Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Tata Kelola Berbasis Risiko & Kepatuhan LazisKU untuk Pencari Keadilan
16 April 2025 10:56 WIB
·
waktu baca 9 menitTulisan dari Hendra J Kede, ST, SH, MH, GRCE, Mediator tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Keadilan merupakan nilai utama yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Keadilan itu pula yang seharusnya menjiwai setiap perjuangan yang dilakukan oleh umat Islam sepanjang zaman, termasuk perjuangan keadilan hukum melalui lembaga penegak hukum, baik sebagai jemaah maupun pribadi muslim.
ADVERTISEMENT
Salah satu kisah legendaris tentang pentingnya menegakkan keadilan itu adalah kisah Khalifah Umar bin Khattab yang membuat tanda goresan dengan pedang di tulang unta untuk dibawa dan disampaikan kepada Gubernur Mesir Amr bin Ash oleh seorang Yahudi yang berpendapat mendapat perlakuan tidak adil dari Gubernur.
Yahudi tersebut menempuh perjalanan panjang yang menguras waktu, tenaga, biaya dan pikiran untuk menuntut keadilan kepada Khalifah Umar bin Khattab di Madinah terkait lahan milik pribadinya yang dirampas secara tidak sah oleh Gubernur Mesir tersebut.
Bisa dibayangkan bagaimana keadilan hanya akan menjadi khayalan hampa bagi seorang Yahudi tersebut jika ia tidak memiliki dukungan keuangan yang cukup untuk melakukan perjalanan pulang pergi Mesir-Madinah saat itu.
ADVERTISEMENT
Konteks Indonesia
Dalam konteks Indonesia saat ini, perjuangan mencari keadilan hukum melalui lembaga penegak hukum merupakan sebuah realitas yang tak terbantahkan.
Masih banyak umat Islam yang sedang berhadapan dengan hukum, baik dalam rangka memperjuangkan keadilan hukum untuk dirinya sendiri maupun untuk memperjuangkan keadilan dan membela kepentingan kolektif umat Islam.
Faktanya, tidak sedikit di antara mereka yang terbentur pada realitas sistem hukum dan peradilan Indonesia yang memerlukan dukungan finansial besar, khususnya untuk mendapatkan pendampingan hukum yang layak dan berkualitas.
Hal ini memunculkan sebuah pertanyaan yang memerlukan pertimbangan multi aspek: Apakah dana yang dikumpulkan dan dikelola lembaga amil zakat, infak, sedekah, dan wakaf seperti Lazis Kemandirian Umat Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (LazisKU KBPII) dapat diperuntukkan untuk membiayai pencari keadilan tersebut?
ADVERTISEMENT
Khususnya, untuk mendukung secara finansial mereka yang sungguh-sungguh sedang menghadapi persoalan hukum dan mereka yang sedang bersungguh-sungguh mencari keadilan hukum atas kasus keumatan?
Harta dan Perjuangan Keadilan
Islam menggolongkan harta yang dimiliki umat Islam itu setidaknya ke dalam dua golongan besar.
Pertama. Harta yang diperoleh melalui ikhtiar seorang muslim namun status harta tersebut titipan Allah SWT semata untuk disampaikan kepada pemiliknya, yaitu zakat. Zakat hanya bisa diperuntukkan bagi asnaf yang delapan sebagaimana ditetapkan Allah SWT dalam QS At-Taubah:60.
Kedua. Harta yang diamanahkan kepada seorang muslim untuk dimiliki, dikelola, dan digunakan sesuai prinsip-prinsip Islam, yaitu harta pribadi. Harta ini terikat dengan hukum-hukum yang ditetapkan Allah SWT dan Rasul-Nya dalam pengelolaan dan penggunaannya, termasuk pewarisannya. Harta ini juga sebagian merupakan hak orang lain dalam batas-batas konsep infak, sedekah, dan wakaf.
ADVERTISEMENT
Konsep pengelolaan harta menurut Islam juga mengharuskan seorang muslim untuk berjuang fi sabilillah dengan harta benda yang dimilikinya melalui ketiga konsep tersebut (infak, sedekah, dan wakaf), di samping berjuang fi sabilillah dengan dirinya.
Tidak ada batasan berapa persen infak, sedekah, dan wakaf dikeluarkan seorang muslim dari hartanya. Situasi keumatan yang berbeda bisa saja mempengaruhi jumlah pengeluaran infak, sedekah, dan wakaf oleh pemilik harta. Namun demikian, besaran infak, sedekah, dan wakaf sepenuhnya ditentukan oleh pemilik harta.
Di sinilah posisi strategis lembaga yang mengumpulkan zakat, infak, sedekah, dan wakaf untuk menjembatani tiga elemen yaitu elemen pemilik harta, elemen hukum syariah, dan elemen realitas keumatan.
Hal demikian tentu saja memunculkan sebuah pertanyaan kritis: Bagaimana batasan penggunaan zakat, infak, sedekah, dan wakaf yang dapat digunakan untuk membiayai seorang atau sekelompok muslim yang sedang berjuang mencari keadilan melalui sistem hukum dan peradilan Indonesia?
ADVERTISEMENT
Batasan Syariah dan Hukum Positif Penerima Manfaat
Zakat, infak, sedekah, dan wakaf memiliki landasan syariah yang berbeda. Baik konsep maupun penerima manfaat dari keempatnya.
Zakat sangat tegas kriteria-kriteria penerima manfaatnya. Hanya ada delapan golongan yang dibenarkan sebagai penerima manfaat zakat (QS At-Taubah: 60).
Namun demikian, tafsir terhadap masing-masing dari delapan golongan tersebut terbuka lebar. Ambillah contoh tentang seorang muslim yang sedang fi sabilillah, memiliki peluang tafsir yang sangat luas. Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan beberapa fatwa terkait makna fi sabilillah tersebut.
Fatwa MUI nomor 8 Tahun 2011 menyatakan bahwa zakat maal boleh digunakan untuk membiayai kegiatan advokasi dan pembelaan hukum bagi fakir miskin dan mustahik yang membutuhkan bantuan.
Keberadaan fatwa MUI ini, bagi saya, tentu memberikan gambaran bahwa jika zakat saja bisa digunakan untuk mendukung secara finansial para pencari keadilan hukum, maka dana yang bersumber dari infak dan sedekah tentu lebih terbuka peluang untuk dialokasikan guna keperluan serupa.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, fatwa MUI ini belum memberikan tafsir jelas bagaimana jika pembiayaan itu digunakan untuk beracara di Mahkamah Konstitusi melakukan Judicial Review sebuah Undang-Undang yang bertentangan dengan kepentingan konstitusionalitas umat Islam. Hal ini karena fatwa ini mensyaratkan penerima manfaat adalah fakir miskin.
Di sisi lain, UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat menyatakan bahwa zakat dapat didistribusikan untuk pemberdayaan mustahik, termasuk untuk program-program sosial dan advokasi.
Dengan demikian, pemberian dana zakat, infak, dan sedekah untuk kepentingan advokasi, termasuk dan tidak terbatas untuk mendukung secara finansial para pencari keadilan yang sedang berhadapan dengan hukum pada kasus konkret, memiliki landasan syariah dan landasan yuridis kenegaraan yang kuat.
Pertanyaan selanjutnya adalah: bagaimana pengelolaan dana zakat, infak, sedekah, dan wakaf untuk membiayai pencari keadilan?
ADVERTISEMENT
Tata Kelola, Manajemen Risiko, dan Kepatuhan LazisKU
Entah itu zakat, maupun infak, sedekah, dan wakaf, Islam mewajibkannya dikelola dengan penuh amanah dan profesional oleh lembaga yang diberikan kewenangan untuk itu.
Prinsip-prinsip tata kelola yang baik merupakan sebuah keharusan untuk diterapkan dalam mengelola zakat, infak, sedekah, dan wakaf untuk pembiayaan para pencari keadilan tersebut.
Penerapan integrasi tata kelola dengan manajemen risiko dan kepatuhan dalam pengelolaan lembaga pengumpul dan penyalur zakat, infak, sedekah, dan wakaf merupakan pilihan terbaik. Hal ini untuk memastikan tercapainya tujuan strategis, efektivitas dan efisiensi operasional, peningkatan kualitas pengambilan keputusan, memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum, mengelola risiko secara pro aktif, yang pada ujungnya akan meningkatkan reputasi dan kepercayaan stakeholder terhadap lembaga seperti LazisKU.
ADVERTISEMENT
Kita semua mengetahui bahwa reputasi merupakan jantung dari sebuah lembaga pengumpul dan penyalur dana zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
Tata Kelola
Pada level paling dasar, setidaknya lembaga seperti LazisKU harus dapat memastikan diterapkannya konsep TARIF dalam pengelolaan lembaganya sebagai core values (nilai dasar) untuk memandu pengimplementasian tata kelola berbasis manajemen risiko dan kepatuhan secara utuh dan berintegritas.
Konsep ini mengharuskan ditegakkannya secara profesional prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan fairness dalam menjalankan LazisKU.
Prinsip transparansi akan memastikan informasi dan proses dalam LazisKU harus terbuka, jelas, dan dapat diakses oleh pihak yang berkepentingan. Ini elemen penting dalam pelaporan risiko, kepatuhan, serta kebijakan organisasi.
Akuntabilitas akan memastikan setiap individu dan unit dalam LazisKU harus bertanggung jawab atas keputusan dan tindakan mereka. Ini menciptakan jalur tanggung jawab yang jelas.
ADVERTISEMENT
Responsibility akan memastikan pelaksanaan tanggung jawab sesuai peran dan fungsi, termasuk dalam mengelola risiko dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi dan nilai etika.
Independensi akan memastikan keputusan diambil secara objektif tanpa intervensi yang tidak semestinya. Perlu diingat bahwa dalam fungsi tata kelola berbasis manajemen risiko dan kepatuhan, terutama pengawasan internal, audit, dan manajemen risiko, harus memiliki independensi agar efektif.
Fairness (keadilan) untuk memastikan perlakuan yang adil terhadap seluruh pemangku kepentingan, termasuk pegawai, penerima manfaat, mitra, dan masyarakat. Termasuk dalam hal ini kepatuhan terhadap standar etika dan hukum.
Manajemen Risiko
Lembaga pengumpul dan penyalur seperti LazisKU juga harus mampu untuk mengelola manajemen risiko lembaga maupun aktivitas pengumpulan dan penggunaan dana zakat, infak, sedekah, dan wakaf sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen risiko modern.
ADVERTISEMENT
Terutama terkait dengan risiko hukum positif di samping risiko lainnya, seperti risiko kepatuhan, risiko sosial dan budaya, risiko program, risiko Sumber Daya Manusia, risiko eksternal, risiko operasional, risiko strategis, bahkan risiko politik perlu dikelola dengan baik. Dan yang paling penting tentu saja adalah risiko hukum syariah.
Pendekatan Three Lines Model (Model Tiga Garis) dalam manajemen risiko perlu dimaksimalkan agar kerangka kerja tata kelola terkait peran dan tanggung jawab dalam mengelola risiko secara terstruktur dan terintegrasi dapat dilaksanakan oleh LazisKU
Garis atau level pertama. Manajemen Operasional (Pemilik Risiko) yaitu unit LazisKU dan fungsi operasional yang langsung mengelola risiko sehari-hari, menjalankan proses, dan memastikan kontrol internal berjalan.
Garis atau level kedua: Fungsi Kepatuhan dan Manajemen Risiko yaitu yang bertanggung jawab menyediakan dukungan, memantau, dan mengarahkan manajemen risiko dan kepatuhan agar sejalan dengan kebijakan dan strategi organisasi.
ADVERTISEMENT
Garis atau level ketiga: Audit Internal yang bertanggung jawab memberikan assurance independen kepada manajemen atas efektivitas pengelolaan risiko dan tata kelola.
Kepatuhan
Setidaknya terdapat empat kelompok aturan yang perlu diperhatikan oleh LazisKU untuk memastikan tidak ada risiko hukum dalam pengelolaan dan penyaluran dana zakat, infak, sedekah, dan wakaf untuk membantu secara finansial umat yang sedang berhadapan dan memperjuangkan keadilan hukum.
Pertama. Kepatuhan terhadap ketentuan syariah terkait pengelolaan dan penyaluran dana zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Peran Dewan Syari'ah LazisKU sangat dominan dalam menerjemahkan segala ketentuan syariah dan memastikan tidak ada aturan syariah yang terlanggar.
Kedua. Perundang-undangan yang merupakan hukum positif di Indonesia yang mengatur zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Setiap elemen diatur dengan Undang-Undang yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Ketiga. Peraturan Perundang-undangan yang merupakan hukum positif Indonesia yang berlaku umum, seperti dan tidak terbatas pada UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang menetapkan bahwa aktivitas mengumpulkan dana dari masyarakat menjadikan LazisKU sebagai Badan Publik. Hal ini mengharuskan LazisKU tunduk kepada segala peraturan perundang-undangan yang mengatur Badan Publik.
Keempat. Segala peraturan internal yang sudah ditetapkan, seperti SOP.
LazisKU perlu memastikan bahwa semua peraturan yang bersentuhan dengan zakat, infak, sedekah, dan wakaf serta peraturan tentang tata kelola institusi yang mengelolaan dana publik dipatuhi dengan sebaik-baiknya agar tidak menimbulkan risiko hukum.
***
Pada akhirnya, ikhtiar para pencari keadilan melalui institusi-institusi penegak hukum juga merupakan tanggung jawab sosial berjemaah keumatan melalui instrumen zakat, infak, sedekah, dan wakaf
ADVERTISEMENT
Hal demikian merupakan perwujudan dari nilai-nilai keadilan substansial dalam Islam itu sendiri yang dikelola dengan baik oleh lembaga-lembaga pengumpul dan penyalur zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
Maka kerja-kerja institusi seperti LazisKU pada makna terdalamnya juga merupakan kerja-kerja jihad fi sabilillah. Ini penting untuk tegaknya keadilan substansial sebagai salah satu syarat terwujudnya negara yang baldatun thayyibatun wa robbun ghofur, gemah ripah loh jinawi.
Semoga, Allahumma aamiin