Konten dari Pengguna

Rakyat Menjerit: Pagar Laut Menjepit

Hermansyah
Nama: Hermansyah Pekerjaan: Sebagai tenaga pengajar di Universitas Pamulang
5 Februari 2025 10:06 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hermansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pagar Laut Bambu Tangerang: (https://pixabay.com/id/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pagar Laut Bambu Tangerang: (https://pixabay.com/id/)
ADVERTISEMENT
Pagar laut yang terdiri dari ribuan bahkan puluhan batang bambu ini yang tersebar luas sepanjang 30,16 kilometer di Kabupaten Tangerang, Banten, saat ini benar-benar menjadi pusat perhatian khalayak umum. Akan tetapi pagar tersebut bukan hanya sekedar pembatas melainkan cerminan dari proses oligarkhi yang sedang terjadi di negara ini.
ADVERTISEMENT
Secara tidak langsung dengan hadirnya pagar laut ini telah bedampak pada mata pencaharian ribuan para nelayan. Dengan cara memblok rute ke jalur penangkapan ikan, srtuktru ini juga telah mempersulit kondisi perekonomian masayarakat lokal. Kasus ini merupakan warning yang serius bagi para nelayan setempat, yang sebagian besar bergantung pada hasil penakapan ikan setiap hari nya.
Berdasarkan tuturan dari Ketua Ombudsman RI Perwakilan Banten menegaskan bahwa kerugian ekonomi nelayan akibat meningkatnya biaya operasional diperkirakan mencapai Rp 9 miliar dalam tiga bulan terakhir. Selain itu, keberadaan pagar lau ini sangat mencerminkan ketimpangan yang terjadi antara para nelayan kecil dengan para oligarkhi di negeri ini.
Dimana seharusnya laut dapat dimanfaatkan sebagai salah satu roda ekonomi bagi nelayan kecil, sekarang telah berubah mejadi penghalang bahkan menjepit ruang hidup mereka secara nyata. Persoalan ini mempertegas argument bahwa masayarakt kecil semakin sulit unruk mendapatkan akses terhadap sumber daya alam di negeri sendiri, seperti halnya laut, karena regulasi dan birokrasi yang selalu berpihak kepada kepetingan tertentu.
ADVERTISEMENT
Ketegangan yang terjadi antara nelayan kecil, pemerintah, dan perusahaan bahkan dianggap memiliki peran dalam proyek pembanguan pagar laut ini, sehingga terjadi ketegangan dengan dampak yang luar biasa secara komprehensif di Kabupaten Tangerang, banten.
Melalui pespektif sosiologis, kehadiran pagar laut ini sangat mengancam pertumbuhan eksosistem laut, seperti ikan, udang, dan kerang. Akibat dari struktur bambu yang di tancapkan ke dasar laut dan di lapiskan pemberat pasir.
Kerusakan habitat biota alam ini tidak dapat dianggap remeh oleh sekelompok komunitas nelayan. Karena laut Pesisir Tangerang merupakan rumah bagi sebagian besar spesies yang hidup di dalamnya. Penyebab terjadinya penurunan kualitas ekosistem dapat menyebabkan efek domino bagi habitat lainya. Sebagian besar para nelayan beranggapan bahwa proyek pagar laut ini tidak ada manfaatnya untuk lingkungan sekitar bahkan menyebabkan aliran air menjadi rusak.
ADVERTISEMENT
Oligarkhi Dan Relasi: Untungkan Kanton Sendiri ?
Konflik ini memang tidak terlepas dari yang namanya relasi sang penguasa. Melalui penjelasan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) serta Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), bahwa saat ini pembanguan pagar laut di Tangerang telah mengantongi Setifikat Hak Guna Bangunan (SHGB ) secara resmi. Proyek misterius ini banyak melibatkan pihak-pihak perusahaan seperti PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa.
Dengan adanya keterlibatan secara langsung dari beberapa perusahaan tersebut memperkuat argumentasi adanya dominasi oligarkhi dalam penguasaan ruang lingkup laut Tangerang. Sertifikat ini menimbulkan pertanya besar dikalangan masyarakat bagaimana bisa laut yang seharusnya dimanfaatkan secara bersama-sama, mendadak berubah menjadi proverti yang berbentuk private melalui adminitrasi “ SILUMAN”.
ADVERTISEMENT
Proses ini merupakan gambaran nyata dari hasil permainan cantik antara relasi oligarkhi dan oknum pemerintah setempat. Tanpa adanya regulasi yang transparan, konflik pagar laut Tangerang menunjukkan bahwa sistem pengelolaan ruang lingkup laut di Indonesia masih sangat jauh dari kata ideal.
Kasus pagar laut ini bisa menjadi renungan bagi setiap nelayan kecil, bahwa laut dan daratan sangat rentan dengan “Privilege Oligarkhi“. Apresiasi terhadap kinerja presiden terpilih Prabowo Subioanto atas perintah dan membatalkan sertfikat (SHGB) yang terindikasi cacat hukum.
Selain itu, proses ini perlu di kawal secara berskala agar dikemudian hari tidak terulang kembali, perlu adanya kerjasama yang kuat antar pemerintah, masyarkat setempat, untuk mengelolah raung lingkup laut secara baik.
Pagar laut di Kabupaten Tangerang bukan sekedar pagar bambu biasa yang tertancap secara otomatis, ia merupakan cerminan oligarkhi yang harus sama-sama di perhatiakan secara khusus. Indonesia merupakan nergara maritim, sudah seharunsya ruang lingkup laut dapat dikelolah dan dimanfaatkan untuk kepetingan bersama, bukan untuk kepentingan segerombolan oligarkhi.
ADVERTISEMENT
Penulis: Hermansyah/Dosen Ilmu Komunikasi/Universitas Pamulang