Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Patung Dewa Pembawa Berita di Museum Fatahilah
30 April 2017 18:50 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
Tulisan dari Hidayat Adhiningrat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
(Patung Dewa Hermes di Halaman Belakang Museum Fatahilah/Hidayat Adhiningrat)
Bukan tentang merk tas, Hermes adalah salah satu dari 12 dewa yang tinggal di Gunung Olimpus. Dalam mitologi Yunani, ia adalah Putra Zeus dengan seorang Peri yang bernama Maia. Hermes dilahirkan di gunung Kellina daerah Arkadia. Ia merupakan pesuruh atau pembawa berita para dewa terutama berita dari dewa Zeus.
ADVERTISEMENT
Dewa Hermes digambarkan sebagai sosok yang cerdas, tubuh yang atletis dan juga cepat gerak-geriknya. Hermes dilukisan sebagai pemuda yang memakai topi dan sepatu bersayap (lambang kecepatan). Tangannya kadang-kadang memegang sebuah tongkat dililit ular (lambang berita), atau sebuah dompet (lambang perdagangan). Diantara 12 dewa Olimpus Hermes merupakan dewa yang termuda setelah Dionisos.
Bermodalkan tiket masuk sebesar Rp 5.000, untuk pertama kalinya saya masuk ke dalam gedung Museum Fatahilah. Selama ini kawasan Kota Tua Jakarta hanya saya pergunakan sekedar untuk pelarian. Merasakan sensasi meresapi sepi dalam keriuhan.
Gedung ini dibangun pada tahun 1620 oleh Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen sebagai gedung balai kota kedua pada tahun 1626. Memasuki museum saya disuguhi objek perjalanan sejarah Jakarta berupa replika peninggalan masa Tarumanegara dan Pajajaran, hasil penggalian arkeologi di Jakarta, hingga mebel antik dari abad ke-17 sampai 19 -yang merupakan perpaduan dari gaya Eropa, Republik Rakyat Cina, dan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Koleksi-koleksi ini diletakan di berbagai ruang, seperti Ruang Prasejarah Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Jayakarta, Ruang Fatahillah, Ruang Sultan Agung, dan Ruang MH Thamrin. Terdapat juga berbagai koleksi tentang kebudayaan Betawi, numismatik, dan becak. Selain itu, di Museum Fatahillah juga terdapat bekas penjara bawah tanah yang dulu sempat digunakan pada zaman penjajahan Belanda.
(Pengunjung Museum Fatahilah Memotret Ke arah luar Museum/Hidayat Adhiningrat)
Menurut sebuah laporan, 5 buah sel yang berada di bawah gedung dibangun pada tahun 1649 dengan luas penjara hanya sekitar 4x4 meter dengan tinggi hanya 1 meter. Setiap tahanan tidak bisa berdiri di dalam sel. Selain itu, sel dengan ukuran 4x4 ini bisa diisi oleh puluhan tahanan dan di dalamnya tidak ada sanitasi atau tempat buang air. Hal inilah yang membuat banyak tahanan meninggal karena penyakit.
ADVERTISEMENT
Keluar dari gedung museum bagian belakang, patung dewa Hermes menanti di tengah taman. Letaknya berada di depan bekas penjara bawah tanah pada masa penjajahan dulu. "Jejak dewa Hermes" ini termanifestasikan dalam bentuk patung perunggu. Dia berdiri dengan satu kaki, wajahnya menghadap ke langit seolah-olah ingin terbang dengan membawa tongkat yang dililit ular.
Berdasar riset kecil-kecilan yang saya lakukan di internet, pada awalnya patung dewa Hermes ini adalah milik seorang pedagang asal Jerman yang kemudian menjadi warga negara Belanda bernama Karl Wilhelm Stolz. Pedagang itu memiliki sebuah toko dengan nama Jenny & Co yang menjual barang logam dan pecah belah. Toko Jenny & Co terletak di jalan Rijswijkstraat yang sekarang dikenal sebagai Jalan Veteran, Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
Patung ini dibeli sekitar tahun 1920-an di Hamburg, Jerman. Patung dibuat berdasarkan karya Giambologna atau Giovanni Bologna (1529–13 August 1608). Awalnya Patung Hermes tersebut dipajang di halaman rumah Karl Wilhelm Stolz di Mester Cornelius (sekarang disebut Jatinegara). Namun, sang istri rupayanya tak suka dengan patung telanjang. Baginya patung dewa hermes itu terlalu vulgar. Dia selalu meminta sang suami untuk menyingkirkan patung itu. Sang suami bergeming.
Tahun 1930 istri Stolz meninggal, Stolz memutuskan menjual bisnis dan tokonya. Sebelum menjual tokonya di Jalan Veteran, dia memberikan patung itu kepada Pemerintah Batavia sebagai rasa syukur karena telah diberi kesempatan untuk menjalankan bisnis di Batavia. Oleh pemerintah Hindia Belanda, patung ini dipasang di jembatan Harmoni.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Hindia Belanda menaruh patung tersebut di jembatan Harmoni untuk mempercantik kota Batavia yang saat itu sedang berkembang. Disamping sebagai pembawa keberuntungan Patung Hermes juga dianggap sebagai penjaga para pedagang yang waktu itu memang sudah ramai di kawasan jalan Hayam Wuruk dan jembatan Harmoni merupakan pintu masuk ke kawasan tersebut.
Sekitar bulan Agustus tahun 1999 pembatas jembatan Harmoni pernah tertabrak mobil dan menyebabkan patung Hermes agak miring ke sungai. Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta, atas perintah Gubernur Sutiyoso, mengamankan patung ini. Dalam beberapa waktu, Patung dewa Hermes di jembatan harmoni "raib".
Saat ini, jika anda melintasi jembatan Harmoni anda akan melihat sebuah patung dewa Hermes. Namun, patung itu adalah patung replika dari patung yang ada di sana sebelumnya. Patung replika tersebut dibuat oleh seniman patung asal Jogjakarta bernama Arsono dengan berat sekitar 100 kg -lebih berat 30 kg dari patung aslinya. Sayangnya, dewa Hermes itu telah kehilangan tongkat Cadeceusnya di jembatan Harmoni. Diperkirakan tongkat itu hilang tahun 2005.
ADVERTISEMENT
Lalu, dimanakah Patung Hermes asli sumbangan dari Karl Wilhelm Stolz? Patung asli itu adalah patung yang sekarang terletak di halaman belakang Museum Fatahilah. Patung dewa pembawa berita yang sedang memberikan pesan tak tertulis tentang perjalanan sejarah kota Jakarta.