Konten dari Pengguna

Día de los Muertos Versi Indonesia: Menggali Tradisi Tabuik di Pariaman

Siti Noviani Nurjanah
Mahasiswi Ilmu komunikasi Universitas Pamulang
30 November 2024 18:06 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Siti Noviani Nurjanah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Día de los Muertos, atau hari peringatan bagi orang-orang yang telah meninggal, ini merupakan tradisi yang ada di Meksiko tradisi merayakan kehidupan dan mengenang arwah leluhur dengan penuh warna dan kebahagiaan. Di Indonesia, khususnya di Pariaman, Sumatera Barat, terdapat tradisi serupa yang dikenal dengan nama Tabuik. Meskipun berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, kedua tradisi ini memiliki kesamaan dalam menghormati orang yang telah meninggal dan merayakan kehidupan.
ADVERTISEMENT
Asal usul dan Sejarah Singkat Tabuik
Gambar ini dibuat menggunakan DALL-E, alat gambar berbasis AI
zoom-in-whitePerbesar
Gambar ini dibuat menggunakan DALL-E, alat gambar berbasis AI
Kata tabuik berasal dari bahasa Arab yakni at-tabut yang disebut dengan tabuik oleh orang Pariaman (Minangkabau) . Hal ini disebabkan pengaruh dialek Minang yang menyebut konsonan akhir huruf “t” akan dilafalkan menjadi “ik” seperti takut menjadi takuik, larut menjadi laruik dan sebagainya. Pengertian dari tabut itu, menurut beberapa sumber, berasal dari bahasa Arab (Ibrani) yang berarti peti atau keranda.
Upacara tabuik dilaksanakan oleh masyarakat di Kota Pariaman Provinsi Sumatera Barat untuk memperingati peristiwa Asyura, yang jatuh pada tanggal 10 Muharram dalam kalender Islam. Festival ini merupakan ungkapan rasa duka dan penghormatan kepada Imam Husain, cucu Nabi Muhammad, yang gugur dalam pertempuran di Karbala. Dalam perayaan ini, masyarakat Pariaman membuat replika Tabuik yang terbuat dari bambu dan dihias dengan berbagai ornamen yang indah.
ADVERTISEMENT
Tabuik bukan hanya sekadar ritual, tetapi juga mengandung banyak nilai dan simbolisme. Pembuatan Tabuik menggambarkan rasa cinta dan penghormatan kepada orang-orang yang telah meninggal, khususnya kepada Nabi Hussein. Setiap elemen dalam Tabuik memiliki makna tersendiri, mulai dari bahan yang digunakan hingga bentuknya.
Elemen Tabuik
1. Bentuk dan Desain: Desain Tabuik direncanakan dengan melibatkan elemen-elemen simbolis yang mencerminkan nilai-nilai budaya dan spiritual. Tabuik biasanya berbentuk menara atau peti, dihias dengan berbagai ornamen yang mencerminkan keindahan dan kemewahan. Ini melambangkan keagungan jiwa orang yang dihormati.
2. Warna dan Hiasan: Warna-warna cerah yang digunakan dalam hiasan Tabuik melambangkan kebahagiaan dan harapan. Ini menunjukkan bahwa meskipun yang telah tiada, mereka tetap dihormati dan dikenang dengan penuh cinta.
ADVERTISEMENT
3. Musik dan Tari: Saat prosesi, masyarakat mengiringi Tabuik dengan musik dan tarian tradisional, menambah suasana meriah sekaligus khidmat. Ini menciptakan momen kolektif di mana semua anggota masyarakat berkumpul untuk merayakan dan mengenang.
Ritual dan Perayaan
Prosesi Tabuik dimulai dengan pembuatan Tabuik yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Setelah Tabuik selesai dibuat, acara puncak dimulai dengan arak-arakan menuju pantai.
Beberapa ritual yang dilakukan selama festival ini meliputi:
1. Doa dan Dzikir: Masyarakat berkumpul untuk berdoa dan mengingat jasa-jasa Imam Husain.
2. Pemberian Makanan: Makanan khas disiapkan dan dibagikan kepada masyarakat sebagai bentuk syukur dan berbagi.
3. Pawai Tabuik: Tabuik yang telah dihias diarak dengan penuh semangat, menciptakan suasana meriah dan penuh makna.
ADVERTISEMENT
Setibanya di pantai, Tabuik ditenggelamkan sebagai simbol pengembalian jiwa kepada alam semesta. Ini adalah momen yang penuh haru, di mana masyarakat berdoa untuk arwah yang telah tiada. Prosesi ini tidak hanya menjadi momen refleksi, tetapi juga memperkuat ikatan sosial antarwarga.
Persamaan dengan Día de los Muertos
Meskipun Tabuik dan Día de los Muertos berasal dari latar belakang budaya dan agama yang berbeda, keduanya memiliki kesamaan dalam menghormati arwah leluhur. Keduanya melibatkan ritual, hiasan, serta elemen komunitas yang kuat. Masyarakat di kedua tradisi ini berkumpul untuk mengenang dan merayakan kehidupan orang-orang yang telah tiada, menunjukkan bahwa cinta dan kenangan akan selalu abadi.
Kesimpulan
Tradisi Tabuik di Pariaman adalah contoh indah dari kekayaan budaya Indonesia yang mengajak kita untuk merenungkan kehidupan dan kematian. Dengan memadukan elemen spiritual dan sosial, Tabuik tidak hanya menjadi ritual penghormatan, tetapi juga memperkuat ikatan antarwarga. Seperti Dia de los Muertos di Meksiko, Tabuik mengingatkan kita akan pentingnya mengenang dan menghormati orang-orang yang kita cintai, menjaga kenangan mereka tetap hidup dalam hati kita. Melalui tradisi ini, kita belajar bahwa cinta dan kenangan akan selalu ada, meskipun fisik telah tiada.
ADVERTISEMENT