Konten dari Pengguna

Menikmati Drama 15 Menit Sidang Ahok

12 April 2017 10:58 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hersubeno arief Konsultan Media dan Politik tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Menikmati Drama 15 Menit Sidang Ahok
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Oleh: Hersubeno Arief Konsultan Media dan Politik
Seperti sudah diduga Majelis Hakim Persidangan Ahok menunda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Keputusan hakim tersebut sebenarnya tidak terlalu mengejutkan. Namun, drama 15 menit yang berlangsung di ruang sidang Aula Departemen Pertanian menunjukkan siapapun yang menjadi sutradaranya, sungguh piawai.
ADVERTISEMENT
Skenario ditulis sangat cerdas dan aktor-aktor yang memerankan, mulai dari peran utama, peran pembantu, cameo, sampai figuran, benar-benar tampil total—sangat menjiwai dan layak dipuji. Agak sulit bagi kita untuk membedakan apakah mereka sedang bersandiwara atau berperan nyata.
Ilustrasi Tepuk Tangan (Foto: giphy.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Tepuk Tangan (Foto: giphy.com)
Bila mereka ikut dalam Festival Fim Indonesia (FFI) bahkan sampai ajang sebesar Academy Award, sekalipun tak ada keraguan mereka akan memborong nominasi Piala Citra atau Piala Oscar. Mulai dari sutradara terbaik, skenario terbaik, aktor pemeran utama terbaik, aktor pemeran pembantu terbaik, dan bahkan figuran terbaik bila ada kriteria untuk itu.
Alur cerita dimulai ketika Kapolda Metro Jaya mengirim surat ke Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk menunda pembacaan tuntutan. Alasannya, untuk menjaga ketertiban, karena berdasarkan laporan intelijen, situasi menjelang Pilkada sangat rawan. Supaya kelihatan adil, Polda juga berjanji akan menunda pemeriksaan Anies-Sandi.
ADVERTISEMENT
Hanya sehari berselang setelah surat tersebut sampai di tangan media, Jaksa Agung segera menyambut baik permintaan tersebut sebagai sesuatu hal yang menurutnya bisa dipahami. Kendati begitu, Jaksa Agung yang berlatar belakang politisi dari Nasdem itu harus menambahkan pernyataan, bahwa ia tidak mengetahui apa tuntutan Jaksa. Namun, katanya, dipastikan tuntutan tersebut sesuai fakta persidangan.
Mulai di sini skenario agak sedikit bolong. Tapi bagi masyarakat umum sama sekali tidak terlihat, kecuali bagi mereka yang bergelut di dunia hukum. Pernyataan Jaksa Agung bahwa dia tidak tahu tuntutan, karena belum bertemu JPU adalah pernyataan yang aneh. Dalam proses hukum pidana di Kejaksaan dikenal istilah Rencana Penuntutan (Rentut).
Secara sederhana, dalam Rentut tersebut seorang JPU harus memaparkan rencana penuntutannya kepada atasannya secara berjenjang. Hal ini diatur dalam Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor: SE-001/J-A/4/1995 Tentang Pedoman Tuntutan Pidana bagian C yang memuat tata cara pengajuan tuntutan pidana. Sebelum mengajukan tuntutan pidana, JPU harus membuat rencana tuntutan .
ADVERTISEMENT
Pada poin ketiga dari SE Jaksa Agung disebutkan, untuk perkara-perkara yang pengendaliannya dilakukan Kejaksaan Agung RI, dilakukan secara berjenjang. Kepala Kejaksaan Negeri mengajukan rencana tuntutan tersebut disertai pertimbangannya kepada Jaksa Agung cq Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.
Nah, dalam kasus Ahok ini penanganannya langsung oleh Kejaksaan Agung. Mereka membentuk JPU yang terdiri dari jaksa di Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi DKI, dan Kejaksaan Negeri Jakarta Utara. Sebagai ketua ditunjuk Direktur Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda) Kejaksaan Agung Ali Mukartono. Jadi, agak mengherankan dan tidak sesuai prosedur bila sampai Jaksa Agung mengaku tidak/belum tahu.
Tapi, okelah, kita percaya saja dulu pada ucapan Jaksa Agung. Bolanya sekarang berada di tangan Majelis Hakim. Agak berbeda dengan kejaksaan, posisi hakim sangat independen. Makanya, kita sering mendengar istilah dissenting opinion dalam sebuah putusan hakim. Secara sederhana ini bisa diartikan bahwa anggota majelis hakim boleh berbeda dengan mayoritas hakim lain dalam mengambil keputusan. Sikap dissenting opinion itu bahkan disampaikan dalam amar putusan.
ADVERTISEMENT
Dalam UU No. 5 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman diatur ketentuan mengenai Dissenting Opinion (Pasal 30) selanjutnya diganti dengan UU No. 3 tahun 2009 tentang Mahkamah Agung.
Kemandirian Kekuasaan Kehakiman di Indonesia bahkan dijamin dalam UUD 1945 pasal 24 ayat 1 yang menyebutkan, “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.”
Jadi, bola panas kasus Ahok berada ditangan Majelis Hakim. Agak sulit membayangkan hakim berani mengambil risiko bila sampai timbul kerusuhan massa seperti yang disampaikan Kapolda. Ternyata alur cerita menjadi seru karena Majelis Hakim pada Selasa (11/4) tetap melanjutkan persidangan.
Di sinilah kepiawaian sang sutradara dan penulis skenario ditunjukkan. Mereka berhasil mempertahankan sandiwara ini menjadi drama yang menarik. Majelis Hakim tetap melanjutkan persidangan. Sikap ini setidaknya hendak menunjukkan hakim tetap menegakkan prinsip kemerdekaannya dalam menegakkan keadilan.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, alur cerita kemudian menjadi adegan drama konyol namun coba dibungkus dengan suasana dramatis. Jaksa menyatakan belum siap membacakan tuntutan karena pengumpulan data belum selesai, dan yang lebih menggelikan pengetikan (ya, pengetikan)Anda tidak salah baca atau salah dengar—belum selesai.
Jaksa kemudian meminta penundaan selama dua pekan atau pada 25 April. Hakim kemudian memutuskan sidang ditunda tanggal 17 April. Namun, jaksa tetap keberatan. Akhirnya dalam sidang yang hanya berlangsung 15 menit itu, diputuskan sidang ditunda sampai 20 April. Mendengar itu tim pengacara Ahok mulai menunjukkan kualitasnya sebagai aktor jempolan. Mereka menyatakan bahwa keputusan penundaan sidang itu merugikan mereka. TOP!
Ilustrasi 'Thumbs Up' (Foto: giphy.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi 'Thumbs Up' (Foto: giphy.com)
Perhatikan pilihan waktunya. Sidang pada 20 April berarti satu hari setelah pemungutan suara Pilkada Putaran Dua dilaksanakan. Jadi, tuntutan jaksa tidak akan ada pengaruhnya terhadap perolehan suara dalam Pilkada.
ADVERTISEMENT
Bila sidang pada Selasa (11/4) tuntutan tetap dibacakan, bola panas berada di tangan jaksa. Jika terlalu rendah atau malah tuntutan bebas, maka bisa dibayangkan bagaimana reaksi para penentang Ahok. Sementara bila terlalu berat, dampaknya akan buruk terutama pada elektabilitas Ahok. Tapi, yang lebih penting, itu tidak sesuai dengan skenario dari Sang Sutradara!
Target utama Ahok harus SELAMAT!
BRAVO! Drama 15 menit di ruang sidang pengadilan Ahok adalah sebuah masterpiece. Namun, seperti ucapan terkenal tokoh detektif Hercule Poirot dalam novel misteri karya Agatha Christie:
Sumber: http://obsessionnews.com/menikmati-drama-15-menit-sidang-ahok/