Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Darah 2 Kerajaan, Jawa dan Minang, Mengalir dalam Diri Calon Raja Jawa
14 Agustus 2021 7:07 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Hendra J Kede, ST, SH, MH, GRCE, Mediator tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Oleh: Hendra J Kede
Masyarakat Mangkunegaran di Wonogiri
Innalillahi wa inna ilaihi raji'un
ADVERTISEMENT
Turut berduka cita mendalam atas berpulangnya ke haribaan Allah SWT Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara Senopati Ing Ayudha Sudibyaningprang IX (KGPAA Mangkunegara IX) di Jakarta, pada hari Jumat (13/8). Beliau akan dimakamkan sesuai agama Islam dan adat Jawa Mangkunegaran di Astana Girilayu, Karanganyar, pada Minggu (15/8).
Sebagai warga Wonogiri, Jawa Tengah—pernikahan (Putra Mantu), wilayah yang sebelum Kemerdekaan Republik Indonesia merupakan salah satu Kabupaten Anom dari empat Kabupaten Anom yang merupakan wilayah Mangkunegaran (Kota Mangkunegaran, Wonogiri, Karanganyar, dan Baturetno), bahkan Wonogiri merupakan basis perjuangan Raden Mas Said (Mangkunegara I), penulis dan keluarga mengucapkan duka cita mendalam atas berpulangnya KGPAA Mangkunegara IX ke haribaan Allah SWT—semoga beliau husnul khatimah dan keluarga besar Mangkunegara yang ditinggalkan sabar dengan cobaan ini, aamiin.
ADVERTISEMENT
Di samping beliau sebagai penguasa Kadipaten Mangkunegara, penulis sebagai orang Minangkabau, Sumbar, juga memandang beliau sebagai sebagai Semenda (Putra Mantu) Minangkabau, yaitu saat beliau menjadi suami Ibu Sukmawati Sukarnoputri, anak Ibu Fatmawati, anak Ibu Siti Chadijah, anak Fatimah Dewi yang merupakan cucu kandung Raja terakhir Kerajaan Indrapura di Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Sehingga dengan demikian beliau juga adalah Ayah kandung dari anak keponakan Minangkabau yang menganut sistem kekerabatan berdasarkan garis Ibu (matrilineal).
*
Calon KGPAA Mangkunegara X hanya dua orang yaitu Gusti Pangeran Haryo (GPH) Paundrakarna Jiwo Suryonegoro sebagai anak laki-laki tertua dari istri pertama dan GPH Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo sebagai anak laki-laki kedua dari istri kedua.
Pada diri GPH Paundrakarna Jiwo Suryonegoro tidak saja mengalir darah kerajaan Mataram Islam (Mangkunegara) dari garis Bapak sesuai sistem kekerabatan patrilineal. Namun juga mengalir darah kerajaan Indrapura (Sumbar) dari garis Ibu sesuai kekerabatan matrilineal. Ditambah darah Putra Sang Fajar Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia, Bung Karno. Dan tentu saja darah bangsawan Bali dari garis Ibunda Bung Karno walaupun Bali menganut sistem kekerabatan patrilinial.
ADVERTISEMENT
GPH Paundrakarna Jiwo Suryonegoro dalam sistem kekerabatan matrilineal Minangkabau yang berdasarkan garis Ibu memiliki hak penuh atas segala hak yang dimiliki laki-laki Minangkabau, termasuk dan tidak terbatas untuk menyandang gelar Pusako Tinggi.
*
Gelar Kepangeranan yang disandang kedua putra laki-laki GKPAA Mangkunegara IX sama yaitu sama-sama Gusti Pangeran Haryo (GPH).
Belum ada penunjukan simbolik Putra Mahkota Kadipaten Mangkunegara seperti penunjukan simbolik Putra Mahkota Kesultanan Yogyakarta berupa penyerahan keris Kiai Jaka Piturun oleh Sultan Hamengku Buwono VIII kepada salah satu putra beliau yang kelak menjadi Sultan Hamengku Buwono IX.
Melihat penobatan raja-raja cabang-cabang kerajaan Mataram Islam pada masa kemerdekaan Indonesia (Kasusunanan Surakarta, Kesultanan Yogyakarta, Kadipaten Mangkunegaran, dan Kadipaten Pakualaman) di mana tidak ada penunjukan yang jelas dari penguasa yang wafat tentang siapa yang akan menggantikannya dan belum ada penobatan Putra Mahkota, maka pengganti biasanya adalah anak laki-laki tertua dengan gelar kepangeranan tertinggi.
ADVERTISEMENT
Saat Sultan Hamengku Buwono IX wafat tanpa surat wasiat pengganti dan belum ada penobatan Putra Mahkota maka yang dinobatkan sebagai Sultan Hamengku Buwono X adalah Pangeran putra tertua beliau (1989).
Begitu juga saat KGPAA Paku Alam VIII wafat tanpa surat wasiat penerusnya dan belum ada penobatan Putra Mahkota maka yang dinobatkan sebagai KGPAA Paku Alam IX adalah Pangeran putra tertua (1999).
Begitu juga saat Susuhunan Pakubuwono XII wafat tanpa surat wasiat penerusnya,dan belum ada penobatan Putra Mahkota maka yang dinobatkan sebagai Susuhunan Pakubuwono XIII adalah Pangeran putra tertua (2004).
Melihat dari itu, nampaknya yang akan menduduki Singgasana Mangkunegaran dengan gelar KGPAA Mangkunegara X adalah Pangeran putra tertua beliau yaitu GPH Pundrakarna Jiwo Suryonegoro.
ADVERTISEMENT
Kalau ini benar-benar terjadi maka penguasa Mangkunegaran benar-benar seorang yang dalam tubuhnya mengalir banyak darah kebangsawanan dari pelosok nusantara: Bangsawan Mataram Islam (Mangkunegara), Bangsawan Minangkabau (Kerajaan Indrapura di Pesisir Selatan, Sumbar), darah kasta Kesatria Bali, Ibu Ida Ayu Nyoman Rai; dan darah pejuang bangsa, Proklamator Kemerdekaan Indonesia, Bung Karno.
*
Sekali lagi, sebagai penutup, semoga (alm) KGPAA Mangkunegara IX husnul khatimah, dan semoga pewarisnya membawa kebahagiaan dan kebaikan bagi keluarga besar Mangkunegara khususnya dan masyarakat pada umumnya, aamiin.