Rizieq Shihab dan Anwar Ibrahim, Nasib Jadi Oposisi Kekuasaan?

Konten dari Pengguna
3 Juni 2017 19:17 WIB
Tulisan dari hendra kurniawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Rizieq Shihab dan Anwar Ibrahim, Nasib Jadi Oposisi Kekuasaan?
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Setelah berputar-putar sekian lama, akhirnya kasus Rizieq Shihab memasuki babak baru. Rizieq dan Firza Husein telah ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan penyebaran percakapan dan foto porno.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan penetapan tersangka terhadap Rizieq dalam dugaan pelecehan Pancasila oleh penyidik Polda Jawa Barat, kali ini imam besar FPI ini terkesan emosional. Berita yang beredar, Rizeiq marah besar atas penetapan tersangka kali ini.
Wajar saja, sebagai imam besar FPI, Rizieq tentu merasa amat terhina dengan kasus chat berbau mesum ini. Bukan sekadar karena ia tidak merasa melakukannya, melainkan nama besarnya sebagai ulama bisa rontok akibat persangkaan yang satu ini.
Sepintas saja, kental aroma “permainan” dalam kasus ini. Kemungkinan besar, Rizieq hanya korban dari pihak-pihak yang berang akibat Aksi Bela Islam (ABI). Rizieq adalah salah satu inisiator dan tulang punggung dari gerakan tersebut, sehingga wajar jika dirinya menjadi target nomor wahid sekelompok kalangan. Karena tidak bisa diajak berkompromi, cara tercepat adalah kriminalisasi.
ADVERTISEMENT
Sialnya, kriminalisasi dengan tudingan pelecehan terhadap Pancasila rupanya gagal. Nama Rizieq malah kian melambung. Para pendukungnya semakin saklek menjadikannya simbol perlawanan. Karenanya, disusunlah skenario untuk menghancurkan kredibilitasnya dengan isu murahan. Yang dikejar bukan terbukti atau tidak chat dan foto berbau mesum itu, tetapi mencoreng citra.
Upaya mencoreng citra ini tampaknya juga telah diterapkan atas dakwaan makar terhadap Sri Bintang Pamungkas cs dan Sekjen FUI Muhammad Al-Khaththath cs. Sampai sekaran, pembuktian kasus itu masih terkatung-katung sehingga belum juga masuk ke kejaksaan padahal sudah hampir enam bulan berlalu sejak penangkapan pada dini hari 2 Desember 2016 itu.
Rekayasa Anwar Ibrahim
Kasus serupa Rizieq sempat terjadi di negeri jiran. Pemimpin opisisi Malaysia, Anwar Ibrahim mendadak digelandang ke penjara atas dakwaan sodomi; 2 kali pula. Publik Malaysia meyangsikan tuduhan itu. Pasalnya, Anwar pernah berada di posisi penting yakni wakil PM Malaysia. Ia begitu akrab dengan Mahathir Mohammad. Namun setelah Anawar berseteru dengan Mahathir, figur karismatik itu dipecat, dipukuli dan dipenjara atas dakwaan sodomi dan korupsi.
ADVERTISEMENT
Rekayasa terhadap Anwar kian gamblang karena selama persidangan Mahathir muncul di televisi untuk menjelaskan penangkapan wakilnya itu. Bahkan Mahathir telah beberapa kali menyebut Anwar bersalah atas sodomi meskipun persidangan masih berjalan.
Publik Malaysian bisa mengambil kesimpulan sendiri. Bahwa Anwar hanya korban rekayasa politik yang dilakukan pemerintah Malaysia. Anwar sendiri mengaku dijadikan target sebagai upaya pemerintah untuk menghentikan kebangkitan partai oposisi pimpinannya. Mirip dengan kasus Rizieq bukan?
Lagipula, kalau dipikir-pikir, rekayasa kasus Rizieq tidak sulit-sulit amat. Hanya butuh satu-dua orang yang siap bersaksi palsu, dan otak-atik barang bukti jadilah. Selanjutnya, tinggal memanggil saksi ahli pembohong untuk memperkuat argumennya di pengadilan, media sebagai corong akan berupaya menggoreng isu menjadi kebenaran-kebenaran yang dipropagandakan kepada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Jangan pikir, Rizieq takut masuk bui. Sepak-terjangnya membuktikan, Rizieq bukan sosok pengecut. Penjara bukan soal baru baginya. Tetapi ia dihukum oleh kasus yang lebih “ideologis”. Saya yakin dan percaya, Rizieq akan siap beradu argumen di pengadilan sekiranya kasusnya lebih “ideologis” yang memang membutuhkan adu dialektika. Bukan perkara chat berbau mesum yang kental aroma permainannya seperti ini.
Dan dengan propaganda media yang masif plus bantuan kaum buzzer di media sosial, lambat-lambat masyarakat mulai memercayai kebenaran konten chat itu. Mereka yang miskin pengetahuan tentang latar belakang Rizieq dan terpaku untuk mempercayai informasi satu arah yang disiarkan berulang-ulang sudah mulai menghukum Rizieq sebelum pengadilan memutuskan kasus tersebut –perkara kemampuan media untuk mempropagandakan kebohongan ini dikupas tuntas dalam buku 'Trust Me, I’m Lying' yang ditulis Ryan Holiday.
ADVERTISEMENT
Gejolak Baru
Dengan perubahan gaya permainan ini, apalagi dengan ancaman menetapkan Rizieq sebagai buronan internasional, tak ada pilihan lain bagi Rizieq selain pulang ke Indonesia. Bisa dipastikan Rizieq akan melawan, dan para pendukungnya akan siap berdiri di belakang imam besar FPI ini. Namun, menang-kalah dalam pengadilan nanti, target elit penguasa ini sudah tercapai: hukuman sosial sudah terlanjur diterima Rizieq. Barangkali inilah nasib seorang ulama dengan basis massa ketika memilih menjadi oposisi terhadap kekuasaan.
Terlepas itu, perlu pula diantisipasi kepulangan Rizieq ini yang kemungkinan besar akan membuat potensi selesainya huru-hara Pilkada DKI Jakarta mati kutu. Jakarta akan menghadapi gejolak baru. Tetapi tak mengapa pula. Bagaimanapun, ini adalah harga yang harus kita bayar akibat keteledoran memilih sekelompok elit penguasa sehingga mereka bisa bersikap sewenang-wenang.
ADVERTISEMENT