Konten dari Pengguna

Strategic Ambiguity Pengembara Udara dan Kerajaan Tanah

heri st
Dosen Prodi Perpustakaan dan Sains Informasi Universitas YARSI
26 Maret 2024 15:40 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari heri st tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam penanganan krisis, penciptaan ambiguitas merupakan sebuah strategi. Eisenberg dan Goodall (1997) menyebutnya strategic ambiguity, yang dalam sebuah penanganan krisis memiliki empat fungsi: (1) mempromosikan keanekaragaman dalam satu tujuan; (2) memberikan posisi yang menguntungkan; (3) bisa disangkal; dan (4) memfasilitasi perubahan organisasi (dalam hal ini pemerintah). Ambiguitas menciptakan kebingungan masyarakat, karena menimbulkan multi-interpretasi terhadap penaganan masalah lingkungan.
ADVERTISEMENT
Dalam serial Avatar: The Last Airbender, terdapat dua negara yang paling bertanggungjawab untuk mengembalikan keseimbangan alam, yaitu Pengembara Udara dan Kerajaan Tanah. Pengembara Udara memiliki peran krusial, sebab lingkaran reinkarnasi setelah meninggalnya Avatar Roku, berasal dari Pengembara Udara, yaitu Avatar Aang. Oleh karena itu, Pengembara Udara merupakan subjek penting yang diharapkan dapat menyusun strategi guna mengakhiri peperangan. Selain Pengembara Udara, Kerajaan Tanah juga memiliki peran penting dalam konstelasi kekuasaan di semesta Avatar. Kerajaan Tanah merupakan negara adidaya (superpower), yang dapat menandingi kekuatan militer Negara Api. Namun, dalam arena pertarungan kekuasaan dan upaya penanganan krisis ekologi, kedua negara tersebut menciptakan strategic ambiguity.
Kelompok Pengembara Udara (lebih spesifik lagi Kuil Udara Selatan) memegang peranan penting, sebagai tempat kelahiran kembali (reinkarnasi Avatar). Sebagai institusi negara, Pengembara Udara dituntut untuk mengambil langkah strategis, yang dapat menghentikan tirani minoritas Negara Api. Pengembara Udara menerapkan dua kebijakan berkaitan dengan pembentukan Aang sebagai Avatar. Salah satunya dengan menginformasikan bahwa Aang adalah seorang Avatar sebelum ia berusia 16 tahun. Pengembara Udara melakukan dekonstruksi terhadap kultur yang selama ini berlaku. Tindakan ini dapat membuka ruang dialogis yang memunculkan sebuah pertanyaan kritis; bagaimana jika saat itu Aang tidak diberitahu identitas ke-Avatarannya? Karena pada adegan selanjutnya, Gyatso mengakui bahwa kesalahan para biksu adalah memberitahukan ke-Avataran Aang di saat usianya masih 12 tahun.
ADVERTISEMENT
Dalam struktur kekuasaan di Kuil Udara Selatan, terjadi pertentangan di internal Para Biksu. Biksu Gyatso menjadi satu-satunya yang berpandangan moderat, dengan memusatkan perhatian pada sisi psikologis Aang. Gyatso berpandangan bahwa Aang harus tumbuh sebagaimana anak-anak normal lain.
Kebijakan Pengembara Udara berikutnya menegaskan posisi Gyatso yang dianggap berkorelasi negatif dengan perkembangan kepribadian Aang. Kedekatan Gyatso dengan Aang dianggap sebagai pelemah dalam upaya membentuk Aang menjadi pengendali yang hebat (powerful bender). Kebijakan ini pada akhirnya menghancurkan perasaan Aang, karena ia kehilangan supporting system, yang selama ini ada pada sosok Gyatso. Kemarahan Aang ditampilkan melalui episode The Storm, saat ia menceritakan memori penderitaan pada Katara.
Ekspresi Kemarahan Aang
Institusi negara yang juga memegang peran penting dalam semesta Avatar yaitu Kerajaan Tanah. Kerajaan Tanah dinilai cukup kuat untuk menandingi Negara Api. Bangsa Kerajaan Tanah dikenal pemberani dan berkarakteristik keras (seperti batu). Saat tim Avatar menyusun rencana invasi ke Negara Api, satu-satunya bantuan yang diharapkan yaitu dari Kerajaan Tanah. Lebih spesifik lagi, melalui ibukota kerajaan, yaitu Ba Sing Se. Kedatangan tim Avatar ke Ba Sing Se, sekaligus membuka sisi gelap kota tersebut. Ba Sing Se selama ratusan tahun telah melanggengkan sistem kekuasaan diktator. Raja hanyalah sebuah simbol, sementara jalannya pemerintahan diambil alih oleh Penasihat Raja, yang bernama Long Feng. Dalam upayanya melindungi kota, Long Feng dibantu dengan agen Dai Li, menciptakan narasi perdamaian palsu dan menutupi realitas perang (episode Appa’s Lost Days). Kedamaian Ba Sing Se adalah sebuah kesadaran palsu yang pada akhirnya menghancurkan pertahanan kota tersebut (episode The Crossroads of Destiny).
ADVERTISEMENT
Kediktatoran Long Feng menyebabkan Ba Sing Se lemah dan mudah ditaklukan dari dalam oleh Azula. Kota ini akhirnya jatuh ke tangan Negara Api. Ironisnya, lewat pengkhianatan militer Ba Sing Se: agen Dai Li. Kemudian, pada episode Sozin’s Comet Part 4: Avatar Aang, Ba Sing Se berhasil dibebaskan oleh kelompok Urutan Teratai Putih. Maka, sekali pun Ba Sing Se berperan sebagai destinasi bagi para pelarian untuk mencari suaka baru, Ba Sing Se tetap tidak menjadi episentrum dalam penanganan krisis ekologi global. Dalam konteks inilah, teks Avatar: The Last Airbender memperlihatkan kelemahan suatu negara adidaya dalam mengatasi krisis di level global.