Konten dari Pengguna

Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Berbelanja Online

Herni Amalia
Mahasiswa program studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Pamulang
7 Januari 2025 14:10 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Herni Amalia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://www.shutterstock.com/id/image-generated/online-shopping-store-on-smart-phone-2518824201
zoom-in-whitePerbesar
https://www.shutterstock.com/id/image-generated/online-shopping-store-on-smart-phone-2518824201
ADVERTISEMENT
Belanja online telah menjadi pilihan yang praktis di era modern yang serba cepat ini. Meski menawarkan kenyamanan, tidak dapat dipungkiri bahwa ada risiko-risiko tertentu yang mengintai para konsumen. Penipuan, barang cacat, dan pelanggaran privasi sering kali muncul sebagai isu utama. Oleh karena itu, sebagai konsumen, penting bagi kita untuk mempertanyakan sejauh mana perlindungan hukum yang ada dapat menjamin hak-hak kita di dunia maya.
ADVERTISEMENT
Kenyamanan yang Berujung Kekhawatiran
Saat ini, platform e-commerce menyediakan berbagai kemudahan, mulai dari diskon yang menggiurkan hingga pengiriman yang cepat. Namun, kenyamanan ini sering kali menyembunyikan kenyataan bahwa konsumen berada dalam posisi yang rentan. Permasalahan seperti barang yang tidak sesuai deskripsi atau kesulitan dalam mengajukan pengembalian bukanlah hal yang asing. Bahkan, sebagian konsumen merasa bahwa kebijakan marketplace lebih menguntungkan penjual ketimbang pembeli.
Salah satu contohnya adalah sistem ulasan dan penilaian yang sering kali tidak mencerminkan kualitas sebenarnya. Ada penjual yang memanipulasi ulasan, sehingga konsumen terjebak dengan produk yang terlihat "sempurna" secara daring, tetapi sangat jauh dari harapan di dunia nyata.
Apakah Hukum Kita Cukup Kuat?
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memberikan hak-hak dasar bagi konsumen, seperti hak atas keamanan, kenyamanan, dan kompensasi. Namun, penerapannya di dunia digital menghadapi berbagai tantangan. Penjual atau platform yang beroperasi lintas negara sering kali sulit dijangkau oleh hukum Indonesia. Sementara itu, regulasi seperti Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PP PMSE) telah mulai mengatur perdagangan online, tetapi pertanyaannya, apakah itu sudah cukup?
ADVERTISEMENT
Perlindungan hukum yang ada saat ini masih belum sepenuhnya menjawab dinamika yang muncul dari belanja online. Contohnya, belum ada mekanisme yang sederhana dan cepat untuk menyelesaikan sengketa kecil antara konsumen dan pelaku usaha. Proses pengaduan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau pengadilan sering kali terlalu panjang dan rumit, terutama untuk kasus belanja online yang umumnya melibatkan nilai yang relatif kecil.
Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?
Tanggung jawab menjaga perlindungan konsumen tidak semata-mata berada di tangan pemerintah. Marketplace sebagai fasilitator transaksi juga memiliki kewajiban untuk meningkatkan transparansi dan keadilan dalam kebijakan yang mereka terapkan. Misalnya, penerapan sistem escrow yang menahan pembayaran hingga barang diterima seharusnya menjadi norma di seluruh platform. Di samping itu, penting untuk meningkatkan pengawasan terhadap penjual yang tidak terpercaya.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, konsumen pun perlu lebih waspada. Membaca deskripsi produk dengan cermat, memeriksa ulasan, dan menyimpan bukti transaksi merupakan langkah-langkah kecil namun signifikan untuk menghindari kerugian. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa konsumen tetap merupakan pihak yang paling rentan dalam setiap transaksi.
Apa yang Bisa Diperbaiki?
Di era digital saat ini, perlindungan konsumen dituntut untuk lebih adaptif dan responsif. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya mempertimbangkan pembentukan badan khusus yang dapat menangani sengketa online dengan cepat dan efisien. Selain itu, marketplace juga perlu mengambil tanggung jawab yang lebih besar dalam melindungi konsumen, termasuk menyediakan layanan pelanggan yang lebih efektif.
Sebagai konsumen, kita pun harus lebih proaktif dalam menuntut hak-hak kita. Jika kita menghadapi ketidakadilan atau penipuan, melaporkan masalah tersebut kepada otoritas yang berwenang merupakan langkah penting yang dapat mendorong perubahan. Hanya melalui kolaborasi antara konsumen, pemerintah, dan pelaku usaha, kita dapat menciptakan ekosistem belanja online yang aman dan terpercaya.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Belanja online menawarkan kenyamanan yang tak terbantahkan, namun risiko yang menyertainya tidak bisa diabaikan. Di Indonesia, perlindungan konsumen masih memerlukan perhatian dan perbaikan, baik dari segi regulasi maupun pelaksanaannya. Saatnya semua pihak, mulai dari pemerintah hingga platform marketplace, untuk bekerja lebih keras dalam memastikan bahwa konsumen tidak hanya berperan sebagai "sapi perah" di era digital, tetapi juga mendapatkan hak-hak mereka yang seharusnya.