Konten dari Pengguna

Respons AS terhadap Program Nuklir Iran

heren budi
Mahasiswa Hubungan Internasional UPN Veteran Jawa Timur Selamat membaca, Semoga bermanfaat!
18 Juni 2021 16:27 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari heren budi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
image source: https://unsplash.com/photos/lAcYPEiau0U
zoom-in-whitePerbesar
image source: https://unsplash.com/photos/lAcYPEiau0U
ADVERTISEMENT
Timur Tengah merupakan salah satu kawasan paling strategis dan menjadi bagian penting dalam dinamika politik global, tensi ketegangan yang terjadi di kawasan ini selalu berdampak pada kawasan di sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Munculnya program nuklir di Iran membuat permasalah di kawasan Timur Tengah menjadi semakin kompleks. Peristiwa tersebut juga mendapatkan tanggapan dari Amerika Serikat (AS), yang mana tanggapan AS dapat mempengaruhi pandangan Iran di mata dunia dan juga di kawasan Timur Tengah itu sendiri.

Program Nuklir Iran

Masyarakat internasional mengenal nuklir sebagai senjata atau alat luar biasa yang dapat membahayakan keselamatan jiwa mahluk hidup, lingkungan dan bahkan planet. Adanya peristiwa serangan bom nuklir di kota Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika Serikat (AS) yang membuat hancurnya kedua kota dan menimbulkan ribuan manusia tidak bersalah tewas akibat luka karena radiasi yang ditimbulkan oleh bom nuklir tersebut.
Yang mana ini berakibat pada masyarakat yang seringkali mengkaitkan teknologi nuklir sebagai sesuatu hal yang sangat berbahaya. Nuklir sendiri dianggap sesuatu yang berhubungan dengan atau menggunakan inti atau energi (tenaga) atom yang dapat menghasilkan tenaga atau kekuatan yang sangat besar.
ADVERTISEMENT
Adanya penemuan dan pengembangan teknologi nuklir dapat menjadi sumber inspirasi sekaligus kekhawatiran dunia, karena teknologi nuklir dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi melimpah, namun juga dapat digunakan sebagai senjata yang mematikan.
Awalnya usaha-usaha penelitian yang muncul dalam penerapan energi nuklir pada dasarnya memiliki tujuan damai, namun jika penggunaan teknologi ini tidak diatur oleh lembaga internasional akan berdampak pada semakin banyaknya negara yang memiliki senjata nuklir dan hal ini malah menjadikan teknologi nuklir menjadi ancaman negara-negara terhadap perdamaian dunia.
Iran menjadi salah satu negara di kawasan Timur Tengah yang berambisi untuk memiliki senjata nuklir guna mendapatkan rasa aman dan inginnya menunjukkan kekuatan negaranya kepada negara atau pihak lain bahwasanya Iran memiliki senjata paling luar biasa (nuklir) tersebut.
ADVERTISEMENT
Perkembangan nuklir Iran telah melalui lima tahap periode penting (masa Mohammad Shah Reza Pahlavi – Mahmoud Ahamadinejad) dan kegiatannya tercatat melewati tujuh fase penting (fase 1 Pemulaan – fase 7 Perjanjian Internasional) (Fathoni, 2019). Semua negara yang bersangkutan akan merasa terhormat dari negara-negara tetangganya atau dalam istilah security sering disebut sebagai “deterrence” (Rofii, 2015).
Logika lain mengatakan bahwa alasan negara memiliki senjata nuklir yakni guna mencapai tujuan damai karena kebutuhan akan energi semakin hari semakin meningkat sehingga, keberadaan energi nuklir sangat membantu untuk memenuhi kebutuhan sumber daya listrik para negara berkembang yang sedang gencar-gencarnya terus melakukan produksi.
Sementara itu, lembaga internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memberikan petunjuk bagi seluruh negara di dunia untuk menempatkan perdamaian di atas segala-segalanya dan PBB juga membujuk semua negara untuk terus terlibat dalam perjanjian non-proliferasi nuklir atau Non-Proliferation Treaty (NPT). Perjanjian ini berisi tentang keharusan negara untuk terbuka dalam menjalankan aktivitas pengembangan nuklir dengan memberikan akses kepada lembaga peninjau International Atomic Energy Agency (IAEA) dan pemberian akses bagi seluruh negara yang menyetujuinya dengan menandatangani perjanjian tersebut, atas pengembangan senjata nuklir tujuan damai, seperti untuk suplai energi listrik ataupun riset teknologi kesehatan dan produk-produk lainnya yang tidak berkaitan dengan senjata atau ancaman yang dapat membahayakan. Iran menjadi salah satu negara yang terlibat dalam perjanjian NPT.
ADVERTISEMENT

Iran dalam Perjanjian Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA)

Setelah munculnya perjanjian NPT, Iran juga terlibat dalam perjanjian Join Comprehensive Plan of Action (JCPOA) yang merupakan suatu kesepakatan penting yang dicapai antara Iran dan beberapa kekuatan dunia, termasuk Amerika Serikat, pada tahun 2015. Di mana Iran setuju untuk membongkar sebagian besar dari perjanjiannya yang mengenai program nuklir dan pembukaan fasilitas untuk inspeksi internasional yang lebih luas dengan imbalan pencabutan sanksi senilai miliaran dolar. Namun, kesepakatan ini berada dalam bahaya sejak Presiden Donald J. Trump menarik AS dari JCPOA (Robinson, 2021).
Sebagai pembalasan atas kepergian AS, Iran memilih untuk terus melanjutkan beberapa serangan. Presiden Joe Biden juga mengatakan bahwa AS akan kembali ke kesepakatan JCPOA jika Iran kembali patuh. Sementara itu, kebangkitan program senjata nuklir Iran secara dramatis mampu meningkatkan ketegangan di Timur Tengah.
ADVERTISEMENT
JCPOA mulai memberlakukan pembatasan pada program pengayaan nuklir sipil Iran sejak tahun 2016. Inti dari negosiasi dengan Iran ialah lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB (Cina, Prancis, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat) dan Jerman, yang secara kolektif dikenal sebagai P5+1.
Tujuannya yakni melepaskan program nuklir Iran ke titik di mana jika teheran memutuskan untuk membuat senjata nuklir, itu setidaknya memakan waktu sekitar satu tahun dan memberikan kekuatan dunia waktu untuk merespons.
Sedangkan, negara-negara yang bernegosiasi khawatir atas langkah Iran untuk menjadi negara senjata nuklir berisiko mendorong kawasan tersebut ke dalam krisis baru.
Dalam JCPOA terlihat bahwa negara-negara tersebut menekan Iran dengan bernegosiasi selama bertahun-tahun dalam menawarkan pemerintahannya berbagai insentif untuk menghentikan pengayaan Uranium.
ADVERTISEMENT
Sementara presiden Hassan Rouhani sebagai proses reformis terus berupaya untuk mencapai kesepakatan awal untuk memandu negosiasi kesepakatan yang komprehensif, Iran malah meminta JCPOA untuk mendapatkan keringanan dari sanksi internasional yang sempat membuat ekonominya krisis.

Iran dan International Atomic Energy Agency (IAEA)

Kasus nuklir Iran ini dilatarbelakangi oleh kegiatan Iran yang sedang memperkaya Uranium, yang mana dapat dijadikan sebagai bahan utama dalam pembuatan reaktor nuklir yang dilakukan sejak sebelum tahun 2003.
Kegiatan tersebut mengakibatkan IAEA sebagai Badan yang mengawasi dan memeriksa kegiatan pengembangan nuklir untuk tujuan damai merasa curiga terhadap kegiatan Iran tersebut, di mana ini dibuktikan dengan pembangunan beberapa fasilitas pengayaan Uranium baru oleh Iran.
Namun, pemerintah Iran di Tehran menyatakan bahwa fasilitas tersebut dibangun guna membuat reaktor-reaktor nuklir baru demi kepentingan masa depan (BAHRI, 2012). Tahun 2007 Iran dengan IAEA mampu menyelesaikan beberapa pertanyaan tentang kecurigaan IAEA dan masyarakat internasional terutama pihak Barat.
ADVERTISEMENT
Kemudian di tahun 2008, Mohamed Elbaradei sebagai pemimpin IAEA, menyatakan bahwa sebenarnya masih ada satu isu atau masalah yang belum terselesaikan yakni, adanya campur tangan pihak militer Iran dalam program pengembangan nuklir Iran.
Hal ini terus dipertanyakan mengenai keaslian dari bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Iran sedang mengembangkan senjata nuklir atas pelaporan pemimpin IAEA, Yukiya Amano di tahun 2012.
Melalui Duta Besarnya untuk IAEA, Ali Asghar Soltanieh, mengatakan bahwa Iran hanya akan menyetujui permintaan delegasi IAEA untuk mengunjungi situs militer Parchin, apabila kedua belah pihak telah berhasil mengadakan negosiasi dan menyepakati sebuah kerangka kerja sama tertentu yang membahas masalah kedua belah pihak.
IAEA memilih kawasan Parchin sebagai tempat kunjungan utama, ini dikarenakan banyak negara Barat yang menduga sejak 2004 bahwa kawasan ini lah yang dijadikan sebagai fasilitas pengembangan senjata nuklir.
ADVERTISEMENT
Namun, sayangnya Iran menolak pemberian akses IAEA untuk mengunjungi Parchin karena permintaan tersebut tidak termasuk dalam kewajiban hukum Iran dengan NPT.
Masih di tahun 2012, anggota parlemen Iran menyampaikan alasan Iran menolak kedatangan atau kunjungan IAEA ke dalam wilayah militer Iran (Parchin) dan Iran tidak akan mengizinkan IAEA meninjau teknologi militernya.
Alasan tersebut ialah Iran menganggap bahwa IAEA merupakan “mata-mata Barat” yang akan membocorkan semua rahasia tentang apa saja yang sedang dilakukan Iran di wilayah tersebut kepada dunia Barat.
Yang mana IAEA beranggapan bahwa tindakan Iran dianggap tidak mematuhi Article VIII Statuta IAEA tentang pertukaran Informasi serta INFCIRC/214 karena menghambat kinerja IAEA, Legal Basis Dewan Keamanan dalam kasus nuklir Iran ini, berdasarkan Article III paragraf B.4 Statuta IAEA, bahwa IAEA sebagai badan pengawas pengembangan energi nuklir harus menyampaikan laporan rutin kepada Majelis Umum atau Dewan Keamanan PBB dan apabila ditinjau dari Article 39 Piagam PBB, Dewan Keamanan PBB akan menentukan ada atau tidaknya sesuatu ancaman terhadap perdamaian serta menganjurkan tindakan yang perlu untuk dilakukan dalam pemeliharaan perdamaian (BAHRI, 2012).
ADVERTISEMENT
Sedangkan, jika dilihat dari sudut pandang Hukum Internasional, Iran mendapat pembenaran atas tindakan yang dilakukan. Karena dalam Hukum Internasional terdapat prinsip Protection Principle yang menjelaskan bahwa negara berwenang untuk melakukan ketentuan hukum atas tindakan-tindakan yang dianggap mengganggu dan mengancam keamanan negara yang salah satunya adalah tindakan Spying. Iran dapat menerapkan prinsip tersebut dalam rangka menjaga dan memelihara keamanan serta ketertiban umum.

Respons Amerika Serikat (AS) Terhadap Nuklir Iran dalam Kawasan Timur Tengah

Mengetahui adanya isu Nuklir Iran, pemerintahan presiden AS Barack Obama menjatuhkan sanksi sekunder pada sektor minyak, yang memungkinkan Iran untuk meningkatkan ekspor minyaknya hampir ke level sebelum sanksi tersebut.
AS dan banyak negara Eropa juga membekukan aset Iran yang bernilai sekitar $100 miliar (Robinson, 2021). Namun, kesepakatan tersebut hampir runtuh sejak presiden Trump menarik AS pada 2018 dan menerapkan kembali sanksi perbankan dan minyak yang menghancurkan.
ADVERTISEMENT
Trump mengatakan perjanjian itu gagal untuk mengatasi program rudal balistik Iran dan perang proksi di wilayah tersebut, dan dirinya mengeklaim bahwa ketentuan saat matahari terbenam akan memungkinkan Iran untuk mengejar senjata nuklir di masa yang akan datang.
Iran menuduh AS mengingkari komitmennya, dan menyalahkan Eropa karena tunduk pada unilateralisme AS. Demi menjaga perjanjian tetap hidup Prancis, Jerman, dan Inggris meluncurkan sistem barter, yang dikenal sebagai INSTEX, untuk memfasilitasi transaksi dengan Iran di luar sistem perbankan AS.
Namun, sistem tersebut hanya untuk makanan dan obat-obatan, yang telah dibebaskan dari sanksi AS. Setelah setahun kemudian, AS mengakhiri keringanan dengan tujuan menghentikan ekspor minyak Iran sepenuhnya.
Dengan berakhirnya keringanan sanksi atas ekspor minyak dan pemulihan sanksi AS di tahun 2018 ini telah sangat mengurangi sumber penting pendapatan nasional yakni, produk minyak dan minyak bumi penyumbang 80 persen dari ekspor Iran. Hal ini diperparah dengan aksi AS yang menjatuhkan sanksi pada delapan belas bank utama Iran, hingga menyebabkan Iran jatuh lebih jauh terhadap dolar AS. Sementara itu, berbagai sanksi AS pun yang tidak terkait dengan program nuklir juga mampu menambah kerusakan.
ADVERTISEMENT
Sedangkan pada saat ini Biden beranggapan bahwa AS akan bergabung kembali dengan perjanjian jika Iran kembali patuh, tetapi dia juga ingin merundingkan perjanjian penerus untuk menangani kegiatan Iran lainnya, seperti program misilnya.
Iran telah meminta AS untuk kembali ke kesepakatan tersebut, namun ia mengatakan tidak bersedia jika membahas perluasan kesepakatan itu lebih lanjut. Menteri Luar Negeri, Mohammad Javad Zarif, mengatakan kepada CFR tahun 2020, bahwa Iran sama sekali tidak akan melakukan negosiasi ulang dan AS harus memberikan kompensasi kepada Iran atas kerusakan yang disebabkan oleh sanksi, yang menurutnya bernilai mencapai $1 triliun.
Namun, prospek negosiasi sendiri dikabarkan baru bisa meredup pada Juni 2021, ketika Iran melakukan pemilihan presiden baru. Banyak analis mengatakan kandidat konservatif garis keras memungkinkan mampu menggantikan Presiden Rouhani, yang mana popularitasnya merosot atas terurainya kesepakatan nuklir.
ADVERTISEMENT
Di mana Iran yang awalnya tidak memiliki musuh menjadi dipandang semakin berbahaya oleh negara-negara di kawasan lain, karena program nuklir yang dibangunnya. Adanya tanggapan AS tersebut semakin memperkeruh ketegangan yang ada di kawasan Timur Tengah.
Stabilitas politik dan keamanan di Timur Tengah akan terganggu selama negara-negara kawasan lain mengetahui adanya salah satu negara di kawasannya yang mempunyai program nuklir. Yang mana hal ini juga mempengaruhi pandangan negara-negara kawasan Timur Tengah sendiri terhadap Iran.
Kendati demikian, di masa depan, negara-negara di kawasan Timur Tengah yang kaya akan sumber daya minyak bumi, memerlukan suatu kerangka kerja sama terhadap keamanan regional yang mampu melibatkan semua pihak, baik negara pemilik nuklir maupun non-nuklir, demi menciptakan penyelesaian damai secara berkelanjutan (Wangke, 2021).
ADVERTISEMENT

References

BAHRI, M. S. (2012). PENOLAKAN PEMERINTAH IRAN TERHADAP INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY (IAEA) UNTUK MELAKUKAN PEMERIKSAAN PENGEMBANGAN ENERGI NUKLIR DI WILAYAH NEGARA IRAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF STATUTA IAEA. media.neliti.com. Retrieved 4 13, 2021, from https://media.neliti.com/media/publications/34823-ID-penolakan-pemerintah-iran-terhadap-international-atomic-energy-agency-iaea-untuk.pdf
Fathoni, K. M. (2019, Juni). Program Pengembangan Nuklir Iran dan Pengaruhnya terhadap Masyarakat Iran (1957- 2006 M). Jurnal Studi Sosial dan Politik, 3(1), 1-16. Retrieved April 13, 2021, from https://core.ac.uk/download/pdf/267946935.pdf
Robinson, K. (2021, February 25). What Is the Iran Nuclear Deal? Retrieved April 213, 2021, from https://www.cfr.org/backgrounder/what-iran-nuclear-deal
Rofii, M. S. (2015, November). Babak Baru Nuklir Iran: Memahami Manuver Iran dan Dinamika Politik Kawasan Timur Tengah. ResearchGate, 1(1). Retrieved 4 13, 2021, from https://www.researchgate.net/publication/318774708_Babak_Baru_Nuklir_Iran_Memahami_Manuver_Iran_dan_Dinamika_Politik_Kawasan_Timur_Tengah
ADVERTISEMENT
Wangke, H. (2021, April). ISRAEL DAN PROGRAM NUKLIR IRAN. XIII(8), 7-11. http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-XIII-8-II-P3DI-April-2021-170.pdf