Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Presiden Lalai soal Pelaksanaan UU Pers?
8 November 2024 10:39 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Hendra J Kede tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tak terasa sudah seperempat abad umur Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 166/Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3887) yang diundangkan pada 23 September 1999 lalu. UU Pers ini adalah salah satu UU yang tidak mengalami perubahan sejak para pimpinan redaksi belum mengenal SMS (short messages service) hingga SMS sudah tak dipakai lagi; bahkan sampai sekarang dunia sudah masuk ke era artificial intelligence (AI).
ADVERTISEMENT
UU Pers tidak mengalami amandemen, bahkan sejak belum dikenalnya nama media online sampai era media daring menumbangkan media-media cetak raksasa. UU ini juga tak mengalami perubahan sejak UUD 1945 masih dijalankan secara murni dan konsekuen ala Orde Baru, hingga UUD 1945 diamandemen sebanyak empat kali dan dikenal dengan sebutan UUD NRI 1945.
Namun tulisan ini tidak akan membahas itu—meski isu ini juga krusial untuk didiskusikan secara terbuka, objektif, dan jauh ke depan degan mengesampingkan pikiran-pikiran paranoid.
Setelah sebuah UU diundangkan, Presiden memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan UU tersebut dapat dioperasionalisasikan, termasuk UU Pers. Kewajiban konstitusional Presiden itu tertuang pada Pasal 5 Ayat (2) UUD NRI 1945 yang berbunyi:
Pertanyaannya: apakah Presiden sudah melaksanakan perintah tersebut terkait UU Pers?
Sudah enam presiden menjabat sejak UU Pers diundangkan. Menurut hemat saya, belum satu pun dari mereka yang telah melaksanakan amanah konstitusi tersebut. Mulai dari Presiden Habibie yang secara berani melahirkan UU Pers tersebut—yang karenanya, bangsa Indonesia, khususnya insan pers Indonesia, sangat berterima kasih kepada beliau—sampai presiden-presiden setelahnya: Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, Joko Widodo, hingga Prabowo yang baru menjabat beberapa pekan lalu. Belum ada satu pun yang menerbitkan Peraturan Pemerintah yang dimaksud.
ADVERTISEMENT
Mungkin para pembaca yang budiman bertanya-tanya, kenapa Peraturan Pemerintah diperlukan untuk menjalankan UU Pers? Setidaknya ada lima jawaban sederhana untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Pertama: Ketaatan Presiden kepada Konstitusi
Penerbitan Peraturan Pemerintah itu bisa dimaknai sebagai bentuk ketaatan Presiden agar tidak dinilai melanggar perintah Konstitusi Pasal 5 Ayat (2). Presiden dengan alasan apa pun tidak dibolehkan sedikitpun untuk tidak melaksanakan perintah konstitusi.
Presiden wajib hukumnya melaksanakan semua yang diperintahkan UUD NRI 1945, termasuk dan tidak terbatas menerbitkan Peraturan Pemerintah tentang pelaksanaan UU Pers.
Apalagi jika di kemudian hari ditemukan adanya kengawuran dalam pelaksanaan UU Pers—yang jika dianalisis bisa dikatakan berawal dari tidak adanya aturan pelaksanaan yang diterbitkan Presiden berupa Peraturan Pemerintah. Kalau sudah pada tahap ini, Presiden bahkan dapat diminta memberikan keterangan kepada DPR melalui mekanisme hak interpelasi, bahkan pertanggungjawaban konstitusional sekali pun.
ADVERTISEMENT
Kedua: Pengangkatan Anggota Dewan Pers Pertama Kali
Tidak ada satu pasal pun dalam UU Pers yang mengatur bagaimana Dewan Pers dibentuk untuk pertama kali setelah UU Pers diundangkan dan bagaimana anggota Dewan Pers dipilih. Sementara Pasal 15 Ayat (3) UU Pers mengatur adanya 3 (tiga) unsur keanggotaan Dewan Pers yaitu unsur organisasi wartawan, unsur organisasi perusahaan pers, dan unsur tokoh masyarakat.
Lantas bagaimana pemilihannya dan apa landasan pengangkatannya Anggota Dewan Pers dari ketiga unsur tersebut jika tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya seperti Peraturan Pemerintah?
Taruh saja unsur organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers diusulkan masing-masing, lalu bagaimana dengan unsur tokoh masyarakat? Belum lagi, jika ada yang mempermasalahkan bagaimana organisasi wartawan dan organisasi pers itu dipilih dan ditetapkan.
ADVERTISEMENT
Ketiga: Norma-norma dalam UU Pers itu sendiri
Penulis ambil satu contoh saja dalam tulisan ini, yaitu terkait perintah Pasal 15 Ayat (2) huruf f.
Apakah produk dari hasil fasilitasi tersebut berupa Peraturan Dewan Pers atau Peraturan Pers Indonesia?
Jika disebut Peraturan Dewan Pers, bukankah itu produk institusi yang proses pengambilan keputusannya adalah melalui mekanisme pleno di mana hanya Anggota Dewan Pers yang punya hak suara?
Jika demikian adanya, bagaimana daya ikat keputusan organisasi-organisasi Pers terhadap hasil pleno Dewan Pers tersebut? Bagaimana daya ikat secara hukum jika pleno Dewan Pers membuat peraturan-peraturan tanpa melibatkan organisasi-organisasi pers atau isi peraturannya tidak diterima organisasi pers?
Sebaliknya, jika disebut Peraturan Pers Indonesia, misalnya, bukankah hanya institusi negara yang dapat membuat peraturan-peraturan, dan bukankah organisasi pers bukan merupakan institusi negara?
ADVERTISEMENT
Dan masih banyak lagi pertanyaan lainnya, termasuk pertanyaan yang bersumber dari pasal-pasal lain di UU Pers tersebut, yang semuanya itu memerlukan jawaban melalui Peraturan Pemerintah.
Keempat: Menghindari Potensi Kekacauan Hukum Pelaksanaan UU Pers
Satu contoh yang ingin penulis sampaikan di sini, yaitu bagaimana tingkat keterikatan Dewan Pers untuk mematuhi dan melaksanakan peraturan perundang-undangan lainnya dan bagaimana risiko jika melanggarnya?
Apakah Dewan Pers wajib tunduk, misalnya, kepada UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 15 Tahun 2019 dan UU Nomor 13 Tahun 2022?
Apakah Dewan Pers wajib tunduk, misalnya, kepada Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan?
ADVERTISEMENT
Faktanya Dewan Pers tidak sepenuhnya melaksanakan dan mematuhinya, tidak ada satu pun Peraturan Dewan Pers yang diundangkan, misalnya. Dewan Pers tidak patuh kepada kedua regulasi tersebut dengan tidak melakukan sinkronisasi Peraturan Dewan Pers sebagaimana dimaksud Perpres 76/2021 sesuai pengaturan di kedua peraturan perundang-undangan tersebut.
Akibatnya, Dewan Pers berpotensi melakukan perubahan Peraturan Dewan Pers sesukanya dan kapan pun mereka mau karena merasa tidak memerlukan negara untuk memberikan kepastian hukum atas keberlakuan peraturan-peraturan Dewan Pers.
Dan banyak fakta-fakta lainnya yang menurut hemat penulis merupakan sumber kekacauan pelaksanaan UU Pers yang seharusnya dapat dihindari jika Presiden menerbitkan Peraturan Presiden tentang Pelaksanaan UU Pers.
Kelima: Menghindari Dewan Pers Bertindak Sesuai Kepentingan Pribadi dan Diluar Hukum
Salah satu pertanyaan: bagaimana Dewan Pers bersikap jika ada konflik internal dan seolah-olah ada dualisme kepengurusan konstituen Dewan Pers?
ADVERTISEMENT
Seyogyanya, sepatutnya, seharusnya, dan tentu saja Dewan Pers harus bertindak berdasarkan hukum, tidak selain berdasarkan hukum. Seyogyanya, sepatutnya, seharusnya, dan tentu saja Dewan Pers tidak boleh terlibat dan tidak boleh menceburkan diri ke dalam konflik tersebut dan harus tetap menjaga posisinya sebagai pihak yang netral dan institusi yang berwibawa..
Tindakan yang benar tersebut hanya bisa dipastikan melalui peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat kepada Dewan Pers yaitu untuk memastikan Dewan Pers tidak bertindak berdasarkan tafsir pribadi atas hukum, apalah lagi bertindak dan bersikap berdasarkan kepentingan pribadi semata, atau setidak-tidaknya agar jangan sampai Dewan Pers bertindak yang dapat dipersepsikan publik demikian.
Tindakan yang benar tersebut hanya bisa dipastikan melalui peraturan perundang-undangan agar Dewan Pers jangan sampai dijadikan sebagai alat oleh oknum-oknum salah satu konstituen Dewan Pers untuk ikut campur urusan internal konstituen Dewan Pers yang lain atas nama Dewan Pers melalui posisinya sebagai Anggota Dewan Pers.
ADVERTISEMENT
Jangan lupa bahwa Anggota Dewan Pers itu, enam orang di antaranya mewakili konstituen Dewan Pers, dan tiga orang merupakan hasil kesepakatan konstituen Dewan Pers.
Kalau hal-hal demikian sampai terjadi maka terjadinya kekacauan dunia pers Indonesia hanya persoalan waktu saja. Dunia pers Indonesia akan berubah dari sebelumnya sebagai tuntunan menjadi tontonan yang memalukan dan memuakkan. Kalau hal demikian terjadi maka salah satu dari empat pilar demokrasi Indonesia akan rusak dan Indonesia sebagai negara demokrasi akan terancam.
Nah kalau begitu, bagaimana bentuk Dewan Pers bertindak berdasarkan hukum dan mengambil posisi netral dalam kasus adanya konflik internal dan seolah-olah adanya dualisme kepengurusan konstituen Dewan Pers?
Itulah salah satu yang perlu dipastikan oleh peraturan perundang-undangan melalui Peraturan Pemerintah tentang pelaksanaan UU Pers tersebut. Misalnya, Peraturan Pemerintah mengatur kalau terjadi konflik internal yang menimbulkan dualisme kepengurusan maka Dewan Pers bersikap :
ADVERTISEMENT
a. Netral dan tidak berpihak dan menjaga jarak dari konflik tersebut;
b. Dapat menjadi Mediator sesuai peraturan perundangan yang mengatur Mediasi;
b. Dapat menjadi Konsiliator sesuai peraturan perundangan yang mengatur konsiliasi;
c. Dewan Pers hanya akan berkorespondensi terkait urusan resmi dan hanya akan mengakomodir kepengurusan konstituen yang mendapat pengakuan negara melalui Kementerian yang menangani bidang Hukum.
Mengakhiri tulisan ini, penulis berpendapat belum terlambat jika Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan UU Pers dan itu sama sekali bukan bentuk intervensi Presiden terhadap pers Indonesia.
Pilihan Presiden Prabowo menerbitkan Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan UU Pers tersebut, menurut pendapat penulis, adalah bentuk tanggung jawab dan kepedulian Presiden Prabowo terhadap dunia pers Indonesia dan bentuk kepatuhan Presiden Prabowo kepada UUD NRI 1945, khususnya Pasal 5 Ayat (2).
ADVERTISEMENT
Kapan perlu, Presiden Prabowo menyerahkan saja perumusan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan UU Pers tersebut sepenuhnya kepada komunitas pers Indonesia untuk merumuskannya, Presiden Prabowo tinggal tanda tangan saja.
Apalah lagi, Menteri dan 2 (Wamen) Kementerian Komunikasi dan Digital semuanya adalah orang yang berlatar pers, tentu hal ini akan memudahkan untuk dipahami, diproses, dan dilaksanakan.