Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pengaruh Sriwijaya di Filipina
4 Juli 2018 10:00 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
Tulisan dari Hermawan Janu Wibowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Apakah terpikir oleh anda bahwa pengaruh kerajaan Sriwijaya menyebar hingga ke Filipina? Ya, kerajaan yang terletak di Sumatra pada abad ke-7 sangat familiar untuk kita karena sering kita baca di buku-buku sejarah dan buku-buku pelajaran saat sekolah. Sriwijaya adalah salah satu kerajaan nusantara yang memiliki daerah kekuasaan luas meliputi Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa Barat dan Jawa Tengah ternyata pernah menjejakkan kaki di Filipina.
ADVERTISEMENT
Bukti pengaruh kerajaan Sriwijaya di Filipina adalah dengan ditemukannya prasasti pada tahun 1989 yang terkubur di tepi sungai Provinsi Laguna, selatan Manila yang bernama “Prasasti Plat Tembaga Laguna”.
Menurut para ahli sejarah, “Prasasti Plat Tembaga Laguna” memiliki tarikh tahun Saka 822, pada bulan Waisaka, hari keempat saat separuh bulan gelap, atau berdasarkan penanggalan masehi adalah Senin, 21 April tahun 900. Prasasti tersebut merupakan penemuan dokumen tertua yang pernah ditemukan di seluruh Filipina. Hal ini membuktikan bahwa kerajaan Sriwijaya telah hadir di Filipina 600 tahun sebelum kedatangan Ferdinand Magellan, penjelajah Portugis tiba di Filipina pada tahun 1521.
Para ahli mengindikasikan bahwa “Prasasti Plat Tembaga Laguna” menunjukkan hubungan perdagangan, budaya, dan mungkin politik antara pemerintahan kuno di Filipina pada tahun 900-an dengan Kerajaan Medang di pulau Jawa. Selain itu, “Prasasti Plat Tembaga Laguna” tersebut juga memiliki kesamaan bahasa dengan naskah kawi kuno yang ditemukan di Indonesia. Analisis para ahli budaya, sejarah dan linguistik Filipina dan Indonesia menyatakan bahwa prasasti tersebut mengandung kesamaan kata-kata dengan Sansekerta, Jawa kuno, Melayu lama, dan Tagalog kuno.
ADVERTISEMENT
Secara garis besar, isi dari prasasti itu adalah sebuah dokumen pembebasan kepada seorang perempuan bangsawan yang bernama “Angkatan”, bersama dengan salah satu anggota keluarganya bernama “Bukah”, anak dari Yang Mulia Namwaran, serta beberapa anggota keluarga dekat mereka dari utang emas sebesar 1 kati dan 8 suwarnas (seberat 865 gram). Saat ini prasasti tersebut dapat dilihat di National Museum of the Philippines.
Prasasti tersebut menyebutkan beberapa nama tempat yang hingga saat ini masih ada di Filipina seperti Tondo; Paila, sekarang berada di Barangay San Lorenzo; Norzagaray; Binuangan (Binwangan), sekarang bagian dari Obando; Pulilan; dan kerajaan Medang di pulau Jawa. Disebut juga dalam prasasti tersebut adalah Namwaran atau nawara, istilah yang dalam bahasa Visayas digunakan untuk menghormati orang mati.
ADVERTISEMENT
Yang lebih penting, prasasti ini membuktikan bahwa pengaruh Hindu dari kerajaan Sriwijaya di Sumatra telah menyebar hingga ke Filipina dimana pada bagian tengah kepulauan Filipina, tepat di dekat prasasti tersebut ditemukan dinamakan daerah “Visayas” yang berasal dari kata “Sri Vishayas” atau Sriwijaya. Walaupun hingga saat ini tidak dapat dibuktikan secara jelas bahwa Sriwijaya pernah berkuasa di Filipina, namun sebagian besar etnis Visayas meyakini bahwa mereka adalah keturunan dari Sriwijaya yang tinggal di Filipina bagian tengah.
Secara etnisitas, Filipina terbagi menjadi tiga wilayah yaitu pada bagian utara didiami oleh etnis Luzon, pada bagian tengah adalah etnis Visayas, dan pada bagian selatan adalah etnis Mindanao.