Rokok, Komunikasi, dan Area Merokok yang Mempersatukan

Hidayat Adhiningrat
Karyawan swasta
Konten dari Pengguna
12 Januari 2017 2:17 WIB
Tulisan dari Hidayat Adhiningrat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Wartawan adalah pekerjaan paling menyenangkan bagi seorang perokok. Kamu bisa mendapatkan banyak informasi yang dibutuhkan tanpa perlu berhenti menyalurkan hobi menghisap batang berisi tembakau terbakar itu. Bahkan, kamu bisa mendapatkan informasi dengan relatif lebih mudah.
ADVERTISEMENT
Saya tidak sedang berkata bahwa yang menjadi wartawan haruslah seorang perokok. Saya hanya ingin bilang, jika kamu perokok dan kamu juga seorang wartawan maka itu adalah kombinasi serasi mewujudkan pekerjaan yang menyenangkan.
Pernah di suatu saat, saya sedang merokok di area terbuka sebuah kapal laut yang sedang berlayar di Perairan Natuna. Di dalam, salah seorang menteri sedang melakukan pertemuan dengan menteri dari negara tetangga. Pertemuan itu dilakukan tertutup. Kami para wartawan tentu saja tidak diperbolehkan masuk.
Di tengah pertemuan, Menteri itu keluar untuk merokok dan bergabung bersama kami. Tempat ini memang satu-satunya area merokok yang terdapat di kapal. Mau tidak mau, karena juga sang menteri seorang perokok berat, ia harus datang ke tempat ini untuk bisa merokok.
ADVERTISEMENT
Tak lama, Menteri negara tetangga pun ikut-ikutan keluar untuk merokok. Mereka berdua terlibat dalam perbincangan hangat mengenai kondisi negaranya masing-masing. Di dekatnya, kami mendengarkan apa yang mereka perbincangkan.
Meski sifatnya off the record, tak ayal banyak informasi yang kami dapatkan dalam momen itu. Informasi tetaplah informasi, walaupun hanya informasi awal tapi itu bisa menjadi modal untuk menggali informasi lebih lanjut atau untuk menjalankan liputan lain nantinya.
Di lain waktu saya pernah diminta untuk melakukan konfirmasi ke salah seorang anggota DPR. Beliau dikenal sebagai anggota dewan yang irit bicara kepada media bahkan terkesan menghindar.
Benar saja, ketika saya bertanya kepadanya seusai rapat, dia menghindar melulu. Saya ikuti terus hingga keluar ruangan. Dia mengeluarkan sebatang rokok dan sebuah korek yang ternyata sulit menyala.
ADVERTISEMENT
Saya keluarkan korek saya dan menyorongkan korek tersebut hingga ke depannya dalam keadaan menyala. Dia tersenyum sambil membakar rokoknya lalu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan.
Kisah-kisah semacam ini banyak ditemukan oleh wartawan yang perokok. Tentu saja akan lebih banyak lagi terjadi dalam peliputan di wilayah "grass root". Di wilayah semacam ini, rokok seringkali menjadi alat "pembuka pintu" untuk bisa mewawancarai narasumber.
Jika rokok saja bisa membentuk jalinan komunikasi berbuah informasi, maka bukan tidak mungkin area merokok bisa jadi media yang mempersatukan. Hipotesis ini muncul seketika saat kantor tempat saya bekerja --saya bekerja di salah satu majalah berita mingguan-- menerapkan aturan untuk tidak boleh merokok sembarangan kecuali di tempat yang telah ditentukan.
ADVERTISEMENT
Sampai beberapa waktu terakhir, kantor media tempat saya bekerja masih memperbolehkan karyawannya untuk merokok di banyak tempat area kantor. Sangat lazim melihat seseorang yang sedang bekerja (menulis laporan, mengedit tulisan, me-layout majalah) sambil merokok di meja kerjanya.
Dalam hal ini, merokok bukan lagi menjadi media komunikasi antar personal melainkan sebagai cara untuk membantu mencari informasi dan mencerna kreasi. Masing-masing orang larut dalam proses produksi.
Hari-hari belakangan, suasana itu agak berubah. Mereka yang biasanya merokok sendirian di tempatnya "dipaksa" kumpul di satu tempat untuk merokok. Area merokok pun jadi ruang pertemuan publik.
Di sana orang bertegur sapa, berkomunikasi, meminjam korek, berseloroh, dan melakukan debat-debat kecil. Di area ini mereka tampil dengan melepaskan atribut yang melekat padanya. Tak peduli bahwa dia seorang pimpinan, redaktur, reporter, fotografer, bagian iklan, marketing, hingga office boy membaur jadi satu.
ADVERTISEMENT
Tak berlebihan rasanya jika menyebut bahwa di area merokok mereka kembali jadi manusia. Ada komunikasi akrab di dalamnya, ada interaksi sosial yang melingkupinya. Justru ketika areanya semakin dipersempit.
Mungkin kamu akan bilang bahwa ini hanyalah pembenaran belaka. Sah saja anda mengatakan demikian. Tapi bagi saya ini adalah realita yang nyata saya alami. Kalau kamu menganggapnya pembenaran, mungkin saja kita memang sedang berada di dalam area yang berbeda.