Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Malam di Art Jakarta Gardens: Ketika Homo Erectus Bicara Lewat Gerak dan Cahaya
25 April 2025 22:02 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Hidayat Adhiningrat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Di bawah langit gelap Jakarta, suasana taman yang dihiasi gemerlap lampu dekoratif di Hutan Kota by Plataran, malam itu berubah menjadi panggung alami yang dramatis. Kelompok Prehistoric Body Theater menghadirkan sebuah pertunjukan yang membawa penonton melintasi waktu hingga ke era manusia purba Sangiran 17. Siluet gedung-gedung modern di kejauhan menjadi kontras dengan tema prasejarah yang diusung.
ADVERTISEMENT
Pertunjukan dimulai dengan kemunculan lima performer dari sisi taman. Mereka melangkah perlahan melewati kerumunan penonton, menyusuri jalan setapak yang dihiasi patung-patung artistik Art Jakarta Gardens 2025. Di bawah sorotan cahaya lembut, karya seni itu seolah menjadi saksi bisu perjalanan waktu yang dihadirkan. Kostum kulit hewan dan tanah liat yang melekat di tubuh para performer mempertegas kesan primitif, sementara gerakan kasar mereka menghidupkan aura leluhur dari masa silam.
Seorang figur utama memimpin prosesi dengan obor menyala di tangan, cahayanya memancar hangat di antara kegelapan. Di belakangnya, empat performer lain mengikuti dengan gerakan liar namun teratur, mencerminkan dinamika kelompok purba yang bergantung pada kerja sama dan insting bertahan hidup. Ada yang melangkah dengan tubuh membungkuk, seolah menanggung beban, sementara yang lain mengangkat tangan seperti dalam ritual sakral. Bayangan mereka terpantul di hamparan rumput hijau, ditemani lampu-lampu kecil yang menerangi jalan, seakan mengisyaratkan dialog antara masa lalu dan masa kini.
Pertunjukan ini adalah perpaduan antara teater, tari, dan narasi visual yang menghidupkan sejarah. Dengan memanfaatkan lingkungan Art Jakarta Gardens—dari patung-patung artistik hingga pencahayaan dramatis—kelompok ini juga menciptakan ilusi waktu: lewat kontras antara tema purba dan sentuhan modern. Penonton pun larut dalam narasi, menjadi makhluk modern yang terpana, lalu refleks mengabadikan momen "tak biasa" ini melalui gawai mereka.
ADVERTISEMENT
Puncak pertunjukan terjadi di Taman Tugu Majapahit. Setelah menyusuri jalan setapak, para performer berkumpul di area terbuka yang dikelilingi menara bata tinggi. Di sana, mereka memperagakan ritual kuno: mengumpulkan kayu, menyalakan api, dan memanggang ayam. Asap tipis membumbung ke langit, membawa aroma hangus kayu bakar, sementara cahaya api menyorot wajah mereka yang penuh kepuasan. Dalam lingkaran api, mereka duduk membalik daging yang dijilat jingga nyala, mengukir gambaran kebersamaan yang intim dan penuh makna.
Ari Rudenko, sutradara Prehistoric Body Theatre, menjelaskan bahwa pertunjukan ini adalah hasil kolaborasi paleontologi dan seni interdisipliner. Sejak 2017, kolektif asal Karanganyar ini memang fokus menghidupkan kisah prasejarah melalui pendekatan ilmiah, dibimbing oleh panel paleontolog internasional. "Sangiran-17 bukan sekadar inspirasi, tapi pintu masuk untuk memahami evolusi manusia," ujarnya. Fosil Homo Erectus bernomor seri S-17 itu dipilih sebagai simbol perjalanan manusia dari masa berburu hingga menjadi makhluk sosial yang kompleks.
ADVERTISEMENT
Melalui gerakan detail—mulai cara berinteraksi, berburu, hingga membagi peran—Prehistoric Body Theatre tak hanya menyajikan tontonan, tapi juga refleksi. Di tengah gemerlap Jakarta yang futuristik, mereka mengingatkan kita pada jejak nenek moyang yang masih tersimpan dalam DNA: insting bertahan, kebersamaan, dan api yang menyatukan cerita-cerita manusia dari masa ke masa.
Art Jakarta Gardens 2025: Ruang Kolaborasi Seni yang Menghidupkan Imajinasi
Sejak digulirkan pada 2022, Art Jakarta Gardens terus berinovasi menghadirkan nafas segar bukan hanya bagi pecinta seni rupa, tapi juga penikmat seni kontemporer dalam beragam bentuk. Menurut Enin Supriyanto, Artistic Director Art Jakarta, ajang ini selalu mencari format kolaborasi yang unik. “Awalnya kami mencoba memadukan seni dengan film dokumenter, tapi terasa kurang pas. Kini, kami bereksperimen dengan menyatukan seni rupa dan teater,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Tahun 2025 menjadi momen spesial dengan kehadiran Prehistoric Body Theatre, kelompok seni eksperimental yang menyelaraskan tradisi lokal, tari kontemporer, dan riset sains. “Mereka pernah tampil di Indonesia Bertutur tahun lalu, tapi ini pertama kalinya Jakarta menyaksikan langsung pertunjukan mereka. Sebuah tawaran segar yang langka,” tambah Enin.
Selain Prehistoric Body Theatre, Art Jakarta Gardens 2025 juga memukau lewat program Highlight yang memadukan seniman dan musisi ternama. Selama 22-27 April, pengunjung bisa menikmati alunan musik Float, Sal Priadi, Iskandar Muda, hingga set elektrik RURUradio DJ. Tak ketinggalan, Reda Gaudiamo dan Rita Tila menghadirkan pertunjukan yang merangkai puisi dan nada dalam harmoni menyentuh.
Edisi keempat ini menampilkan 25 galeri dari berbagai kota di Indonesia, dengan 28 karya patung yang memadukan legenda dan modernitas. Karya-karya monumental hadir dari nama besar seperti Yunizar (Gajah Gallery) dengan patung Rooster-nya yang ikonik, Nyoman Nuarta (Jagad Gallery) yang menghadirkan dinamika bentuk, hingga kreasi Dzikra A N (ArtSerpong Gallery). Di area The Sculpture Garden, publik bisa melihat Sit on the Bench karya King Saladeen atau merenung di depan Emotional Safeguard oleh Agugn & Sekar Puti—sebuah instalasi yang mengajak refleksi tentang kecemasan masa kini.
ADVERTISEMENT
Seni tak hanya diam, tapi juga hidup melalui interaksi. Di area Special Presentations, instalasi Twinkle-gize hasil kolaborasi iForte dan ThisPlay Studio mencuri perhatian. Menggunakan panel surya, karya ini mengubah energi matahari menjadi cahaya berkelap-kelip, menciptakan dialog antara teknologi dan estetika. Sementara itu, Yayasan RMCHC menghadirkan Unboxing Love—proyek partisipatif bersama Peter Rhian dan Museum of Toys yang mengajak pengunjung membongkar stereotip tentang cinta melalui visual playfull.
Tak kalah inovatif, perusahaan TACO memperkenalkan material PVC dan HPL tahan cuaca sebagai kanvas baru bagi seniman luar ruang. Kolaborasi ini membuka pintu eksplorasi bentuk yang lebih berani, sekaligus menjawab tantangan iklim tropis Indonesia.
Di antara gemerlap instalasi, Flower for the Future karya Abenk Alter menjadi magnet tersendiri. Bukan sekadar objek pajang, karya interaktif ini mengajak pengunjung menuliskan harapan di atas “kelopak” kertas, lalu menyatukannya dalam taman visual yang terus bermekaran. “Ini tentang energi kolektif. Masa depan dibangun dari niat bersama,” jelas Abenk. Karyanya menjadi ruang meditasi sekaligus protes halus terhadap narasi pesimisme di tengah zaman yang tak pasti.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Golden Age karya Arkiv Vilmanza (Treasury) mengeksplorasi obsesi manusia akan keabadian melalui simbolisme emas. Patungnya yang megah memantulkan pertanyaan: apa arti kemakmuran sejati? Sementara Bank BCA menghadirkan myBCA Space—instalasi cerdas yang mengubah bayangan menjadi permainan ilusi, mengajak publik mengeksplorasi teknologi digital melalui lensa seni.