Jalan-jalan ke 2 Kota di Vietnam Cuma Habis Rp 1 Jutaan

Konten dari Pengguna
6 September 2019 17:40 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hesti Widianingtyas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Udah clickbait belum judulnya? Hehehe.
Akhirnya setelah banyak distraksi sana-sini, jadi juga gue nulis soal liburan ke Vietnam. Kali ini gue mau cerita tentang perjalanan ke Hanoi dan Ho Chi Minh (selanjutnya gue tulis Saigon aja biar cepet) di pertengahan Agustus lalu.
ADVERTISEMENT
Udah bukan rahasia lagi kayaknya kalau jalan-jalan ke Vietnam bikin orang Indonesia mendadak jadi crazy rich Asian. Gimana enggak? Kurs Rupiah ternyata lebih tinggi dibandingkan Vietnam Dong. Kalau berdasarkan Google converter yang barusan aja gue cek, 1 Vietnam Dong cuma Rp 0,61. Jadi 1000 VND sama dengan Rp 600 perak aja. Mayan, kan?
Murahnya Vietnam Dong jadi salah satu alasan gue makin pengin mengunjungi negara ini. Selain itu, gue kepo juga karena belum pernah ke negara Asia Tenggara manapun (kecuali Indonesia). Yang paling pentingnya lagi, mereka sama-sama doyan makan mi! Cakep, nih.
Hari pertama, 20 Agustus 2019
Hari ini gue dan kedua teman berangkat ke Vietnam, ambil penerbangan siang. Sorenya harus transit dulu di Bangkok, Thailand, dan baru sampai di kota pertama yaitu Hanoi, pada malam harinya.
ADVERTISEMENT
Menurut gue, perjalanan menuju suatu tempat baru selalu menjadi hal yang menarik. Apalagi kalau rutenya belum pernah dilewati. Gue bisa melihat dan bertemu orang dengan karakter yang berbeda.
Kayak waktu transit di Thailand. Kalau enggak salah ingat, ini pertama kali gue benar-benar dikelilingi sama orang Thailand, dan cukup terkejut dengan gaya bicara mereka yang lantang.
Makanya gue seneng banget ketika akhirnya sampai di Hanoi. Ini berarti gue bisa tidur dengan tenang (karena di pesawat terlalu berisik), dan liburan telah dimulai!
Impresi pertama yang gue dapat selama perjalanan dari bandara menuju Airbnb. Ternyata Hanoi gelap dan sepi banget. Lampu kotanya minim, dan daerah pinggir kota benar-benar kayak enggak ada kehidupan. Padahal pas gue sampe baru sekitar jam 10 malem.
ADVERTISEMENT
Impresi kedua, gue salut sama pengendara motor di sini. Beberapa dari mereka ngegas aja di jalanan segede jalan tol, meski cuma pakai celana pendek dan helm batok.
Pengemudi mobilnya juga gitu. Nyetir-nya berasa jalanan punya dia, suka-suka aja. Mau lampu warna merah, kuning, hijau, atau pelangi sekalipun, kalau dilihat aman buat jalan, ya, jalan terus.
Impresi ketiga, gue suka dengan cara mereka memaksimalkan ruang. Jadi Airbnb gue itu lokasinya di dalem gang, dan di dalamnya banyak rumah-rumah lain juga. Rumahnya kecil-kecil ala rumah susun gitulah. Tapi somehow, tetap terlihat homey.
Nih, lihat aja bentukan Airbnb yang gue tinggalin selama di Hanoi. Ya, terlepas karena ini dikomersialkan, beberapa tempat yang gue lihat dalamnya juga enggak beda jauh. Nanti, deh, gue kasih tunjuk lagi.
ADVERTISEMENT
Oh iya, untuk Airbnb ini gue patungan sama dua teman, dan per orangnya sekitar Rp 200 ribu untuk dua malam. Murah, kan?
Hari pertama belum berakhir, gaes. Setelah bersih-bersih sebentar di Airbnb, kami memutuskan untuk pergi ke minimarket sekalian jalan-jalan malam.
Selama jalan kaki dari Airbnb ke daerah turis di Old Quarter, kesan gue bahwa kota ini kurang lampu makin kuat. Bahkan ada beberapa momen yang gue perlu pake senter dari handphone karena enggak kelihatan gue nginjek apaan.
Selain harus hati-hati karena minim penerangan, jalan di sini juga harus hati-hati sama motor yang sembarangan. Ya, ngebut, klakson sana-sini, dan asal belok. Untungnya gue bertahun-tahun tinggal di Ciputat, jadi udah kelatih, deh, ngadepin motor yang kayak gini.
ADVERTISEMENT
Tapi, gue seneng jalan di Hanoi karena trotoarnya gede. Terus meski malam-malam ngelewatin abang-abang, atau bapak-bapak yang lagi santuy di trotoar sambil ngerokok dan kipasan, enggak ketemu, tuh, sama yang catcalling. Mereka seakan lempeng aja jalanin hidupnya. Atau mungkin gue yang enggak ngerti bahasanya, ya?
Terus di jalan ngakak banget ketemu toko ini
Nah, di minimarket ini gue mendapatkan impresi keempat, gaes. Karena Vietnam Dong lebih murah dari Rupiah, jadinya harga alkohol juga lebih murah. Contohnya aja soju yang harganya bisa sampai Rp 100 ribu lebih di Indonesia, di Hanoi jadi cuma Rp 35 ribu. Hehehe, mantap.
Hari kedua, 21 Agustus 2019
Hari ini agendanya adalah mengunjungi Ha Long Bay! Yap, selain mengeksplor kotanya, gue juga penasaran banget sama salah satu destinasi populer di Vietnam ini.
ADVERTISEMENT
Biar enggak ribet, dari jauh-jauh hari gue udah booking trip sehari lewat Klook, dengan harga sekitar Rp 490 ribu. Jadi dari Airbnb gue tinggal jalan ke meeting point, terus duduk di bus dan diantar ke Ha Long Bay. Di Ha Long Bay juga tinggal duduk di kapal, sampai dikasih makan siang.
Sebelum berangkat ke Ha Long Bay, gue dan teman-teman memutuskan untuk sarapan pho dulu. Ternyata di sini pho udah kayak mie ayam, yang dimakan pagi, siang, sore, sampai malam.
Kami coba pho yang ada di pasar, tanpa tahu rating-nya di Google bagus atau enggak. Harganya VND 40 ribu atau Rp 24 ribu. Sebagai pho pertama yang gue coba di Vietnam, pho ini enak karena kuahnya sangat menenangkan dan menyegarkan. Apalagi pagi itu lagi hujan rintik-rintik, jadi pas banget, deh.
ADVERTISEMENT
Tapi jujur gue enggak mindblown. Karena ada rasa-rasa amis, entah dari mangkok atau sumpitnya. Terus buat gue porsinya dikit. Untung dagingnya hao ce alias enak banget. Intinya, sih, pho ini kurang nendang karena gue pengin nambah nasi, sambel, sama tempe kering aja biar tambah mantep.
Perjalanan dari Hanoi ke Ha Long Bay memakan waktu sekitar empat jam. Selama di jalan gue perhatiin daerahnya memang enggak beda jauh sama Indonesia. Cuma cara nyetirnya aja lebih begajulan. Masa gara-gara tahu di depan macet total, semua mobil saat itu juga memutuskan buat muter balik. Padahal ada mobil lain di belakangnya. Amazing, enggak, tuh?
Sesampainya di Ha Long Bay, i felt like a total tourist, man. Tempatnya emang touristy banget, dan jujur alamnya biasa aja. Bagus, sih, cuma enggak bikin takjub dan betah buat dilihat lama-lama.
ADVERTISEMENT
Tapi gue lumayan suka sama gua di Ha Long Bay ini. Dalamnya kayak aula besar yang penuh dengan ukiran-ukiran cantik. Selebihnya, untuk gue Ha Long Bay enggak terlalu worth to visit. Ya, 3/5 lah.
Sepulangnya dari Ha Long Bay, kami memutuskan untuk lanjut jalan-jalan di Beer Street, Hanoi. Gue senang banget di sini ketemu sama bir yang segelasnya 5000 Vietnam Dong, alias cuma Rp 3000! Dan rasanya beneran kayak bir, bukan dicampur air. Dijualnya enggak di dalam bar, melainkan pinggir jalan. Pokoknya habis dari sini, cek ginjallah.
Hari ketiga, 22 Agustus 2019
Hari ini selain eksplor Hanoi, sorenya harus cabut ke Saigon. Jadi memaksimalkan, nih, hari terakhir di Hanoi buat jalan-jalan dan makan.
ADVERTISEMENT
Hari ini akhirnya gue menemukan makanan mindblowing di Vietnam. Kami datang ke Bun Cha Huong Lien yang juga pernah didatangin Barack Obama dan Anthony Bourdain.
Saking terkenalnya, restoran ini punya menu 'Combo Obama' yang isinya makanan dan minuman yang dipesan sama Obama ketika ke sana. Dan enggak salah, sih, pesan 'Combo Obama' ini, karena enak banget!
Jadi Bun Cha itu bihun (ya, di sini produksi beras tapi jarang makan nasi, semuanya diproduksi jadi bihun), yang disajikan terpisah dengan sup babi panggang gitu. Terus jangan lupa makannya pakai lalapan yang isinya kemangi (di sini orangnya doyan banget, deh, sama kemangi dan seledri), juga ada lumpia isi kepiting, babi, udang, dan sayuran. Sebanyak ini cukup bayar sekitar Rp 55 ribu aja. Aduh, aku pusing sendiri kalau ingat betapa enaknya.
Selain itu, gue juga nyobain yang namanya egg coffee. Dasarnya sih cuma kopi dicampur sama telur yang sudah dikocok sampai halus. Pastinya rasanya creamy dari telur itu. Tapi karena kopi Vietnam cukup strong, jadi kombinasi creamy dan bitter-nya pas banget di lidah. Harga per gelasnya itu VND 25 ribu atau Rp 15 ribu.
Untuk hari ini gue juga punya agenda pribadi, yaitu mengunjungi museum perempuan Vietnam. Senang sekali bisa ke sini karena bisa tahu kehidupan perempuan Vietnam, dan perjuangannya.
ADVERTISEMENT
Enggak cuma itu, ternyata perempuan Vietnam juga punya peran besar di pemerintahan. Bahkan mereka enggak takut untuk ikut melawan selama perang Vietnam berlangsung. Salah satu yang menarik, perempuan Vietnam ini bertani sambil membawa senapan untuk berjaga-jaga kalau ada musuh yang menyerang. Enggak kenal takut, ya?
Harga tiket masuk ke museumnya murah aja, kok, cuma 30 ribu Vietnam Dong atau sekitar Rp 18 ribu.
Cukup sedih meninggalkan Hanoi--terutama Bun Cha--karena sorenya harus langsung ke bandara untuk terbang ke Saigon. Tapi di sisi lain juga excited sekali untuk segera sampai di Saigon dan melihat ada apa di sana!
See you, Hanoi!
ss
Hari keempat, 23 Agustus 2019
Jujur rasanya hari ini pengin stay di Airbnb aja karena se-pe-we itu~ bahkan selama stay di sini gue tidur di depan tv saja sudah senang (norak). Jadi kami nginep di daerah Da Kao, nama Airbnb-nya Bunker and Bed. Gue patungan per orang Rp 300 ribu untuk dua malam di sini.
ADVERTISEMENT
Lagi-lagi gue suka dengan cara orang Vietnam memaksimalkan ruangan. Airbnb-nya enggak gede, tapi emang tingkat 4. Di bagian bawah itu dapur dengan fasilitas lengkap, lantai ke-2 adalah ruang tv dan kamar mandi, lantai ke-3 kamar pertama, dan lantai ke-4 kamar kedua, plus outdoor area yang dilengkapin bath tub.
Karena ruangnya kecil, tiap sudutnya jadi dimanfaatkan banget. Enggak ada space kosong yang cuma diisi barang enggak kepake. Contohnya di ruang tv, itu ada sudut buat lemari buku, meja rias, dan sofa. Kayak gini, nih, penampakannya. (Foto diambil dari Airbnb karena foto gue jelek)
Tapi karena sudah terbang jauh-jauh, jadi kudu tetap jalan-jalan, dong. Destinasi pertama pastinya tempat makan. Ini adalah warung pho yang gue tahu dari videonya Strictly Dumpling.
ADVERTISEMENT
Dari perburuannya mencari pho terenak di Saigon, dia bilang ini adalah yang terbaik. Namanya Pho Phu Vuang, harga semangkoknya Rp 36 ribu, dan bener ajalah. Ini enak banget!
Kaldu dagingnya berasa banget, manis, gurih, terus ditambah perasan jeruk dan potongan cabe jadi asem pedes. Dan bagi gue ini pho terenak karena rasanya kayak kuah bakso. Maklum di hari keempat ini gue udah mulai kangen masakan Indonesia. Hehehe.
Karena porsinya yang sedikit, dan gue masih lapar, maka dari pho langsung berangkat ke tempat makan lainnya. Kali ini nama makanannya adalah bun thit, mirip sama bun cha, tapi enggak pakai kuah.
Sungguh disayang, rasanya enggak enak sama sekali. Mie-nya dingin, hambar, spring roll-nya anyep. Babi panggangnya lumayan, sih. Harga semangkok gede ini VND 42 ribu atau Rp 25 ribu.
Setelah dari warung bun thit, jujur kami enggak tahu mau ke mana, karena cuma pengin keliling aja ngeliat kehidupan di Saigon. Jadilah kami ke gedung tua yang ternyata isinya toko-toko seni, baju awulan, terus nyeruput es kopi Rp 15 ribu di pinggir jalan, sampai ngunjungin gereja dan kantor pos yang jadi destinasi populer di Saigon. Masuknya gratis, kok.
ADVERTISEMENT
Impresi yang gue dapat soal Saigon ini, memang kota banget. Lebih sibuk, ramai, dan padat daripada Hanoi. Lebih banyak gedung pencakar langit juga. Dan karena kurang tertata, juga jarak dari satu tempat ke tempat lain lebih jauh, jadi kurang cocok untuk jalan kaki.
Walau begitu, kalau tujuannya masih di distrik yang sama, pilih jalan kaki aja, gaes. Karena menyenangkan sekali jalan kaki di kota ini.
Salah satu hal yang bikin senang ketika jalan kaki karena bisa sambil menikmati perpaduan bangunan modern dan klasiknya. Jadi ketika lo noleh ke kiri isinya gedung tinggi, noleh ke kanan ada bangunan Eropa klasik. Dan bangunan-bangunan ini masih terawat sampai sekarang.
Hari kelima, 24 Agustus 2019
ADVERTISEMENT
Jujur, gue males banget kalau lagi jalan-jalan dan harus beli oleh-oleh. Selain karena pelit (haha), menurut gue oleh-oleh enggak bisa mewakilkan destinasi yang dikunjungi.
Di sisi lain, ngerasa bersalah juga kalau enggak bawa apapun buat keluarga dan teman kantor. Akhirnya gue dan Fira memutuskan ke Pasar Bringharjo-nya Saigon, yaitu Ben Thanh Market.
Pas banget mau mesen taksi online, tiba-tiba abang Airbnb-nya nyamperin kita buat ngenalin diri karena selama stay belum ketemu. Dia bilang kalau Ben Thanh Market itu kemahalan buat oleh-oleh. Jadi rekomendasiin untuk pergi ke local supermarket aja, namanya Coop Mart.
Karena gue masih terlalu pusing untuk berpikir, dan mager buat ke pasar, tanpa pikir panjang langsung memutuskan untuk ke Coop Mart. Sakjane ini kayak supermarket G*ant gitu, gaes.
ADVERTISEMENT
Lumayan, sih, lengkap. Enggak perlu nawar juga, kan, karena harganya udah fixed. Cuma enggak nemu makanan ringan yang oke. Mungkin karena di Vietnam enggak punya signature snacks, atau gimana, jadinya banyakin beli kopi aja.
Alright, kurang lebih gitu liburan gue di Vietnam selama lima hari. Untuk pengeluarannya bakal gue jabarin di bawah ini, ya, biar jelas. Pengeluaran ini belum termasuk tiket pesawat Jakarta-Hanoi-Saigon-Jakarta, Airbnb, dua kali transportasi dari bandara, juga trip ke Ha Long Bay.
Note juga kalau akumulasi di bawah sudah termasuk patungan taksi online untuk bertiga. Patungan taksi online bakal lebih murah ketimbang sewa motor yang seharinya sekitar Rp 50 ribu. Selain karena enggak perlu lagi beli bensin dan bingung nyetir sambil nentuin arah, jalan kaki di Hanoi dan Saigon menyenangkan sekali!
ADVERTISEMENT
Hanoi
Saigon
ADVERTISEMENT
Kalau ditotal di dua kota ini selama lima hari empat malam, gue menghabiskan VND 1,7 juta. Mahal? Eits, kalau diganti ke rupiah jadi sekitar Rp 1.030.000 aja! Tentu pengeluaran ini bisa lebih ditekan kalau lo enggak kebanyakan khilaf kayak gue.
Selain karena enggak kebanyakan jajan makanan dan beli-beli barang, ada cara jitu lain yang gue lakukan untuk menghemat pengeluaran. Simak baik-baik, nih.
Ini gue faktor beruntung juga mungkin, ya. Selama di Vietnam gue enggak mengeluarkan uang untuk beli simcard. Karena teman gue yang juga baru banget dari Vietnam berbaik hati meminjamkan simcardnya yang masih sisa banyak.
Simcard yang gue pakai itu namanya Vietnamobile, kalau enggak salah ada 25 gb untuk sebulan dan sinyalnya lumayan kuat di Hanoi dan Saigon. Kalau beli di airport, hati-hati ketipu dan kemahalan.
ADVERTISEMENT
Emang, sih, kalau bosen paling enak scroll Twitter atau Instagram. Tapi mending buka medsosnya di Airbnb aja atau di tempat yang ada wifi gratis. Nah, kalau untuk di luar lebih baik pakai kuota untuk aplikasi chat, taksi online, dan paling penting untuk Google maps!
Hal ini gue lakuin ketika cari transportasi dari Hanoi ke bandara. Jadi gue dan temen-temen pesen di Klook transportasi dari bandara ke Airbnb Hanoi, dan bandara ke Airbnb Saigon. Sementara dari Airbnb Hanoi ke bandara belum.
Nah, pas dicek ternyata lumayan mahal juga naik taksi online karena jarak dari pusat kota ke bandara Hanoi cukup jauh. Jadilah pesen di Klook terus dapet lebih murah. Ya, lebih murah VND 20 - 30 ribu, kan, lumayan?
ADVERTISEMENT
Sama juga ketika mau beli snack di perjalanan ke Ha Long Bay. Jadi busnya berhenti di pusat oleh-oleh gitu. Nah, ternyata ini mahal banget, gaes. Ada orang cuma beli minum sama satu cokelat aja bayarnya sampe VND 300 ribu. Mending kelaperan, deh, gue.
Sharing is caring, gaes. Ingat. Lagipula beberapa porsi makanan di sini lumayan gede, dan kadang bikin cepet enek. Jadi lebih baik patungan. Kecuali pho, ya, itu kudu dimakan sendiri. Kalau bisa bahkan nambah.
Alhamdulillah, salah satu temanku enggak perhitungan kayak aku. Ini cara paling jitu, sih, buat mengirit ongkos.
Selamat liburan!