Musala Dirusak, HNW: Perlu UU Perlindungan Tokoh dan Simbol Agama

Hidayat Nur Wahid
Wakil Ketua MPR RI 2019-2024 | Berkontribusi untuk memberi manfaat yang positif bagi sesama.
Konten dari Pengguna
1 Februari 2020 6:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hidayat Nur Wahid tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Anggota Komisi VIII DPR RI Hidayat Nur Wahid. (Foto: Dok. MPR RI)
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Komisi VIII DPR RI Hidayat Nur Wahid. (Foto: Dok. MPR RI)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Komisi VIII yang membidangi urusan agama, Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid, mengecam perusakan tempat ibadah umat Islam di Minahasa Utara dan menilai bahwa perusakan tersebut merupakan bukti perlunya UU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama.
ADVERTISEMENT
Hidayat mengapresiasi langkah kepolisian yang segera bertindak menangkap pelaku pengerusakan. “Polisi diharapkan bisa menegakkan hukum secara adil dan benar, agar para tokoh serta umat beragama tidak terpancing atau memancing terjadinya masalah atau konflik yang lebih besar,” ujar pria yang akrab disapa HNW ini, Jumat (31/1).
Informasi dari Kepolisian, para pelaku akan dijerat ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yakni Pasal 170 yang mengatur penggunaan kekerasaan terhadap orang atau barang secara bersama-sama dan Pasal 406 yang mengatur tindakan melawan hukum menghancurkan, merusakkan seluruh atau sebagian milik orang lain.
“Upaya cepat kepolisian perlu diapresiasi, tetapi pasal yang digunakan masih bersifat umum. Padahal, perusakan tempat ibadah seharusnya diperlakukan berbeda dengan perusakan tempat atau barang secara umum,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
HNW mengatakan bahwa tempat ibadah merupakan salah satu simbol agama dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama yang akan dibahas di DPR pada 2020 ini. “Kita perlu memberi pengaturan khusus, terutama terkait perlindungan rumah ibadah, karena bangsa Indonesia merupakan bangsa yang religius,” tuturnya.
Lebih lanjut, HNW menjelaskan bahwa peristiwa perusakan rumah ibadah sebenarnya dapat dihindarkan apabila terciptanya dialog antar tokoh agama di lingkungan setempat yang selama ini belum berjalan dengan lancar. Ia mengungkapkan bahwa RUU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama juga akan mengatur ketentuan mengenai dialog tokoh agama sehingga masing-masing pihak dapat saling memahami dan bertoleransi yang diharapkan dapat diturunkan kepada umat agama tersebut di masyarakat.
ADVERTISEMENT
“Kami juga memasukkan ketentuan terkait dialog tokoh agama dari tingkat nasional maupun daerah, bahkan hingga desa atau kelurahan di RUU tersebut. Harapannya agar di Indonesia tidak ada lagi peristiwa perusakan tempat ibadah, bukan hanya tempat agama Islam tetapi juga agama apa pun yang diakui di Indonesia,” tukas penasehat KAICIID, lembaga internasional yang fokus kepada dialog antar agama (keyakinan) dan budaya, ini.
HNW menambahkan salah satu tujuan utama RUU tersebut diusulkan adalah juga untuk mencegah terjadinya radikalisme dan tindakan intoleran sebagaimana yang terjadi dalam perusakan musala atau masjid tersebut.
Sebagai informasi, RUU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama telah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 yang akan dibahas tahun ini. RUU ini diusulkan oleh Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), serta juga oleh Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) yang ingin memasukkan perlindungan terhadap kyai dan guru ngaji ke dalam RUU tersebut.
ADVERTISEMENT