik.
Raden Brotoseno. Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
AKBP Brotoseno tidak menghilangkan nyawa masyarakat, apalagi menghilangkan nyawa aparat penegak hukum secara sadis. AKBP tidak melakukan pembunuhan berencana terhadap aparat penegak hukum anggota Polri.
ADVERTISEMENT
Tindak pidana yang dilakukan AKBP Brotoseno tidak diancam dengan ancaman hukuman mati oleh Undang Undang. Toh AKBP Brotoseno diberhentikan dari Polri.
Menurut hemat penulis, kalaupun status JC  Bharada Richard Eliezer dan kata maaf dari kedua orang tua (alm) Josua akan dipertimbangkan oleh KKEP PK, maka itu tidaklah sampai menerima kembali Bharada Richard Eliezer berdinas aktif di Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Menurut hemat penulis, keringanan yang dapat diberikan kepada Bharada Richard Eliezer atas perannya sebagai JC dan adanya kata maaf dari kedua orang tua (alm) Brigadir Josua adalah pemberian kesempatan kepada Bharada Richard Eliezer untuk mengundurkan diri dari Polri tanpa ada embel-embel nantinya "Pemberhentian dengan hormat berdasarkan pengunduran diri", cukup dengan "Pemberhentian atas pengunduran diri".
ADVERTISEMENT
Jangan lupa, yang terbunuh itu bukan saja anak dari seorang Ayah dan Ibu biologisnya, namun yang terbunuh itu adalah juga 'anak' dari Kapolri Jenderal Pol Drs. Listyo Sigit Prabowo sendiri.
Brigadir Josua adalah Polisi muda potensial yang berada dalam naungan dan perlindungan Kapolri sebagai Bapak seluruh Bhayangkara dan Bhayangkari yang mungkin merasa terciderai perasaan keadilan mereka oleh kelakuan Bharada Richard Eliezer yang turut serta membunuh salah satu anggota keluarga besar Polri juga, yaitu (alm) Brigadir Josua.

Harapan sebagai Penutup

Ilustrasi Polri. Foto: Herwin Bahar/Shutterstock
Penulis punya keyakinan, para pembaca sekalian yang budiman setuju dengan pandangan penulis bahwa institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) haruslah bebas sebebas-bebasnya dari keberadaan pelaku tindak pidana, apalah lagi dari pelaku tindak pidana pembunuhan berencana yang dalam aksinya menggunakan senjata yang dibeli dari uang pajak rakyat Indonesia, apalah lagi dari orang yang menggunakan senjata milik negara untuk membunuh secara keji sesama aparat penegak hukum, anggota Polri yang sangat kita cintai bersama.
ADVERTISEMENT
Mari kita sama-sama berdoa dan menunggu langkah bijaksana Kapolri Jenderal Pol Drs. Listyo Sigit Prabowo agar kekhawatiran masyarakat atas rasa aman dapat dihilangkan karena efek peristiwa ini.
Mari kita sama-sama berdoa dan menunggu langkah bijaksana Kapolri Jenderal Pol Drs. Listyo Sigit Prabowo agar rasa keadilan atas  KKEP PK itu dapat dirasakan oleh kedua orang tua (alm) Josua dan oleh seluruh rakyat Indonesia, khususnya oleh keluarga besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, 'anak-anak' Kapolri Jenderal Pol Drs. Listyo Sigit Prabowo.