Peringatan Sumpah Pemuda Ke-93 Tahun, Bagaimana Kualitas Pemuda di Papua?

Rafael Lumban Toruan
Statistisi Ahli Muda Fungsi Nerwilis BPS Kabupaten Mimika
Konten dari Pengguna
1 November 2021 20:36 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rafael Lumban Toruan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pemuda (Pixabay.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pemuda (Pixabay.com)
ADVERTISEMENT
Sebagaimana dalam Undang-Undang No. 40 tahun 2009, pemuda ialah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 hingga 30 tahun.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, pemuda juga termasuk penduduk dalam kelompok usia produktif, yaitu usia yang dalam perhitungan dependency ratio memiliki posisi sebagai penanggung beban penduduk usia tidak produktif.
Pada tahun 2020, BPS mencatat bahwa tidak kurang dari 25 persen penduduk di Papua adalah seorang pemuda. Dengan kata lain, dari 4 orang penduduk di Papua, 1 orang di antaranya ialah seorang pemuda. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah pemuda di Papua tidaklah sedikit.
Melihat fakta tersebut, sudah selayaknya pemuda di Papua mampu berperan lebih sesuai dengan kualitas yang dimiliki, sehingga peran pemuda sebagai generasi penerus bangsa di masa mendatang semakin terlihat nyata.
Karakteristik Demografi Pemuda Papua
Menurut data BPS tahun 2020, persentase pemuda laki-laki di Papua (53,33 persen) lebih banyak dibandingkan pemuda perempuan (46,67 persen). Kondisi ini juga yang menciptakan angka rasio jenis kelamin pemuda Papua mencapai 114,26. Artinya, dari 100 orang pemuda perempuan terdapat 114 pemuda laki-laki.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan daerah tempat tinggal, sekitar 278,71 ribu (31,37 persen) pemuda Papua tinggal di daerah perkotaan. Sementara itu, pemuda yang tinggal di daerah perdesaan ada sebanyak 609,74 ribu (68,63 persen). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pemuda Papua lebih banyak tinggal di daerah perdesaan dibanding perkotaan.
Selanjutnya, menurut status perkawinan, kesenjangan paling tinggi justru terlihat antara pemuda laki-laki dan perempuan yang berstatus kawin. Persentase pemuda perempuan yang berstatus kawin mencapai 54,34 persen, sedangkan pemuda laki-laki hanya sekitar 31,01 persen.
Kondisi ini mengisyaratkan bahwa pemuda perempuan cenderung lebih awal menikah dibandingkan pemuda laki-laki. Fenomena tersebut tergambar dari usia kawin pertama mereka yaitu persentase perempuan yang menikah lebih tinggi dibandingkan pemuda laki-laki.
Hal yang cukup menyedihkan ialah masih terdapat 5,41 persen pemuda di Papua yang melakukan perkawinan pada usia 15 tahun ke bawah, sehingga menjadikan Papua sebagai provinsi dengan tingkat perkawinan dini paling tinggi kedua di Indonesia setelah Sulawesi Barat. Kondisi ini cukup ironis, mengingat pada usia tersebut seharusnya mereka tengah mengenyam pendidikan pada jenjang SMP/sederajat.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, persentase pemuda dengan usia kawin pertama kurang dari 16 tahun di perdesaan hampir tiga kali lebih besar dibandingkan di perkotaan (6,06 persen berbanding 2,96 persen). Tingkat pendidikan pemuda di perdesaan yang relatif lebih rendah mengindikasikan bahwa masih banyak pemuda di perdesaan yang memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan dan lebih memilih untuk menikah.
Rendahnya Kualitas Pendidikan Pemuda Papua
Pendidikan merupakan salah satu kunci dari kesejahteraan suatu bangsa, mengingat investasi yang paling besar dalam pembangunan dan kemajuan negara adalah bagaimana kualitas pendidikan pada sumber daya manusia yang ada di dalamnya.
BPS mencatat, hampir 15 persen pemuda di Papua masih buta huruf pada tahun 2020. Padahal, pemuda yang buta huruf secara nasional hanyalah sekitar 0,33 persen. Kondisi ini menjadikan Papua sebagai provinsi yang memiliki persentase pemuda buta huruf paling tinggi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, pada tahun 2020, Papua didominasi oleh pemuda yang berpendidikan SMP/sederajat yaitu sebesar 29,15 persen. Kemudian, disusul oleh pemuda berpendidikan SMA/sederajat (23,14 persen), SD/sederajat (13,87 persen), dan hanya 6,80 persen pemuda di Papua yang menamatkan pendidikan hingga perguruan tinggi.
Hal yang sangat ironis ialah terdapat lebih dari 20 persen pemuda di Papua yang sama sekali belum pernah mengenyam bangku sekolah. Angka ini sangatlah tinggi, mengingat secara nasional, pemuda yang tidak/belum pernah sekolah tidak lebih dari 1 persen.
Melihat fakta yang ada, saat ini Papua masih menghadapi tantangan yang cukup besar dalam menjamin akses dan pemerataan pendidikan. Tentu saja perlu adanya peran aktif dari pemerintah untuk terus berupaya meningkatkan pembangunan dalam bidang pendidikan agar permasalahan tersebut dapat segera diatasi.
ADVERTISEMENT
Kondisi Kesehatan Pemuda Papua Relatif Baik
Pembangunan di bidang kesehatan juga merupakan bagian penting dari pembangunan nasional. Sebagai motor penggerak pembangunan, seorang pemuda dituntut untuk selalu berada dalam kondisi yang sehat. Hal tersebut diperlukan agar pemuda dapat secara proaktif mengembangkan diri dan mengelola berbagai sumber daya pembangunan untuk kepentingan masyarakat dan negara.
Salah satu ukuran yang biasa digunakan untuk melihat kualitas kesehatan suatu wilayah adalah angka kesakitan. Angka kesakitan merupakan keluhan atas suatu penyakit yang dirasakan oleh penderita yang menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari.
Menurut data BPS pada tahun 2020, ada terdapat 11,49 persen pemuda di Papua yang pernah mengalami keluhan kesehatan. Selanjutnya, pada tahun yang sama angka kesakitan pemuda Papua ialah sebesar 4,93 persen. Kondisi tersebut menjelaskan bahwa dari 100 orang pemuda di Papua, 11 orang di antaranya mengalami keluhan kesehatan dan 5 orang di antaranya mengalami sakit.
ADVERTISEMENT
Apabila dibandingkan dengan provinsi lain, angka kesakitan di Papua relatif cukup rendah. Namun, bukan berarti pekerjaan pemerintah sudah selesai. Pemerintah sudah semestinya terus berupaya untuk menekan angka kesakitan di Papua.
Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan pembangunan dalam bidang kesehatan, terutama yang bertujuan agar semua lapisan masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah, murah, dan merata. Melalui upaya tersebut, diharapkan akan tercapai derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik.
Kondisi Ketenagakerjaan Pemuda Papua
Menurut data BPS pada tahun 2020, pemuda Papua yang bekerja ada sekitar 60,74 persen. Jika dilihat berdasarkan status wilayah, persentase bekerja pemuda yang tinggal di perdesaan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pemuda perkotaan yakni 67,85 persen berbanding 44,00 persen.
ADVERTISEMENT
Rendahnya capaian pendidikan di perdesaan diduga kuat menjadi salah satu faktor penyebabnya. Rendahnya rata-rata lama sekolah dan juga tingginya angka putus sekolah di perdesaan, secara otomatis akan mendorong pemuda perdesaan untuk masuk dalam pasar kerja lebih awal.
Selanjutnya, menurut jenis kelamin, persentase pemuda laki-laki yang bekerja jauh lebih tinggi daripada pemuda perempuan (66,56 persen berbanding 54,46 persen). Hal ini tidak lepas dari budaya umum masyarakat bahwa yang bekerja adalah laki-laki, sebagai pengayom dan sumber nafkah keluarga, sementara perempuan sebaiknya mengurus rumah tangga.
Kemudian, BPS juga mencatat bahwa pemuda di Papua yang bekerja didominasi oleh mereka yang berpendidikan SD ke bawah (51,34 persen), lalu disusul oleh pemuda yang berpendidikan SMA/sederajat (26,27 persen), pemuda bekerja yang berpendidikan SD/sederajat (15,54 persen), dan hanya 7,12 persen pemuda bekerja yang berpendidikan Perguruan Tinggi.
ADVERTISEMENT
Berikutnya, menurut data BPS tahun 2020, lebih dari 70 persen pemuda di Papua bekerja pada sektor pertanian, lalu disusul sektor jasa-jasa (21,90 persen), dan hanya ada 5,41 persen pemuda yang bekerja di sektor manufaktur. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemuda di Papua masih sangat menggantungkan sektor pertanian sebagai mata pencaharian utama mereka.
Melihat kondisi tersebut, pemerintah sebaiknya terus berupaya untuk menyediakan lapangan usaha yang sebesar-besarnya bagi pemuda di Papua. Mengingat, sebagian besar pemuda di Papua masih mengandalkan sektor pertanian sebagai mata pencaharian utama.
Penulis: Rafael Lumban Toruan, S.S.T, M.Si. (Statistisi Ahli Muda BPS Kabupaten Mimika)