Konten dari Pengguna

Dari Passion ke Pressure: Risiko Menjadikan Hobi sebagai Karier

Herliana Vega Ratulangi
Mahasiswa Universitas Pancasakti Tegal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Progdi Ilmu Komunikasi
31 Desember 2024 9:43 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Herliana Vega Ratulangi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ilustrasi orang sedang berpikir/ Sumber: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi orang sedang berpikir/ Sumber: Pixabay
Banyak orang yang bermimpi bisa mengubah hobi mereka menjadi pekerjaan, bepikir bahwa itu memberikan kebahagian yang tak terbatas. “Bekerja sambil melakukan apa yang kita cintai” seringkali dijadikan slogan bagi mereka yang ingin mengubah passion menjadi karier. Namun, kenyataannya tidak selalu seindah itu. Ketika hobi yang semula dilakukan untuk kesenangan berubah menjadi kewajiban yang dijerat oleh aturan dan deadline, seringkali kesenangan itu hilang begitu saja. Banyak orang, yang semula bersemangat mengejar passion, akhirnya merasa jenuh dan tertekan setelah hobi tersebut dijadikan karier. Dalam artikel ini, kita akan membahas mengapa hal ini bisa terjadi, dan apa dampaknya terhadap kebahagiaan dan kesejahteraan bagi seseorang.
Ilustrasi fotografer memotret/ Sumber: Pixabay
Perbedaan Hobi sebagai Kesenangan Dibandingkan dengan Profesi
ADVERTISEMENT
Ada perbedaan besar antara menjalankan hobi untuk kesenangan dan mengubahnya menjadi profesi. Hobi untuk kesenangan biasanya memberikan ruang bagi seseorang untuk bersantai tanpa tekanan. Aktivitas ini dilakukan sesuai keinginan dan suasana hati, tanpa harus memikirkan hasil akhir atau ekspektasi dari orang lain. Sebaliknya, ketika hobi dijadikan profesi, muncul tanggung jawab yang lebih besar. Hobi yang dulunya bebas mulai diikuti oleh target, deadline, dan bahkan ekspektasi orang lain. Hal ini sering kali membuat hobi kehilangan esensi utamanya sebagai sumber kebahagiaan.
Sebagai contoh, seorang fotografer yang awalnya menikmati fotografi sebagai aktivitas bebas untuk menyalurkan kreativitasnya. Dalam kondisi tersebut, ia memiliki kebebasan penuh dalam menentukan gaya, lokasi, dan waktu pemotretan tanpa adanya tekanan, sehingga fotografi menjadi sarana untuk mengisi waktu luang dan mengekspresikan diri.
ADVERTISEMENT
Namun, situasi berubah ketika fotografer tersebut bekerja di sebuah perusahaan sebagai fotografer profesional. Dimana perusahaan itu memiliki jadwal yang padat. Kebebasan yang dulu ia nikmati digantikan oleh serangkaian aturan perusahaan. Gaya pemotretan, lokasi, dan jadwal kerja kini ditentukan oleh kebutuhan perusahaan, bukan preferensi pribadi.
Rutinitas kerja yang monoton dan minim variasi sering kali menjadi sumber kejenuhan. Situasi seperti ini sering kali memunculkan dampak psikologis yang signifikan. Ketika tekanan kerja terus meningkat dan ruang untuk mengekspresikan diri semakin sempit, rasa suka terhadap aktivitas yang dulu menjadi hobi perlahan mulai memudar.
Dalam kasus fotografer profesional tadi, fotografi yang awalnya menjadi sumber kebahagiaan berubah menjadi rutinitas membosankan. Setiap hari ia menghadapi tugas yang sama, mengikuti aturan yang membatasi kebebasan, dan memenuhi ekspektasi tinggi perusahaan. Akibatnya, muncul rasa lelah, jenuh, dan keinginan untuk berhenti. Keinginan ini tidak hanya disebabkan oleh kejenuhan, tetapi juga oleh hilangnya rasa kepuasan dan gairah yang dulu ada. Aktivitas yang semula dilakukan dengan sukarela kini terasa seperti kewajiban, yang pada akhirnya membuat seseorang bahkan ingin berhenti dari pekerjaan tersebut.
ADVERTISEMENT
"Alasan saya resign karena yang awalnya senang bekerja berdasarkan hobi, lama-lama merasa jenuh. Awalnya, pekerjaan ini untuk mengisi waktu luang, tetapi justru membuat saya kehilangan waktu luang karena sistemnya yang berbasis booking order. Hal ini menyulitkan saya untuk mendapatkan izin jika ada acara atau kepentingan mendadak. Selain itu, gaya pemotretan juga harus disesuaikan dengan perusahaan, sehingga saya tidak bisa mengeksplorasi gaya saya sendiri." ujar seorang fotografer profesional Harlan Fadillah, Minggu (29/12).
Fenomena ini menjadi bukti bahwa menjadikan hobi sebagai karier tidak selalu berjalan sesuai harapan. Tekanan kerja yang konstan dan hilangnya kebebasan sering kali menjadi faktor utama yang mengubah persepsi seseorang terhadap hobi yang mereka cintai.
Ilustrasi seseorang sedang tertekan/ Sumber: Pixabay
Dampak dari Menjadikan Hobi Sebagai Profesi
ADVERTISEMENT
1. Motivasi Diri dari Kesukaan ke Kepuasan
Awalnya, hobi dilakukan untuk kesenangan pribadi tanpa tekanan eksternal. Namun, ketika dijadikan profesi, individu mulai merasa tertekan untuk memenuhi ekspektasi klien, atasan, atau dirinya sendiri. Motivasi yang sebelumnya berasal dari kebebasan berkarya berubah menjadi dorongan untuk mencapai hasil yang diinginkan, seperti memenuhi target atau menghasilkan produk sesuai standar yang ditetapkan.
2. Burnout Akibat Rutinitas Berulang
Rutinitas kerja yang monoton dan berulang dapat menyebabkan burnout, yaitu kelelahan fisik dan emosional. Pekerjaan yang awalnya menyenangkan kini terasa membosankan karena tidak ada variasi atau tantangan baru. Gejala burnout termasuk kelelahan yang tak kunjung hilang, penurunan semangat kerja, dan penurunan produktivitas karena tekanan kerja yang terus-menerus.
ADVERTISEMENT
3. Keseimbangan Hidup yang Terganggu
Ketika pekerjaan menguasai sebagian besar waktu dan energi, seseorang cenderung mengabaikan hubungan sosial dan waktu untuk diri sendiri. Hobi yang dulunya bisa dinikmati di waktu luang kini menjadi beban yang mengurangi waktu berkualitas dengan keluarga, teman, atau pasangan. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan dalam menjaga keseimbangan antara kehidupan pribadi dan profesional.
4. Gangguan Kesehatan Mental dan Fisik
Tekanan pekerjaan yang terus-menerus, seperti tuntutan untuk selalu kreatif dan memenuhi deadline ketat, dapat menyebabkan stres kronis. Stres ini sering berujung pada gangguan tidur, kecemasan, dan depresi. Selain itu, jam kerja panjang dan rutinitas yang monoton dapat menyebabkan kelelahan fisik, menurunkan daya tahan tubuh, serta meningkatkan risiko penyakit jantung dan gangguan kesehatan lainnya.
ADVERTISEMENT
5. Risiko Kehilangan Identitas
Ketika pekerjaan menguasai sebagian besar waktu dan energi, seseorang cenderung mengabaikan hubungan sosial dan waktu untuk diri sendiri. Hobi yang dulunya dinikmati di waktu luang kini menjadi beban yang mengurangi waktu berkualitas dengan keluarga, teman, atau pasangan, sehingga menyulitkan dalam menjaga keseimbangan antara kehidupan pribadi dan profesional.
Ilustrasi stress/ Sumber: Pixabay
Tips untuk Menghindari Kejenuhan dan Menjaga Semangat Kerja
1. Menetapkan Tujuan Jangka Pendek dan Jangka Panjang
Untuk menjaga semangat, cobalah menetapkan tujuan yang jelas dalam pekerjaan maupun kehidupan pribadi. Tujuan jangka pendek memberikan rasa pencapaian yang lebih cepat, sementara tujuan jangka panjang memberi arah dan motivasi. Dengan tujuan yang jelas, kamu bisa tetap terfokus meskipun pekerjaan terkadang terasa monoton.
ADVERTISEMENT
2. Mengatur Waktu untuk Diri Sendiri
Berikan dirimu waktu untuk beristirahat dan menikmati kegiatan yang menyenangkan di luar pekerjaan. Ini bisa berupa hobi lain, berolahraga, atau sekadar bersantai. Dengan memberi diri waktu untuk recharge, kamu bisa kembali bekerja dengan energi yang lebih baik dan mengurangi rasa jenuh.
3. Berkomunikasi dengan Orang Lain
Jika merasa terjebak dalam rutinitas, cobalah berbicara dengan rekan kerja, teman, atau keluarga. Terkadang, berbagi perasaan dan mendapatkan perspektif lain bisa membantu kamu melihat situasi dari sudut pandang yang berbeda. Ini juga bisa membuka peluang untuk menemukan cara baru dalam mengatasi kebosanan.
4. Mencari Kesempatan untuk Belajar dan Berkembang
Selalu ada ruang untuk belajar dan berkembang, bahkan dalam pekerjaan yang terasa rutin. Cobalah untuk mencari kesempatan untuk menambah keterampilan baru atau mengeksplorasi aspek lain dari pekerjaan yang mungkin belum kamu coba. Pembelajaran yang berkelanjutan dapat memberi tantangan baru dan menjaga semangat tetap hidup.
ADVERTISEMENT
5. Refleksi Rutin untuk Menilai Keseimbangan Hidup
Lakukan refleksi untuk mengevaluasi apakah kamu merasa seimbang antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Jika merasa terlalu terfokus pada pekerjaan, pertimbangkan untuk menyesuaikan jadwal atau mencari cara untuk mengurangi stres. Refleksi ini membantu menjaga keseimbangan dan mencegah kelelahan.
Menjaga keseimbangan antara passion dan tekanan pekerjaan sangat penting untuk kesejahteraan pribadi. Meskipun menjadikan hobi sebagai profesi dapat memberikan kepuasan tersendiri, risiko yang muncul perlu dipertimbangkan dengan seksama. Dalam beberapa kasus, tekanan yang datang bersamaan dengan pekerjaan dapat mengubah hobi yang semula menyenangkan menjadi beban yang menurunkan kualitas hidup.
Oleh karena itu, sebelum menjadikan hobi sebagai profesi, penting untuk mengevaluasi dengan hati-hati segala potensi dampak yang mungkin timbul. Mempertimbangkan baik-baik risiko jangka panjang terhadap kesehatan mental, fisik, dan identitas diri akan membantu menjaga agar pekerjaan tetap memberikan kepuasan tanpa mengorbankan kebahagiaan pribadi.
ADVERTISEMENT