Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Hubungan Bias dan Fenomenologi
7 Januari 2024 9:20 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Hermawan Adinata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Bias, sebuah kata yang sering kali didengar, tetapi belum tentu di ketahui maknanya. Selain itu, terdapat juga fenomenologi, sebuah sudut pandang filsafat yang mendeskripsikan pengalaman sesuai dengan apa yang dipersepsikan secara langsung. Kedua hal ini beserta dengan hubungannya akan dibahas pada kesempatan kali ini
ADVERTISEMENT
Bias adalah sebuah kesalahan dalam mengambil keputusan yang memengaruhi pengertian, persepsi dan tindakan kita yang menyimpang dari rasionalitas, objektivitas atau keadilan. Bias itu sendiri juga adalah sebuah kecenderungan seseorang untuk lebih memilih ide, orang, kelompok atau hal tertentu lebih dari pada yang lain dan sering kali terjadi secara tidak sadar. Bias itu sendiri bisa mengambil rupa beberapa bentuk seperti bias kognitif, bias sosial, bias budaya.
Bias Kognitif terjadi dalam proses berpikir dan bisa mempengaruhi cara kita menginterpretasi informasi. Bias Sosial berhubungan dengan interaksi sosial antara seseorang atau dengan kelompok. Bias Budaya terbentuk dari latar belakang budaya dan cara kita dibesarkan dan bisa termasuk di dalamnya norma budaya, nilai-nilai, perilaku atas orang lain, mempengaruhi keputusan dan tindakan kita.
ADVERTISEMENT
Bias seringkali menjadi bagian dari kita karena pengalaman, lingkungan, cara kita dididik dan pengaruh sosial. Bias itu sendiri bukanlah sesuatu yang negatif, tetapi bias bisa menyebabkan ketidakadilan, prasangka buruk, dan pengambilan keputusan yang tidak tepat jika tidak di akui dan ditangani. Diperlukan sebuah kesadaran supaya bias bisa ditangani dengan baik.
Fenomenologi berkaitan dengan cara kita berfokus pada pengalaman langsung. Sebagian besar ide dan konsep fenomenologi dikembangkan oleh Edmund Husserl. Ide dasar fenomenologi adalah meneliti dan mendeskripsikan fenomena sebagaimana adanya. Jadi fenomena itu dilihat tanpa interpretasi atau penilaian sudut pandang lain. Husserl menekankan pada kesadaran itu sendiri dan bagaimana kita memahami dunia melalui pengalaman langsung.
Beberapa konsep penting dari Fenomenologi Husserl akan dibahas di bawah ini
ADVERTISEMENT
Intensionalitas
Intensionalitas adalah inti dasar dari kesadaran. Intensionalitas merujuk pada mengarahkan kesadaran kepada objek atau pengalaman. Ketika kita sadar, kita akan menyadari sesuatu. Intensionalitas itu sendiri dibagi menjadi beberapa tahap: objektivikasi, identifikasi, menghubungkan, konstitusi (Menciptakan). Objektivikasi berarti mengarahkan kesadaran kepada objek-objek intensional.
Identifikasi berarti mengenali berbagai sifat khusus suatu objek dalam kesadaran. Melalui Identifikasi, kita mengenali dan mengkategorikan apa yang kita persepsikan atau pikirkan. Menghubungkan berarti menghubungkan relasi atau hubungan antara objek dengan pengalaman dalam kesadaran.
Proses menghubungkan ini membantu membuat sebuah asosiasi yang koheren dan bermakna dalam pengalaman kita. Konstitusi atau menciptakan berarti sebuah peran aktif dari kesadaran kita dalam membentuk suatu objek kesadaran.
Sambil berinteraksi dengan objek atau pengalaman, kesadaran juga berkontribusi dalam pembentukan objek itu sendiri. Melalui tindakan mempersepsi, membayangkan, dan memikirkan, kesadaran berpartisipasi dalam pembentukan isi pengalaman.
ADVERTISEMENT
Bracketing dan Reduksi Fenomenologis
Bracketing adalah konsep penting lain dari fenomenologi Husserl. Prinsip metodologis yang diarahkan kepada menghentikan atau menyingkirkan kepercayaan dan bias seseorang. Tujuan dari bracketing adalah untuk bisa menginvestigasi pengalaman yang sudah dialami secara langsung dan tidak berbias.
Selain Bracketing, terdapat juga Reduksi Fenomenologis. Bracketing terhubung erat dengan Reduksi Fenomenologis sehingga beberapa prinsip Bracketing dan Reduksi saling melengkapi. Prinsip-prinsip tersebut akan dibahas berikut ini.
Bracketing mengarah kepada tindakan untuk menyingkirkan sikap natural, prasangka dan bias personal seseorang. Ini usaha yang nyata untuk menahan diri untuk membuat prasangka atau pengetahuan yang sudah ada memengaruhi observasi suatu fenomena. Dengan menahan diri, seseorang bisa mendekati suatu fenomena secara netral dan terbuka kepada perspektif lain.
ADVERTISEMENT
Selain membuat seseorang lebih netral dalam observasinya, bracketing mampu membuat seorang fenomenolog untuk bisa menjalankan proses deskripsi murni. Proses ini mendeskripsikan sesuatu secara langsung tanpa menambahkan interpretasi atau asumsi. Tujuan lain dari proses ini adalah menyatakan bentuk dan karakteristik esensial dari fenomena sewaktu mereka muncul dalam kesadaran.
Bracketing dan juga Reduksi ini bertujuan untuk mengarahkan perhatian ke dalam, kepada isi dari kesadaran itu sendiri. Fokus awal seseorang adalah pada objek eksternal atau pengertian yang bersangkutan. Fokus inilah yang akan diubah dari eksternal menjadi internal. Internal ini berarti memahami pengalaman kesadaran langsung seperti sensasi, persepsi, pikiran tanpa interpretasi atau penilaian.
Bias dan Fenomenologi
Bias adalah suatu hal yang sangat wajar terjadi pada kita. Kita sebagai manusia tidak terpisah dari pengalaman, pengetahuan, kepercayaan yang kita miliki. Dalam setiap yang kita lihat dan kita amati, kita tentu menggunakan Bias itu dalam pengamatan kita, sehingga kita memperhatikan sesuatu menurut sudut pandang kita.
ADVERTISEMENT
Kita sebagai manusia cenderung untuk tidak berusaha melihat sesuatu diluar sudut pandang kita. Itu karena yang kita perhatikan biasanya berhubungan dengan diri kita sendiri. Apakah sesuatu itu baik atau buruk bagi kita, itulah alasan kita memiliki bias. Kita pasti berusaha menjauhi atau mengurangi sesuatu yang buruk bagi kita dan berusaha mendekat atau menambah sesuatu yang baik.
Seringkali yang terjadi adalah ketika kita melihat sesuatu, baik itu suatu hal yang baik atau buruk, kita terpengaruh oleh bias kita. Karena kecenderungan kita untuk terpengaruhi bias, kita menjadi lebih kaku dan tidak mempertingkah sesuatu dari sudut pandang lain. Karena bias ini bisa jadi ada hal terlewatkan ketika kita memperhatikan sesuatu. Padahal ketika kita memperhatikan sesuatu dengan objektif, kita bisa menemukan hal baru yang biasanya tidak kita temukan.
ADVERTISEMENT
Ada kalanya bias membantu kita dalam pengambilan keputusan kita, tetapi bias itu cenderung membuat keputusan kita lebih berpusat pada diri kita. Ketika kita berhadapan dengan pilihan yang ada dampaknya dengan orang lain, kita harus bisa memisahkan keputusan yang akan kita ambil dari bias. Bias di saat-saat seperti itu memiliki potensi untuk merugikan pihak lain. Karena itu, perlu dilakukan usaha untuk menghilangkan bias dalam pengambilan keputusan kita.
Di sinilah Fenomenologi Husserl bisa bermanfaat, terlebih konsep bracketing. Bracketing bisa kita lakukan dengan mengamati sesuatu apa adanya. Ketika kita merasa ada pikiran dengan objek yang sedang kita amati, kita bisa berusaha untuk menghiraukan pikiran itu. Sambil kita menghiraukan pikiran itu, kita mengamati objek apa adanya. Objek yang muncul dalam pikiran kita bisa kita deskripsikan apa adanya.
ADVERTISEMENT
Bisa diandaikan ketika kita melihat sebuah bola. Ketika kita berusaha menggunakan bracketing dalam mengamati bola itu, kita akan melihat bola itu hanya sebagai bola. Dari bentuknya, warnanya, teksturnya tanpa melihat bola itu digunakan untuk apa. Bracketing bisa diibaratkan kita mengupas sedikit demi sedikit apa yang sedang kita amati. Kita hanya melihat dan mengupas tanpa memberikan sebuah penilaian apa pun pada hasil pengamatan kita.
Ketika di awal kita mengamati sesuatu dengan pengaruh bias, kita memiliki sebuah makna tersendiri untuk hasil pengamatan kita. Hal itu berubah ketika kita mengamati tanpa bias. Ketika pengamatan kita benar-benar objektif, mengamati sesuatu apa adanya, kita bisa menemukan arti baru dari pengamatan kita. Hasil pengamatan tidak berbias itu bisa membuat kita menemukan hal-hal yang sebelumnya tidak kita sadari ketika kita mengamati dengan bias. Dari situ pengambilan keputusan kita bisa menjadi lebih netral dan adil.
ADVERTISEMENT
Perjalanan yang ditempuh untuk bisa mengamati sesuatu tanpa bias bukanlah perjuangan yang mudah. Perjuangan untuk melihat sesuatu apa adanya, bukan dari kacamata kita, membutuhkan sebuah usaha yang sangat besar dan konsisten. Tetapi pada akhirnya, ketika kita mau berusaha untuk melakukan itu, kita akan menemukan banyak hal yang sebelumnya tidak kita temukan.