Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.7
26 Ramadhan 1446 HRabu, 26 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Pengiriman Kepala Babi ke Media Tempo Pasti Teror terhadap Pers?
24 Maret 2025 11:47 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Hendra J Kede, ST, SH, MH, GRCE, Mediator tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Kantor media Tempo mendapat kiriman kepala babi tanpa badan.
Selang berapa hari kemudian, kantor media Tempo mendapat kiriman kedua. Kali ini yang dikirim adalah badan tikus tanpa kepala.
ADVERTISEMENT
Setelah kejadian ini diketahui publik, maka hebohlah jagat raya Indonesia dengan narasi seolah tunggal: pengiriman kepala babi tanpa badan dan badan tikus tanpa kepala itu merupakan serangan dan teror terhadap kebebasan pers Indonesia.
Saya sebagai jurnalis dan juga aktivis hukum otomatis saja agak sedikit terkejut dan malu juga dengan narasi seolah tunggal itu.
Kok terkejut dan malu? Aneh saja bagi saya, tidak diketahui siapa yang mengirim kepala babi tanpa badan dan tikus tanpa kepala itu dan tidak diketahui juga motif pengirimannya ke media Tempo, kok sudah terbangun narasi tunggal, seolah itu sudah pasti serangan dan teror terhadap kerja dan karya jurnalistik, serangan dan teror terhadap kebebasan pers.
Seolah kalau kepala babi dan tikus tanpa kepala dikirim ke kantor media sudah pasti hanya punya motivasi tunggal: menyerang dan meneror kebebasan pers.
ADVERTISEMENT
Tidak tanggung-tanggung, sekelas Ketua Dewan Pers, Dr. Ninik Rahayu, juga ikut dalam arus narasi tunggal itu melalui pernyataannya di beberapa media.
Hasan Nasbi sebagai Kepala Komunikasi Kepresiden malah keseleo lidah dalam menanggapi isu kepala babi dan tikus tanpa kepala ini dan berujung jadi bulan-bulanan publik.
Namun wajar juga sih kalau Hasan Nasbi jadi bulan-bulanan publik. Di saat narasi tunggal serangan dan teror terhadap kebebasan pers mengemuka, seorang Kepala Komunikasi Presiden bisa-bisanya bilang begitu. Wajar dong kita insan pers tersinggung.
Coba kalau Hasan Nasbi menunjukkan empati dan bersamaan dengan itu memberikan kemungkinan perspektif lain yang bisa saja menjadi alasan pengiriman kepala babi dan badan tikus ini. Pasti beda publik memandang maqom seorang Kepala Komunika Kepresidenan ini.
ADVERTISEMENT
Belum lagi tokoh kampus, tokoh LSM, dan lain sebagainya, bahkan orang yang dipandang mengerti hukum seolah ikut mengamini narasi tunggal tersebut. Ikut narasi serangan bahkan teror terhadap kebebasan pers Indonesia.
Padahal bisa saja pengiriman kepala babi tanpa badan dan badan tikus tanpa kepala itu karena motif lain dengan alasan lain pula yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan kerja-kerja dan karya-karya jurnalistik wartawan media Tempo.
Sebutlah, misalnya, pengirimnya dilakukan mantan karyawan yang sakit hati karena dipecat atau karena urusan pesangon atau karena alasan lain.
Bukankah kerja jurnalistik itu kerja-kerja yang mendasarkan karyanya pada fakta, bukan asumsi dan opini?
Apalagi opini tanpa fakta yang dinarasikan itu terasa menyudutkan kelompok-kelompok tertentu, sama sekali dilarang dan berbahaya itu dalam kerja jurnalistik.
ADVERTISEMENT
Lebih parah dan berbahaya lagi kalau terbangun asumsi di publik kalau pengiriman itu dilakukan aparat negara, padahal belum tentu benar, dan tidak didukung bukti yang kuat.
Bisa-bisa mengarah menjadi fitnah berjemaah dengan derigennya pilar ke empat demokrasi, pers. Kan kacau itu. Harus dicegah itu.
Apalagi di zaman medsos memimpin opini ini dan isu terzolimi sangat efektif mendapatkan empati publik, maka fakta jurnalistik haruslah menjadi pedoman dalam membangun narasi atas sebuah peristiwa, termasuk peristiwa pengiriman kepala babi tanpa badan dan badan tikus tanpa kepala.
Namun kalau ditemukan fakta tak terbantahkan yang mengarah pada kesimpulan bahwa pengiriman kepala babi dan tikus tanpa kepala ke media Tempo disebabkan kerja-kerja jurnalistik jurnalis Tempo, hanya ada satu kata: LAWAN!
ADVERTISEMENT