Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Memaknai Lawatan Luar Negeri Prabowo ke Asia Tenggara
16 September 2024 9:43 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Hidayat Doe tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menjelang pelantikan Presiden Republik Indonesia pada 20 Oktober 2024 mendatang, Presiden terpilih Prabowo Subianto aktif melakukan kunjungan luar negeri. Beberapa kunjungan luar negeri yang teranyar digelar Prabowo adalah lawatannya ke Vietnam pada Jumat-Sabtu (13-14/09/2024). Sebelumnya Prabowo melawat secara maraton ke Brunei Darussalam, Laos, Kamboja, Thailand, dan Malaysia, Kamis-Sabtu (5-7/09/2024) lalu.
ADVERTISEMENT
Salah satu agenda utama kunjungan diplomatik Prabowo adalah membahas rencana kerja sama pertahanan dan keamanan antara Indonesia dengan negara-negara se-kawasan tersebut. Agenda pertahanan dan keamanan ini merupakan isu yang strategis di tengah ketegangan geopolitik antara China dengan Amerika Serikat (AS) di perairan Laut China Selatan.
Setidaknya ada lima negara (Filipina, Taiwan, Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam) yang bersengketa langsung dengan China di perairan Laut China Selatan. Namun, sengketa atau konflik yang paling menegangkan soal perairan paling strategis itu adalah Filipina dengan China. Petugas keamanan dan penjaga perairan kedua negara sudah berkali-kali bentrok. Akhir Agustus 2024 lalu kedua negara saling menabrakan kapal penjaga di sekitar kepulauan Spratly. Filipina berani menantang China karena merasa didukung oleh AS.
Ketegangan China-Filipina tersebut mengancam stabilitas dan keamanan kawasan. Situasi kawasan Asia Tenggara berada dalam bayang-bayang perang (proksi). Dengan latar ketegangan dan ancaman perang itulah, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sekaligus Presiden terpilih melakukan kunjungan luar negeri ke beberapa negara se-kawasan. Lawatan luar negeri tesebut tampaknya sangat penting dan strategis, sehingga diterima dan disambut langsung oleh masing-masing kepala pemerintahan negara sahabat. Kunjungan itu merefleksikan tiga hal utama.
ADVERTISEMENT
Pertama, lawatan tersebut memperlihatkan posisi dan peran penting Indonesia yang secara de facto pemimpin regional dan promotor utama kerja sama perhimpunan negara-negara kawasan Asia Tenggara atau ASEAN. Sejak didirikan sampai sekarang peran dan kontribusi Indonesia sangar besar. Indonesia tidak saja sebagai salah satu negara pendiri ASEAN, namun selalu menjadi inisiator dan promotor dari kerja sama yang dibangun negara-negara se-kawasan.
Indonesia melalui Menteri Luar Negeri Ali Alatas, misalnya, adalah pelopor pembentukan ASEAN Regional Forum (ARF). Sebuah forum regional yang sangat strategis untuk memperkuat keamanan dan perdamaian kawasan, tidak saja bagi Asia Tenggara tetapi mencakup Asia Pasifik. Indonesia juga penggagas ASEAN Security Community yang bertujuan untuk menciptakan keamanan dan perdamaian di kawasan Asia Tenggara. Selanjutnya pada KTT ASEAN di Bangkok tahun 2019, Indonesia mengusung gagasan ASEAN Outlook on Indo-Pacific (AOIP) dengan tujuan utama meneguhkan sentralitas ASEAN dalam menjaga perdamaian, keamanan, stabilitas, dan kesejahteraan di kawasan Indo-Pasifik.
Sejalan dengan peran Indonesia tersebut, lawatan Prabowo ke beberapa negara ASEAN yang membahas isu keamanan menjadi relevan untuk memastikan stabilitas dan keamanan kawasan yang terancam karena ketegangan yang ikut dipanas-panasi oleh kekuatan eksternal seperti AS. Kunjungan Prabowo memang tidak secara langsung membahas keamanan dan perdamaian kawasan, namun secara implisit memperlihatkan adanya komitmen bersama untuk saling menjaga keamanan dan kedamaian di Asia Tenggara.
ADVERTISEMENT
Ketegangan Filipina dan China di perairan Laut China Selatan belakangan ini sangat mengerikan apabila meledak menjadi perang terbuka. Kawasan Asia Tenggara sebagai Zone of Peace, Freedom, and Neutrality akan hancur lebur. Dalam perspektif realis, ancaman perang memang tidak bisa dihindari. Negara-negara harus selalu siap untuk berperang. Keamanan dan perdamaian dalam hubungan internasional bersifat semu. Hubungan kerja sama dan diplomasi damai hanya menunda waktu untuk berperang. Suatu saat perang akan pecah. Apalagi ancaman perang di sekitar wilayah Laut China Selatan juga terjadi antara China dengan Taiwan.
Kendati demikian, keamanan dan perdamaian di Asia Tenggara tetap harus dipertahankan melalui peningkatan hubungan dan kerja sama antara negara di kawasan, seperti yang digaungkan oleh penganut perspektif liberal dalam studi hubungan internasional. Kaum liberal HI optimis keamanan dan perdamaian itu bisa langgeng. Negara adalah institusi yang dijalankan oleh manusia yang memiliki rasionalitas untuk bekerjasama mendapatkan keuntungan. Manusia tidak akan mungkin berperang yang justru merugikan dirinya sendiri. Mereka akan memilih untuk selalu berdamai demi keuntungan dan kesejahateraannya. Sehingga, bagi kaum liberal, perdamaian bisa terjaga dan eksis melalui hubungan dan kerja sama yang baik.
Dalam konteks itulah, lawatan Prabowo ke beberapa negara di Asia Tenggara menjadi momentum untuk memperkuat hubungan dan kerja sama negara-negara se-kawasan. Peningkatan hubungan dan kerja sama tersebut penting dilakukan Indonesia sebagai pemimpin regional demi mengantisipasi adanya ancaman perang yang membayangi dinamika keamanan Laut China Selatan. Sehingga, stabilitas dan keamanan kawasan dapat selalu dipertahankan.
ADVERTISEMENT
Kedua, lawatan Prabowo ke beberapa negara tetangga tersebut menunjukkan karakter kebijakan luar negeri yang dicanangkannya saat kampanye Pilpres lalu dengan istilah good neighbor policy. Karakter kebijakan luar negeri Prabowo ini mempunyai kemiripan dengan pendahulunya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang menganut slogan thousand friends zero enemy. Keduanya mengutamakan harmoni dan kedamaian dengan berbagai negara di dunia. Perbedaannya barangkali terletak pada operasionalisasi dimana Prabowo cenderung menjadikan isu high politics (politik dan keamanan) sebagai instrumen memperkuat hubungan dan kerja sama luar negeri. Sementara SBY lebih menggunakan isu-isu low politics (ekonomi dan budaya) sebagai instrumen utama membangun hubungan diplomasi. Apa yang dilakukan SBY dalam hubungan internasional tersebut diperkuat oleh Presiden Jokowi dengan karakter yang lebih pragmatis dan fokus pada investasi dan pembangunan infrastruktur.
ADVERTISEMENT
Ketiga, kunjungan luar negeri Presiden terpilih tersebut menjadi bagian dari pendekatan outward-looking atau cara pandang keluar yang dianut Prabowo jika memimpin Indonesia. Pendekatan cara pandang keluar itu nampak sekali dari saat menjadi Menteri Pertahanan. Prabowo seringkali melakukan kunjungan kerja luar negeri. Intensitas lawatan luar negerinya meningkat pasca ditetapkan sebagai pemenang Pemilu Presiden 2024. Dalam enam bulan terakhir, Prabowo sudah melakukan kunjungan kerja ke beberapa negara di Asia dan Eropa di antaranya China (April), Jepang (April), Jerman (Mei), Yordania (Juni), Prancis (Juli), Serbia (Juli), Turki (Juli), Rusia (Juli), dan terakhir ke-6 negara se-kawasan.
Pendekatan cara pandang keluar memang kontekstual dengan karakter hubungan internasional masa kini yang interdependen. Negara-negara di dunia saling membutuhkan untuk bekerjasama memenuhi kepentingan nasionalnya serta mengatasi masalah dan tantangan global yang kian kompleks. Cara pandang keluar dengan memperkuat kerja sama luar negeri itu menjadi penting, namun tidak mengabaikan kondisi dalam negeri sebagai pendekatan kedalam (inward-looking) yang memperkuat kekuatan internal. Pendekatan keluar yang berlebih tanpa memperhitungkan kekuatan nasional justru akan merugikan kepentingan nasional. Sebab, keaktifan dan partisipasi Indonesia dalam forum-forum internasioanl menelan biaya besar yang dapat mengikis kapasitas anggaran pembangunan di tengah ekonomi nasional yang stagnan.
ADVERTISEMENT
Untuk itulah, kunjungan kerja luar negeri Prabowo itu sebenarnya perlu juga dievaluasi hasilnya bagi perwujudan kepentingan nasional. Lawatan luar negeri tersebut jangan sampai berhenti sebatas menjalin komunikasi dan hubungan tanpa ada follow up yang signifikan untuk merealisasikan kepentingan nasional atau kepentingan rakyat Indonesia. Selama ini publik kurang mengetahui lebih jauh manfaat konkret kunjungan kerja luar negeri seperti itu. Kesannya sebatas keliling dunia dan mengadakan pertemuan diplomatik yang bersifat formal dan elitis, namun hasil dan manfaatnya tidak diketahui. Oleh karena itu, cara pandang keluar dengan intensitas lawatan luar negeri yang tinggi perlu dikondisikan dengan urgensi dan asas manfaat yan bisa diperoleh Indonesia demi efisiensi dan efektifatas diplomasi yang dijalankan pemerintah Indonesia, baik secara regional maupun global.
ADVERTISEMENT