Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Konten dari Pengguna
Pembentukan Karakter Religius Anak Melalui Peran Pola Asuh Anak
25 Januari 2025 11:27 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Herni Oktafiani UPB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pola asuh anak dibagi menjadi tiga, yaitu otokratis, demokratis, dan permisif. Pola asuh sangat memengaruhi cara nilai religius ditanamkan. Pola asuh otokratis cenderung otoriter, di mana orang tua sepenuhnya mengambil keputusan tanpa melibatkan anak. Pola asuh demokratis melibatkan komunikasi terbuka antara orang tua dan anak. Orang tua memberikan ruang bagi anak untuk berbicara dan menyampaikan pendapat. Sementara itu, pola asuh permisif memberikan kebebasan kepada anak dalam menentukan pilihan tanpa banyak pembatasan.
ADVERTISEMENT
Saat ini, anak-anak dipengaruhi oleh berbagai pengaruh dari lingkungan sekitar, seperti sekolah, teman sebaya, atau media sosial. Di lingkungan yang kurang mendukung nilai agama, orang tua menghadapi tantangan membimbing anak agar tetap memegang prinsip keagamaan. Jika pola asuh orang tua tidak memberikan ruang cukup bagi anak untuk memahami dan mengaplikasikan ajaran agama, anak dapat mudah terpengaruh oleh gaya hidup yang bertentangan dengan nilai religius.
Pembentukan karakter religius melalui pola asuh orang tua menjadi landasan untuk menanamkan ajaran agama dan nilai-nilai spiritual. Anak adalah individu dalam tahap perkembangan yang memerlukan perhatian, kasih sayang, dan bimbingan dari orang tua agar tumbuh secara optimal. Dalam konteks pola asuh, anak dianggap sebagai subjek yang menerima pengaruh dari cara mendidik orang tua (aspek fisik, emosional, sosial, dan moral), pembentukan karakter religius, serta nilai-nilai kehidupan.
ADVERTISEMENT
Pola asuh otokratis memberikan pengajaran agama secara tegas, tetapi sering kali mengabaikan kebutuhan anak untuk memahami nilai agama secara internal. Anak yang dibesarkan dengan pola asuh ini cenderung taat secara formal, tetapi kurang memahami ajaran agama secara mendalam. Sebaliknya, pola asuh demokratis mengajak anak untuk berdiskusi mengenai ajaran agama dan memotivasi mereka untuk mengamalkan nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Anak yang dibesarkan dengan pola asuh demokratis cenderung memahami dan menghargai ajaran agama dengan penuh kesadaran. Di sisi lain, pola asuh permisif memberikan keleluasaan yang berlebihan sehingga anak kurang memiliki kedisiplinan dalam menjalani ajaran agama. Tanpa bimbingan yang cukup, anak mungkin tidak menyadari pentingnya nilai spiritual dalam kehidupan mereka.
Kurangnya keteladanan orang tua juga menjadi persoalan dalam pembentukan karakter religius anak. Orang tua yang mengajarkan nilai agama tetapi tidak menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dapat menyebabkan anak bingung atau kehilangan motivasi untuk mengamalkan ajaran agama. Dalam mengatasi masalah ini, orang tua perlu menciptakan komunikasi terbuka dengan anak mengenai nilai agama, mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, dan memberikan contoh nyata dengan konsisten menjalankan ajaran agama.
ADVERTISEMENT
Orang tua dapat membangun jaringan sosial yang positif dengan mengenalkan anak kepada teman sebaya yang memiliki nilai religius serupa serta melibatkan anak dalam kegiatan keagamaan bersama. Anak juga diajarkan untuk berpikir kritis terhadap informasi yang mereka terima, khususnya dari media sosial, agar tetap teguh pada prinsip agama. Selain itu, orang tua harus menciptakan lingkungan rumah yang mendukung, misalnya dengan melakukan ibadah bersama, mendiskusikan nilai agama, serta mengajarkan anak untuk menghargai perbedaan pandangan agama.
Pendekatan orang tua yang bijak dan konsisten dapat membantu anak menjaga karakter religius meskipun menghadapi pengaruh lingkungan yang beragam. Misalnya, anak yang tidak melihat orang tua melaksanakan ibadah secara konsisten mungkin tidak merasakan urgensi untuk melakukannya. Hal ini dapat menghambat pembentukan karakter religius yang kuat. Mengatasi hal ini, orang tua perlu menjadi teladan nyata dengan melaksanakan ibadah secara konsisten dan menunjukkan perilaku baik sesuai nilai agama. Melibatkan anak dalam ibadah bersama akan mempererat hubungan emosional dan memberikan pemahaman yang mendalam tentang pentingnya beribadah.
ADVERTISEMENT
Dengan komunikasi yang terbuka, pola pengasuhan yang tepat, serta konsistensi dalam penerapannya, orang tua diharapkan mampu membantu anak membangun karakter religius yang kokoh.