news-card-video
10 Ramadhan 1446 HSenin, 10 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Apakah Korupsi dan Transparansi Merupakan Lingkaran Setan?

Margareth Henrika Silow
Dosen Manajemen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman, Samarinda
8 Maret 2025 18:12 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Margareth Henrika Silow tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sumber : diolah oleh penuli
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : diolah oleh penuli
Korupsi dan transparansi adalah dua konsep yang sering dibahas dalam konteks tata kelola pemerintahan yang bersih. Di banyak negara, termasuk Indonesia, kedua konsep ini sering kali terjalin erat dan saling mempengaruhi. Korupsi yang meluas sering kali disebabkan oleh minimnya transparansi, sementara transparansi yang diterapkan tidak selalu efektif jika korupsi telah mengakar dalam sistem pemerintahan. Di Indonesia, fenomena ini membentuk sebuah lingkaran setan yang saling menguatkan, di mana korupsi tidak hanya menghambat transparansi tetapi juga membuat penerapan transparansi menjadi semakin sulit.
ADVERTISEMENT
Korupsi dan transparansi adalah konsep yang saling terkait erat yang memainkan peran penting dalam pemerintahan dan administrasi publik. Mekanisme transparansi yang efektif telah terbukti dapat mengurangi korupsi pemerintah, namun hubungan antara keduanya sangat kompleks dan bernuansa. Penelitian menunjukkan bahwa meskipun praktik transparansi dapat meningkatkan akuntabilitas, efektivitasnya sangat bergantung pada konteks sosial dan institusional, terutama di negara-negara dengan praktik korupsi yang sudah mengakar.
Transparansi dianggap penting dalam mengungkapkan korupsi, sehingga memungkinkan warga negara untuk meminta pertanggungjawaban pejabat. Ketika warga negara diinformasikan dan peduli tentang korupsi, mereka dapat memanfaatkan transparansi untuk memberi tekanan pada pejabat yang korup (Chen & Ganapati, 2021; Schnell, 2023). Namun, asumsi ini bergantung pada kapasitas dan kesediaan publik untuk bertindak berdasarkan informasi yang tersedia. Dalam konteks di mana warga negara tidak memiliki mekanisme untuk menegakkan akuntabilitas, peningkatan transparansi dapat menyebabkan apatisme politik atau keputusasaan daripada keterlibatan aktif dalam memerangi korupsi (Bauhr & Grimes, 2017; Bauhr & Grimes, 2013). Misalnya, Bauhr dan Grimes menyoroti bahwa transparansi terkadang dapat menumbuhkan keputusasaan daripada kemarahan ketika warga negara merasa tindakan mereka tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap akuntabilitas (Bauhr & Grimes, 2017).
ADVERTISEMENT
Tantangan implementasi tetap ada karena literatur menunjukkan bahwa tanpa pengawasan yang komprehensif dan keterlibatan warga negara, inisiatif transparansi mungkin gagal menghasilkan hasil yang diinginkan (Mackey & Cuomo, 2020; Lindstedt & Naurin, 2010). Ini memperkuat pemahaman bahwa transparansi saja tidak cukup untuk mengurangi korupsi; melainkan harus menjadi bagian dari kerangka kerja yang lebih luas yang mencakup langkah-langkah akuntabilitas dan partisipasi publik (Muti’ah et al., 2023).
Secara ringkas, meskipun transparansi merupakan pilar dasar dalam mengurangi korupsi, keberhasilannya bergantung pada konteks politik dan institusional yang lebih luas. Strategi anti-korupsi yang efektif harus mencakup tidak hanya inisiatif transparansi tetapi juga memberdayakan warga negara dan meningkatkan akuntabilitas institusional.
Lingkaran Setan antara Korupsi dan Transparansi
Fenomena ini membentuk sebuah lingkaran setan yang saling menguatkan antara korupsi dan transparansi. Ketika korupsi sudah merajalela, proses penerapan transparansi menjadi semakin sulit. Di sisi lain, tanpa transparansi yang memadai, korupsi terus berkembang tanpa kendali. Keterbatasan transparansi membuat masyarakat tidak memiliki alat yang efektif untuk mengawasi dan menuntut pertanggungjawaban dari para pejabat yang terlibat dalam tindak pidana korupsi.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh, dalam kasus pengelolaan dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia, proses pengadaan yang tidak transparan memungkinkan adanya praktek suap dan kolusi antar pihak terkait. Meskipun ada kebijakan untuk meningkatkan transparansi, seperti penerapan sistem e-procurement (Contoh LPSE-Layanan Pengadaan Secara Elektronik), ketidakberdayaan masyarakat untuk memanfaatkan sistem ini, atau bahkan resistensi dari mereka yang terlibat dalam praktik korupsi, menghalangi efektivitas kebijakan tersebut.
Kesimpulan
Korupsi dan transparansi di Indonesia saling menguatkan dalam sebuah lingkaran setan yang sulit untuk diputuskan. Korupsi yang meluas di Indonesia, baik di sektor publik maupun swasta, tidak dapat diselesaikan hanya dengan meningkatkan transparansi semata. Penerapan transparansi harus didukung oleh reformasi kelembagaan, komitmen politik yang kuat, dan pemberdayaan masyarakat untuk berperan aktif dalam pengawasan. Jika semua elemen ini dapat saling bekerja sama, maka lingkaran setan antara korupsi dan transparansi bisa diputuskan, dan tata kelola pemerintahan yang lebih bersih dan akuntabel dapat tercipta.
ADVERTISEMENT
Transparansi harus menjadi bagian dari budaya kerja, bukan sekadar kebijakan atau regulasi yang ada di atas kertas. Dengan demikian, Indonesia dapat mengatasi masalah korupsi yang telah mengakar dan memastikan bahwa sumber daya publik dikelola untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk kepentingan segelintir orang.
Daftar Pustaka
Bauhr, M. and Grimes, M. (2013). Indignation or resignation: the implications of transparency for societal accountability. Governance, 27(2), 291-320. https://doi.org/10.1111/gove.12033
Bauhr, M. and Grimes, M. (2017). Transparency to curb corruption? concepts, measures and empirical merit. Crime Law and Social Change, 68(4), 431-458. https://doi.org/10.1007/s10611-017-9695-1
Chen, C. and Ganapati, S. (2021). Do transparency mechanisms reduce government corruption? a meta-analysis. International Review of Administrative Sciences, 89(1), 257-272. https://doi.org/10.1177/00208523211033236
Lindstedt, C. and Naurin, D. (2010). Transparency is not enough: making transparency effective in reducing corruption. International Political Science Review, 31(3), 301-322. https://doi.org/10.1177/0192512110377602
ADVERTISEMENT
Mackey, T. and Cuomo, R. (2020). An interdisciplinary review of digital technologies to facilitate anti-corruption, transparency and accountability in medicines procurement. Global Health Action, 13(sup1), 1695241. https://doi.org/10.1080/16549716.2019.1695241
Muti’ah, A., Gamayuni, R., & Oktavia, R. (2023). Public integrity as the cornerstone of anti-corruption policies.. https://doi.org/10.4108/eai.13-9-2023.2341077
Schnell, S. (2023). To know is to act? revisiting the impact of government transparency on corruption. Public Administration and Development, 43(5), 355-367. https://doi.org/10.1002/pad.2029