Prabowo Bantu Partai Demokrat Tidak Tereliminasi sebagai Peserta Pemilu 2024?

Hendra J Kede
Ketua Dewan Pengawas YLBH Catur Bhakti / Partner pada Kantor Hukum E.S.H.A and Partners / Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI 2017-2022 / Ketua Pengurus Nasional Mapilu-PWI 2003-2013 / Wakil Ketua Dept. Kerjasama dan Komunikasi Umat ICMI Pusat
Konten dari Pengguna
9 Maret 2023 9:04 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hendra J Kede tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Presiden Joko widodo menerima Wakil Presiden Ma'ruf Amin di Istana Merdeka, Jakarta pada Senin (9/5/2022). Foto: Kris/Biro Pers Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko widodo menerima Wakil Presiden Ma'ruf Amin di Istana Merdeka, Jakarta pada Senin (9/5/2022). Foto: Kris/Biro Pers Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
Malam itu penulis sudah menyiapkan sebuah tulisan lepas. Namun belum penulis putuskan apakah akan dikirim ke kumparan untuk dinaikan atau tidak. Masih menunggu esok harinya. Waktu itu malam Kamis, tanggal 9 Agustus 2018.
ADVERTISEMENT
Hari itu, sore menjelang malam, bertempat di salah satu restoran di daerah Menteng, Jakarta Pusat, walaupun didahului simpang siurnya Bakal Calon Wakil Presiden (Bacawapres) yang akan mendampingi Bakal Calon Presiden (Bacapres) Jokowi, akhirnya Koalisi Indonesia Kerja (KIK) secara resmi diumumkan pasangan Bacapres/Bacawapres Koalisi Indonesia Kerja yaitu Jokowi-Ma'ruf Amin.
Parpol parlemen yang hadir saat deklarasi adalah PDI-P, Partai Golkar, PPP, PKB, Partai Nasdem, dan Partai Hanura. Ditambah beberapa pimpinan parpol non parlemen.
Kehadiran semua pimpinan parpol Koalisi Indonesia Kerja pada malam itu, baik parpol yang punya kursi di parlemen maupun parpol non parlemen, menimbulkan kesan pada diri penulis bahwa tidak akan ada penambahan partai pengusung di luar partai yang hadir saat pengumuman tersebut.
Pertemuan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno di momen Idul Adha. Foto: Dok. Istimewa
Di lokasi lain, pada malam itu juga, sekitar jam 23.00 WIB,  Koalisi Indonesia Makmur (KIM) juga mendeklarasikan pasangan Bacapres/Bacawapres Prabowo-Sandiaga Uno. Ada 3 (tiga) partai yang punya kursi di parlemen hadir yaitu Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Amanat Nasional (PAN). Plus Partai Berkarya sebagai partai non parlemen.
ADVERTISEMENT
Beranjak dari fakta ini, penulis menyiapkan sebuah tulisan sebagaimana penulis maksud diawal tulisan ini. Tulisan itu terinspirasi dari fakta bahwa ada partai parlemen yang tidak hadir dalam deklarasi Bacapres/Bacawapres oleh salah satu koalisi dan menimbulkan spekulasi di publik kalau partai parlemen tersebut tidak bergabung dengan salah satu koalisi sebagai pengusung Bacapres/Bacawapres.

Judul tulisan yang penulis buat saat itu:

"Partai Demokrat Resmi Tereliminir sebagai Peserta Pemilu 2024"
Partai Demokrat Tereliminir sebagai peserta pemilu 2024? Kok bisa? Bukankah Indonesia saat itu sedang menghadapi dan menjalankan tahapan pelaksanaan Pemilu (Pileg dan Pilpres) 2019?
Ya, tereliminir dari Pemilu 2024. Tulisan tersebut beranjak dari fakta di atas bahwa sampai diumumkannya pasangan Prabowo-Sandi mendekati tengah malam, Partai Demokrat adalah satu-satunya partai parlemen yang tidak termasuk ke dalam salah satu koalisi pengusung Bacapres/Bacawapres.
ADVERTISEMENT
Pada sisi lain Partai Demokrat tidak memenuhi syarat untuk mengusung sendiri Bacapres/Bacawapres untuk Pilpres 2019 karena jumlah kursi parlemen maupun jumlah suara Partai Demokrat berdasarkan hasil Pemilu 2014 tidak mencapai ambang batas pencalonan pasangan Capres/Cawapres yaitu 20% kursi parlemen dan atau 25% suara nasional.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY (kiri) melantik Pengurus 17 DPC Partai Demokrat se-Sumatera Selatan di Palembang, Kamis (19/1/2023). Foto: Nova Wahyudi/Antara Foto
Pada sisi lain lagi, nampaknya tidak ada kemungkinan dibentuknya koalisi lain lagi untuk mencapai salah satu ambang batas tersebut, terutama dengan partai parlemen, karena semua parpol sudah menentukan pilihan dan mendeklarasikan Bacapres/Bacawapres.
Majelis Tinggi Partai Demokrat dikabarkan melakukan rapat intensif pada malam itu, terutama setelah Koalisi  Indonesia Makmur mendeklarasikan pasangan Bacapres/Bacawapres Prabowo-Sandi, tanpa kehadiran Partai Demokrat.
Esoknya, hari Jumat, tanggal 10 Agustus 2018, adalah batas akhir pendaftaran Bacapres/Bacawapres oleh partai atau gabungan partai ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
ADVERTISEMENT
Penulis menduga-duga, dalam tulisan saat itu, materi rapat Partai Demokrat. Dan penulis menduga, salah satu materi utama yang dibahas Majelis Tinggi Partai Demokrat terkait dengan Pasal 235 Ayat (5) Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Ilustrasi Partai Demokrat Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Ketentuan ini menyangkut nasib dan masa depan Partai Demokrat, menyangkut keberlangsungan Partai Demokrat, apakah tetap akan menjadi salah satu kekuatan parlemen di masa depan atau terhenti hanya sampai tahun 2024?
Pasal 235 Ayat (5) UU Pemilu secara lengkap berbunyi:
"Dalam hal Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang memenuhi syarat mengajukan Pasangan Calon (penulis: Pasangan Calon Presiden/Wakil Presiden) tidak mengajukan bakal Pasangan Calon, partai politik bersangkutan dikenai sanksi tidak mengikuti pemilu berikutnya"
ADVERTISEMENT
Saat itu penulis meyakini Rapat Majelis Tinggi Partai Demokrat sampai pada kesimpulan Partai Demokrat harus mengajukan salah satu di antara dua Bacapres/Bacawapres, Jokowi-Ma'ruf Amin atau Prabowo Sandi.
Agus Harimurti Yudhoyono di Kongres V Partai Demokrat di Jakarta. Foto: Dok. Istimewa
Pertanyaan liar penulis saat itu adalah apakah Koalisi Indonesia Kerja dan Koalisi Indonesia Makmur bersedia menerima Partai Demokrat bergabung setelah kedua Koalisi mendeklarasikan Bacapres/Bacawapresnya?
Adakah kewajiban hukum kedua koalisi untuk menerima keinginan Partai Demokrat untuk bergabung sebagai Pengusung Bacapres/Bacawapres?
Adakah hukum yang dilanggar ketika kedua koalisi menolak keinginan Partai Demokrat untuk bergabung sebagai pengusung Bacapres/Bacawapres yang sudah dideklarasikan?
Kesimpulan penulis, tidak ada kewajiban hukum kedua koalisi harus menerima Partai Demokrat dan tidak ada juga ketentuan hukum yang dilanggar jika kedua koalisi menolak Partai Demokrat bergabung setelah koalisi mendeklarasikan dan menandatangani dokumen-dokumen pengusungan Bacapres/Bacawapres, dan dalam hitungan jam ke depan akan didaftarkan ke KPU.
Menhan Prabowo Subianto saat kegiatan pengangkatan Menhan RI sebagai Warga Kehormatan Korps Marinir di Ksatrian Marinir Sutedi Senaputra, Karangpilang, Surabaya, Selasa (14/02). Foto: Dispenal
Jika sampai saat kedua koalisi mendaftarkan pasangan Bacapres/Bacawapresnya untuk Pilpres 2019 ke KPU sementara Partai Demokrat tidak termasuk menjadi salah satu anggota koalisi pengusung, penulis rencananya langsung mengirimkan tulisan yang sudah penulis tulis tersebut ke Kumparan.com untuk dinaikan.
ADVERTISEMENT
Hari Jumat pagi, 10 Agustus 2018, diberitakan kalau Sekjen Partai Demokrat, Hinca Panjaitan, akan menemui Prabowo membawa pesan dari Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, terkait keputusan Majelis Tinggi Partai Demokrat untuk ikut sebagai pengusung Bacapres/Bacawapres Prabowo-Sandi, hanya beberapa jam sebelum pendaftaran ke KPU.
Diberitakan juga kalau Prabowo tidak serta merta mengiyakan, menerima Partai Demokrat sebagai salah satu pengusung menjadi anggota Koalisi Indonesia Makmur. Prabowo menyatakan akan berkonsultasi terlebih dahulu dengan partai politik pengusung anggota KIM yang telah resmi mendeklarasikan pasangan Bacapres/Bacawapres Prabowo-Sandi.
Partai Demokrat saat itu memang sedang tidak baik-baik saja. Gejolak internal partai masih bisa dirasakan publik. Mulai dari kasus Ketum Partai Demokrat Anas Urbaninggrum (AU) tersangkut kasus hukum oleh KPK, SBY dan Ibas (ayah dan anak) yang memimpin Partai Demokrat selaku Ketua Umum dan Sekjen pasca AU lengser, dan terpilihnya SBY kembali sebagai Ketua Umum didinitif.
Ilustrasi Partai Demokrat. Foto: onyengradar/shutterstock
Perkembangan perolehan Partai Demokrat juga sedang tidak baik-baik juga. Sebagai pemenang Pemilu 2009 dengan 20,85% suara Partai Demokrat turun drastis sekitar 50% ke posisi nomer 7 (tujuh) dengan perolehan suara 10,19%, padahal SBY tidak saja Ketua Umum partai tetapi juga Presiden yang masih menjabat pada saat pelaksanaan Pemilu 2014 tersebut.
ADVERTISEMENT
Dan beberapa lembaga survei nasional saat itu merilis hasil survei di mana akan adanya potensi penurunan kembali perolehan Partai Demokrat pada Pemilu 2019, bahkan ada yang memprediksi penurunan tersebut lebih dari 50% juga dengan perolehan suara Partai Demokrat secara nasional diprediksi hanya 4,6%.
Penulis meyakini, tentu hal ini menjadi pertimbangan yang sangat dikaji mendalam oleh kedua koalisi, terutama Koalisi Indonesia Makmur. Itulah mungkin kenapa Prabowo menyatakan akan mengkonsultasikan hal tersebut terlebih dahulu kepada anggota koalisi. Plus adanya rumor-rumor di ruang publik terkait hampir tidak adanya peluang Partai Demokrat bergabung dengan koalisi yang mengusung Jokowi-Ma'ruf.
Penulis tentu saja berusaha semaksimal mungkin mengikuti perkembangan ini melalui segala saluran yang memungkinkan. Merupakan perhatian besar seluruh rakyat Indonesia jika partainya mantan Presiden SBY tereliminir sebagai peserta pemilu tahun 2024, padahal saat itu baru tahun 2018, enam tahun sebelumnya.
Prabowo Subianto menerima buku 1500 Inspirasi: Jelajah Perjalanan Sandiaga Uno yang berisi catatan perjalanan semasa kampanye pilpres tahun 2019. Foto: Twitter/@sandiuno
Penulis sempat berpikir waktu itu, jangan-jangan Koalisi Indonesia Makmur berpandangan kalau Partai Demokrat bergabung bukan karena ketulusan dan keseriusan mengusung Prabowo-Sandi namun semata sekadar menyelamatkan Partai Demokrat dari ketereliminasian sebagai peserta pemilu 2024 nanti, sekitar 6 (enam) tahun lagi karena adanya ketentuan pasal 235 Ayat (5) UU Pemilu.
ADVERTISEMENT
Toh Partai Demokrat hanya butuh selembar kertas yang dikeluarkan KPU yang menyatakan Partai Demokrat sebagai salah satu partai pengusung salah satu Pasangan Bacapres/Bacawapres.
Pada akhirnya, sebagaimana seluruh rakyat Indonesia tahu, KIM menerima Partai Demokrat sebagai salah satu partai pengusung dan walaupun pimpinan Partai Demokrat tidak ikut saat deklarasi namun ikut dalam rombongan saat pendaftaran ke KPU.
Penulis, dan tentu saja rakyat Indonesia, tidak tahu persis alasan Partai Demokrat ikut sebagai pengusung Prabowo-Sandi sebagaimana tidak tahunya alasan Prabowo beserta anggota KIM menerima Partai Demokrat sebagai salah satu partai pengusung.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memberikan arahan saat membuka Rapimnas Partai Demokrat 2022 di di Balai Sidang Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Kamis (15/9/2022). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
Namun yang pasti, Partai Demokrat selamat dari ketentuan Pasal 235 Ayat (5) UU Pemilu dan, sebagaimana sudah diumumkan KPU (2022) Partai Demokrat adalah salah satu peserta pemilu 2024.
ADVERTISEMENT
Dan Penulis, tentu saja, membatalkan mengirim tulisan yang sudah selesai saat itu ke Kumparan.com karena perkembangan politik pencalonan Bacapres/Bacawapres untuk Pilpres 2019 tidak melahirkan situasi yang diprediksi oleh tulisan tersebut.
Penulis sampai hari ini kadang-kadang masih berpikir dan bertanya-tanya, Prabowo saat menerima keinginan Partai Demokrat sebagai salah satu pengusung saat itu apakah punya kesadaran bahwa ini benar-benar karena keinginan mengusung Prabowo-Sandi atau sekadar keinginan menyelamatkan Partai Demokrat dari tereliminir dari kepesertaan Pemilu 2024.
Namun sampai hari ini penulis belum berhasil mendapatkan konfirmasi dari Prabowo langsung maupun dari orang lingkaran terdalamnya, termasuk dari petinggi PAN dan PKS yang pada Pilpres 2024 tidak lagi mengusung Prabowo walaupun Prabowo menyatakan maju sebagai Capres.
Ilustrasi Partai Amanat Nasional Foto: Fitra Andrianto/kumparan
PAN, sampai tulisan ini dibuat, berada dalam barisan Koalisi Indonesia Bersatu, sementara PKS dan Partai Demokrat bersama-sama dengan Partai Nasdem menyuarakan mengusung Anies Baswedan sebagai Bacapres.
ADVERTISEMENT
Beberapa kalangan yang penulis kenal punya pandangan kalau Prabowo, setidak-tidaknya, sadar sepenuhnya atau tidak sadar sepenuhnya, telah membantu Partai Demokrat agar tidak tereliminir sebagai peserta Pemilu 2024.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bisakah Pasal 235 Ayat (5) UU Pemilu tersebut digunakan untuk mendesign agar salah satu parpol parlemen disingkirkan lebih awal, 6 (enam) tahun sebelum pelaksanaan Pemilu. Materi ini menjadi inti tulisan penulis berikutnya.
Terima kasih