Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Keramahan Kota Sahabat di Perbatasan Indonesia-Timor Leste
15 Agustus 2018 21:03 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
Tulisan dari Hermawan Janu Wibowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada 14 Agustus 2018 rombongan kami berangkat dari Jakarta menuju Belu, Atambua dalam rangka program “community service” sebagai salah satu kegiatan dalam mid-career diplomatic training Sesdilu 61. Dari bandara Soekarno-Hatta kami menaiki pesawat Garuda pada pukul 4.45 WIB pagi menuju bandara Eltari, Kupang. Setiba di bandara Eltari pukul 08.35 WIT, kami melanjutkan dengan pesawat Wings Air pada pukul 11.20 WIT dan tiba di bandara A. A. Bere Tallo, Belu pukul 12.05 WIT.
Dokumentasi pribadi.
ADVERTISEMENT
Banyak pertanyaan yang ada di benak saat pertama kali menjejakkan kaki di Belu, Kawasan terdepan Indonesia yang berbatasan darat dengan Timor Leste ini menyimpan misteri yang perlu digali lebih dalam. Sedikit mengintip dari internet, ternyata Atambua adalah pusat pemerintahan Belanda yang berdiri sejak tahun 1916. Atambua adalah ibu kota kabupaten Belu sekarang.
Kabupaten Belu berdiri pada 20 Desember 1958 dengan bupati pertamanya adalah Alfonsius Andreas Bere Tallo yang kini diabadikan menjadi nama bandara di Belu ini.
Setelah beristirahat di hotel, kamipun disambut dalam acara makan malam dengan bupati Belu, Bapak Willybrodus Lay. Acara digelar di kediaman bapak Bupati dengan mengundang beberapa pejabat pemerintahan Belu. Acara sangat meriah, terutama dengan penampilan kelompok musik asli Belu yang menyanyikan beberapa lagu daerah Belu. Kami disambut dengan hangat oleh bapak Bupati yang memberikan ucapan selamat datang di kota sahabat, kata belu artinya adalah sahabat.
Dokumentasi pribadi.
ADVERTISEMENT
Salah satu kemeriahan acara makan malam adalah dansa Tebe, dansa Timor NTT yang kemasyurannya menyaingi poco-poco. Dansa ini melibatkan seluruh peserta makan malam dengan saling bergandengan tangan, dengan alunan musik tradisional yang bersemangat.
Demikian laporan kami kali ini, tunggu episode kedua dari kunjungan kami ke Belu selanjutnya.