Konten dari Pengguna

Globalisasi dan Terorisme: ISIS Di Indonesia

heren budi
Mahasiswa Hubungan Internasional UPN Veteran Jawa Timur Selamat membaca, Semoga bermanfaat!
25 Desember 2020 14:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari heren budi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
image source: https://images.app.goo.gl/f64DRxVk3gC8XGs49
zoom-in-whitePerbesar
image source: https://images.app.goo.gl/f64DRxVk3gC8XGs49

Pengertian Globalisasi

Dewasa ini laju globalisasi semakin meningkat pesat dibuktikan dengan adanya perubahan dan perkembangan teknologi komunikasi informasi yang semakin canggih. Teknologi menjadi pendorong utama bagi globalisasi dan kemajuan teknologi informasi telah mengubah kehidupan masyarakat global secara dramatis. Globalisasi sendiri sering diartikan sebagai proses interaksi dan integrasi antar individu-individu, perusahaan, dan pemerintahan dari berbagai negara dunia dan juga sebagai suatu proses yang didorong oleh perdagangan dan investasi internasional dengan dibantu oleh teknologi informasi canggih (globalization101.org, 2020). Globalisasi bukan lah hal baru, globalisasi telah lama ada di dunia dengan membawa banyak dampak positif maupun negatif, diberbagi bidang. Sehingga tak heran jika muncul adanya golongan pro dan kontra terhadap respon globalisasi. Para pendukung globalisasi menganggap bahwa dengan adanya globalisasi para ekonomis semakin berkembang dan mampu meningkatkan standar hidupnya, sedangkan para penentang mengklaim bahwa globalisasi malah memunculkan banyak masalah atau konflik yang mana hal ini dapat membawa kerugian. Dalam menemukan keseimbangan yang tepat antara keuntungan dan kerugian globalisasi, masyarkat global memerlukan adanya pemahaman mengenai bagaimana globalisasi itu bekerja baik melalui pilihan kebijakan atau lainnya. Karena konflik-konflik yang muncul akan semakin kompleks, seperti halnya Westernization. Westernisasi sering diartikan sebagai ajang mengenalkan atau bahkan mempromosikan budaya barat, yang mana hal ini dianggap terlalu menghomogenisasi masyarkat dunia yang mampu menyebabkan ketimpangan budaya dan muncul ketidak seimbangan terhadap bentrokan identitas (Neumayer & Plümper, 2009). Sehingga hal ini mampu memunculkan adanya konflik identitas atau bahkan terorisme sebagai aksi yang lebih ekstrem.
ADVERTISEMENT

Pengertian Terorisme

Teroris sendiri dikenal memiliki asosiasi yang sangat negatif. Jika suatu kelompok dicap sebagai kelompok teroris, maka akan lebih mudah mengerahkan opini publik untuk menentangnya. Definisi teroris sangat luas, kontroversial, kompleks, dan bermacam-macam tergantung pada sudut pandang yang digunakan. Namun, secara garis besar teroris akan selalu melibatkan tujuan dan motif politik. Teroris merupakan suatu hal mengancam kekerasan atau kekerasan yang telah dirancang untuk menimbulkan ketakutan pada suatu populasi atau para sasaran target yang melampaui korban langsung kekerasan dan juga diantara khalayak luas (Lutz & Lutz, 2011). Kekerasan dilakukan dengan melibatkan aktor-aktor state atau non-state baik sebagai pelaku, korban, atau pun keduanya. Tindak kekerasan dirancang untuk menciptakan kekuatan dalam situasi di mana kekuasaaan sebelumnya kurang (upaya kekerasan untuk meningkatkan basis kekuaatannya dalam melakukan tindakan tersebut). Namun di AS, definisi yang berbeda diterapkan yakni teroris diartikan sebagai penggunaan kekerasan yang melanggar hukum manusia atau properti untuk mengintimidasi atau memaksa pemerintah, sipil, populasi, atau segmennya dalam kelanjutan politik atau tujuan sosialnya (FBI, 2006).
ADVERTISEMENT

Hubungan Globalisasi dan Terorisme

Banyaknya konflik yang bermunculan seperti terorisme di era globalisasi ini membuat banyak masyarakat global mengaitkan antara teroris dan globalisasi. Sehingga hal ini membuat munculnya banyak pertanyaan mengenai apa hubungan antara terorisme dan globalisasi, apakah terorisme merupakan bagian dari globalisasi atau kah sebaliknya. Terdapat dua pandangan yang ekstrim dalam melihat apa hubungan antara terorisme dan globalisasi. Lim (2002) berpendapat bahwa terorisme dan globalisasi tidak saling terkait atau berhubungan, ibarat Harimau di Sri Lanka, Basque di Spanyol, Nasionalis Hindu di India, dan lain sebagainya. Hal tersebut seperti masalah terorisme di berbagi negara, yang mana terorisme ada karena adanya masalah lokal bukan akibat dari adanya globalisasi. Banyak Ahli yang menganggap bahwa terorisme muncul murni karena faktor politik. Sedangkan, sisi lain memandang bahwa globalisasi dan terorisme memiliki hubungan yang serius (Khan & Estrada, 2017). Globalisasi dianggap sebagai ancaman yang signifikan terhadap terorisme dalam skenario saat ini dan terorisme menjadi salah satu dampak negatif dari adanya globalisasi. Namun sebaliknya jika kebijakan globalisasi dapat dikembangkan dengan hati-hati, maka globalisasi dapat menjadi salah satu cara efektif dalam meredam terorisme yang ada di dunia. Banyak para Ahli yang setuju bahwa teknologi informasi canggih yang dibawa globalisasi menjembatani atau memfasilitasi adanya terorisme. Terdapat banyak macam bentuk-betuk terorisme di era globalisasi ini. Terorisme tak hanya berasal dari background agama, tetapi juga bisa berasal dari background teknologi informasi termasuk sarana.
ADVERTISEMENT

Islamic State of Irak and Suriah (ISIS)

Salah satu contoh terorisme yang berasal dari background agama ialah Islamic State of Irak and Suriah atau disingkat dan dikenal sebagai ISIS. ISIS sering kali disamakan dengan Al-Qaida, namun sebenarnya kedua kelompok ini sangat berbeda. Al-Qaida dikenal sebagai kelompok muslim yang paling terlihat, muncul, dan ada karena globalisasi. Sementara ISIS dikenal sebagai kelompok muslim yang memanfaatkan era globalisasi dalam mencapai tujuannya. ISIS sendiri merupakan kelompok atau organisasi islam yang terbentuk dengan mempertahankan institusi kekhilafahan yang mereka namakan Dauah Islamiyah (Mulyana, Akim, & Sari, 2016). Kelompok islam ini dikenal memiliki tujuan yang selangkah lebih maju karena ISIS telah mencita-citakan adanya institusi formal (pemerintah) yang berbentuk negara (kekhilafahan) melalui cara modern, dibandingkan dengan Al-Qaidah yang dikenal masih mengandalkan cara tradisional. ISIS cenderung berfokus pada musuh yang dekat, sehingga tak heran jika pemerintahan Irak dan Suriah, kaum Syiah, negara-negara asing yang memerangi seperti AS dan sekutunya menjadi musuh utama. ISIS dipimpin oleh Abu Bakar al-Baghdadi dan ada di dunia sejak tahun 2013 dengan beranggotakan sebagian besar militan Sunni dan ribuan pejuang muslim di seluruh dunia (Elbaum, 2018). Pola rekruitmen ISIS sangat beragam mulai secara offline maupun online dengan memanfaatkan teknologi komunikasi informasi canggih (globalisasi) khususnya media sosial dalam menyebarkan pamflet, pernyataan ajakan, dan video pembakar semangat demi menarik perhatian kaum muslim di dunia dan juga caanggihnya teknologi mampu membuat ISIS mempunya senjata (bom) dengan merakitnya sendiri tanpa harus mengimpor atau ke Irak untuk mendapatkannya. ISIS telah melakukan banyak serangan teror di seluruh dunia sehingga tak heran jika, sejak tahun 2014 AS sebagai negara super power telah memimpin koalisasi negara-negara yang mau melakukan serangan udara terhadap ISIS dan mendukung penuh pasukan Irak yang memerangi militan sebagai respon terhadap serangan-serangan yang ada.
ADVERTISEMENT

ISIS di Indonesia: Bom Gereja Surabaya

Penyebaran ideologi ISIS terus bergerak dan berkembang, tidak hanya menyebar di Timur Tengah saja tetapi, ISIS juga menyebarkannya ke Asia Tenggara terutama Indonesia dan Malaysia. Adanya pandangan teologis dan keimanan yang sama dengan ISIS (islam), kondisi Asia Tenggara yang dinilai mendukung politik sektarianisme, adanya rasa simpati dan perasaan senasib sebagai umat Islam yang mendorong masyarakat Muslim Asia Tenggara berangkat melakukan jihad atas nama misi kemanusiaan dan panggilan suci agama ini menjadi alasan ISIS memilih menyebarkan ideologinya ke Asia Tenggara (Rijal, 2017). Hadirnya paham untuk mendirikan negara Islam sejatinya bukanlah sesuatu hal baru bagi Indonesia. Perkembangan teknologi canggih dimanfaatkan oleh ISIS untuk mengembangkan jaringan dan simpatisan ISIS di Indonesia melalui mengedarkan video di Youtube yang berjudul “Join the Ranks” pada 23 Juli 2014. Video tersebut berisi seruan jihad untuk mendukung ISIS, yang kemudian diikuti dengan banyaknya simpati dukungan di berbagai daerah. Sejak 4 Agustus 2014 pemerintah Indonesia dibawah pemerintah Presiden SBY secara resmi melarang ISIS di Indonesia, baik secara formal maupun informal. Karena pemerintah Indonesia memandang ideologi ISIS bertentangan dengan ideologi Pancasila dan kondisi keberagaman yang ada di Indonesia (Rijal, 2017).
ADVERTISEMENT
Mengetahui hal tersebut ISIS tak tinggal diam, ISIS terus berusaha dan memanfaatkan kecanggihan teknologi saat ini untuk melancarkan aksi-aksinya. ISIS semakin handal dan ekstrim dalam melakukan aksinya, dengan perlengkapan informasi komunikasi, senjata canggih, dan banyaknya pengikut yang tersebar luas di Indonesia menjadi faktor pendukung dalam keberhasilan aksi teror ISIS. Indonesia telah banyak mengalami aksi teror ISIS yang merugikan dan membahayakan. Aksi teror tersebut seperti, Rencana Teror 17 Agustus 2015 di Solo, Bom Thamrin, Aksi Bunuh Diri di Mapolresta Surakarta, Penangkapan Jaringan Majalengka, Rencana Penyerangan Pos Polisi di Tangerang Selatan, Penusukan Wiranto, Bom Gereja di Surabaya, dan lain sebagainya (Ariyanto, 2017).
Jika diamati lebih dalam Bom Gereja di Surabaya ini menjadi salah satu aksi ISIS di Indonesia yang baru. Aksi pengeboman tiga gereja di Surabaya diketahui terjadi pada tanggal 13 Mei 2018, yang mana ledakan pertama terjadi di Gereja Santa Maria Tak Bercela, Gereja Kristen Indonesia (GKI), dan ketiga di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya meskipun pengeboman di waktu yang berbeda namun tetap di hari yang sama (Kompas.com, 2019). Setidaknya total korban ada sebelas orang tewas dan 41 orang lainnya terluka akibat aksi teror pengeboman tersebut. Pelaku pengboman tiga gereja tersebut diduga masih memiliki hubungan keluarga, tepatnya pelaku merupakan satu keluarga yang terdiri dari pasangan suami istri dan beserta empat anaknya. Dengan beranggotakan 6 orang, para pealu tersebut membagi tugas pengeboman menjadi seperti, istri dan dua anak perempuannya diturunkan di GKI, sementara itu dua anak laki-laki menuju Gereja Santa Maria dengan menggunakan motor, dan suaminya menggunakan bom mobil yang kemudian diledakkannya tepat di Gereja Pantekosta Surabaya. Peristiwa tersebut menjadi peristiwa yang menakutkan bagi warga Surabaya dan sangat membahayakan atas keselamatan serta keamanan warga Indonesia. Di tengah hiruk piluk itu, kelompok islam ISIS menyatakan bahwa mereka bertanggung jawab atas kejadian peristiwa itu (CNN Indonesia, 2018). Meskipun pelaku pengeboman tiga gereja di Surabaya tersebut tidak berasal langsung dari anggota kelompok ISIS tetapi, berasal dari JAD (Jamaah Ansharut Daulah) dan JAT (Jamaah Ansharut Tauhid) yang mana keduanya tersebut merupakan pendukung utama ISIS di Indonesia dan juga sering melakukan aksi terornya di berbagi kota di Indonesia. Adanya pernyataan yang ditulis ISIS tersebut membuktikan bahwa aksi teror yang dilakukan ISIS semakin ekstrim dan berhasilnya pengeboman membuktikan bahwa ISIS sangat ahli dengan menggunakan fitur kemajuan teknologi canggih untuk melancarkan aksinya sebagaimana ahli mengatakan bahwa globalisasi dapat dipandang mampu menjembatani atau memfasilitasi aksi terorisme di dunia.
ADVERTISEMENT

References:

Ariyanto, Yua. (2017). Jejak ISIS dalam Aksi Teror di Indonesia [online]. Available at https://www.liputan6.com/news/read/2968002/5-jejak-isis-dalam-aksi-teror-di-indonesia. [Accessed 24 December 2020].
Elbaum, Rachel. (2018). What Is ISIS? What you need to know about Islamic State in Iraq and Syria [online]. Available at https://www.nbcnews.com/storyline/smart-facts/what-isis-what-you-need-know-about-islamic-state-iraq-n859996. [Accessed 24 December 2020].
Globalization101. (2020). What Is Globalization? [online]. Available at https://www.globalization101.org/what-is-globalization/. [Accessed 22 December 2020].
Khan, A., & Estrada, M. A. (2017). Globalization and terrorism: an overview. Quality & Quantity, 51. doi:10.1007/s11135-016-0367-5
Kompas.com. (2019). Soal Penusukan Wiranto, Ini Rentetan Jejak ISIS di Indonesia [online]. Available at https://www.kompas.com/tren/read/2019/10/10/192118365/soal-penusukan-wiranto-ini-rentetan-jejak-isis-di-indonesia?page=all. [Accessed 24 December 2020].
Mulyana, Yan., Akim., & Sari, Deasy Silvya. (2016). POWER NEGARA ISLAM IRAK DAN SURIAH (NEGARA ISLAM IRAK DAN SURIAH, ISIS). Researchgate, 6(1).
ADVERTISEMENT
Neumayer, E., & Plümper, T. (2009). International Terrorism and the Clash of Civilizations. British Journal of Political Science, 39(04), 711-734.doi:10.1017/S0007123409000751.
Rijal, Najamuddin K. (2017). Eksistensi dan Perkembangan ISIS: Dari Irak Hingga Indonesia [online]. Available at https://media.neliti.com/media/publications/99666-ID-eksistensi-dan-perkembangan-isis-dari-ir.pdf. [Accessed 24 December 2020].