Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Potret Demokrasi Setengah Hati di Banten
23 Desember 2024 16:24 WIB
·
waktu baca 11 menitTulisan dari Resha Hidayatullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pendahuluan
ADVERTISEMENT
Kekalahan Airin di Pilkada Banten menjadi buah bibir di kalangan para akademisi politik dan berbagai lembaga survei di Indonesia. Mengingat proses Airin dalam pencalonan Gubernur Banten tidak bisa dikatakan sebagai proses yang singkat. Kampanye yang sudah dimulai sejak dua tahun sebelum masa Pilkada sudah dilakukan Airin sang pengantin calon gubernur kala itu. Bahkan pada proses sebelum pencalonan gubernur, Airin telah membuktikan elektabilitasnya sebagai pejabat publik yang dipercaya masyarakat.
ADVERTISEMENT
Sebagai upaya dalam uji coba elektabilitasnya, Airin telah mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI di Pileg 2024. Dan perolehan suara atas keter pilihan Airin sangatlah besar. Dengan perolehan suara mencapai 302.878. Perolehan suara Airin di Pileg 2024 Dapil 3 Banten merupakan perolehan suara terbanyak yang di gadang-gadang bisa memberikan dua kursi bagi Golkar untuk menduduki singgasana DPR RI.
Namun, prestasi ini justru berbanding terbalik dengan hasil jerih payahnya untuk memenangkan kursi jabatan Gubernur Banten. Sebelumnya, dalam beberapa survei politik Airin selalu unggul dalam hal popularitas dan elektabilitas. Bahkan sudah menjadi rahasia umum di kalangan masyarakat Banten bahwa Airin tidak perlu lagi bertarung dengan siapapun di Pilkada Banten 2024 ini. Airin hanya tinggal duduk manis dan menunggu pelantikan.
ADVERTISEMENT
Pernyataan diatas tentu tidaklah berlebihan. Melihat potret dan rekam jejak Airin selama memimpin Tangerang Selatan sangatlah berintegritas dan membawa Tangerang Selatan menuju kemajuan dari berbagai aspek. Selain itu, figur trah keluarga Atut menjadi kunci atas popularitas Airin di Banten. Meskipun ini akan menjadi buah simalakama bagi Airin. Berbanding terbalik dengan sang penantang Andrasoni, elektabilitas dan popularitas nya bahkan dibawah 10%. Tentu, hal ini menutup logika akal sehat siapapun untuk mengatakan jikalau Andrasoni akan menjadi pemenang di Pilkada 2024 ini. Lalu, benarkah kekalahan Airin dikarenakan faktor ketokohannya, atau karena dark sistem demokrasi Indonesia?
Awal Perseteruan Elit Politik
Dalam beberapa dialog dan diskusi penulis dengan tokoh akademisi dan pengamat politik, beredar beberapa kabar perseteruan antar Wawan dan Dasco selaku Sekjend Partai Gerendri. Sejak awal, Andrasoni diklaim sebagai Calon Gubernur yang dipaksakan oleh Partai. Pernyataan ini tidaklah berlebihan melihat elektabilitas Airin yang sangat tinggi di Banten. Sebagaimana yang sudah dijelaskan dalam pendahuluan penulis. Bagaimanapun, trah Tb Hasan Sohib memiliki kekuatan dan pengaruh yang besar di Banten. Karisma dari ketokohan Tb Hasan Sohib menjadi kunci atas popularitas keluarga Atut yang sering disebut sebagai Keluarga Rau.
ADVERTISEMENT
Perseteruan itu diawali penolakan Wawan terhadap Dasco untuk menyandingkan Andrasoni sebagai wakil gubernur Airin. Setelah penolakan tersebut, maka muncullah sikap keberanian Dasco untuk melawan trah dinasti Banten. Jika dilihat dari sisi kepentingan, praduga penulis terhadap keputusan Dasco untuk menyandingkan Andrasoni sebagai wakil gubernur Banten hanyalah sebuah upaya untuk melebarkan kekuasaan Gerindra di Banten. Karena, bagaimanapun juga, kuatnya Golkar di Banten karena pengaruh dari ketokohan seorang Tb Hasan Sohib sabagi god father of Banten.
Melihat kekuatan politik Airin di Provinsi Banten sangatlah kuat, upaya pertama partai Gerindra dan KIM Plus untuk memenangkan Pilkada di Banten dengan cara menggugurkan Airin sebelum masa pencalonan. Akan tetapi Airin dan PDIP kala itu terselamatkan oleh keputusan MA yang baru. Namun sebelum itu dilakukan, mesin politik Airin di Golkar sudah dimatikan. Di sinilah dugaan kuat cawe-cawe Jokowi muncul dari persepsi publik. Pengunduran Airlangga Hartato tentulah masih menjadi pertanyaan bagi publik. Begitupun dengan kemenangan aklamis Bahlil sebagai ketua umum baru Golkar. Kuatnya Airin di Golkar tidak luput dari peran Airlangga Hartato saat itu. Terbukti pada saat itu, Golkar seperti bukan partai besar yang memiliki kekuatan dan keberanian untuk mengusung kader nya sendiri di Pilkada Banten. Sehingga, keteguhan dan keberanian Airin sebagai keluarga Jawara Banten muncul dengan tetap mencalonkan diri sebagai calon Gubernur Banten dengan membawa rekomendasi dari partai PDIP. Atas keberanian Airin, munculan tagline berita Tempo kala yang berjudul Raja Jawa Vs Ratu Banten.
ADVERTISEMENT
Fenomena Ambigu Menjelang Pemungutan Suara
Awal perseturuan diatas merupakan awal kekalahan Airin yang ironis. Kompleksitas pertarungan Airin-Andra bukan lagi pertarungan personal antar calon, melainkan pertarungan PDIP sebagai partai Oposisi dengan KIM Plus. Bagi penulis, posisi Golkar pada saat itu berada pada posisi yang setengah hati mendukung Airin. Terbukti, ketika pada masa awal pencalonan Golkar bersikap oportunis dengan memberikan dukungan terhadap lawan kader nya sendiri. Namun, akibat panasnya perpolitikan nasional, dan kuatnya pengaruh keluarga rau yang memberikan kontribusi besar terhadap kemenangan Prabowo di Pilpres kemarin, membuat Golkar di bawah pimpinan Bahlil seperti partai pengecut alias plin-plan atas keputusan politiknya. Jelas, ada pressure yang kuat sejak Airin mencalonkan diri sebagai calon gubernur, bahkan dari partainya sendiri. Hal ini pun dirasakan oleh Airin sendiri sebagai calon berpotensi di Banten. Mengutip hasil wawancara di media kompas Airin menjelaskan upaya penjegalan nya dilatarbelakangi oleh alasan kepentingan nasional. Namun alasan kepentingan nasional yang mana?
ADVERTISEMENT
Keterlibatan instansi kepolisian juga sempat menjadi perbincangan panas bahkan menjadi sorotan aksi masa bagi HMI cabang Serang kala itu. Fakta ini, bisa dilihat dari kutipan berita Antaranews.com yang menyatakan bahwa adanya keterlibatan intervensi Kapolda Banten dalam prosesi Pilkada 2024. Begitupun hasil diskusi penulis dengan beberapa tokoh masyarakat di ranah kelurahan, terdapat ancaman-ancaman dan panggilan berkala bagi aparatur desa yang tidak mendukung 02 kala itu.
Selanjutnya, keterlibatan ASN dan PJ Gubernur kala itu perlu di pertanyakan netralitas nya, tudingan nya mengenai jual beli jabatan dan perubahan komposisi jabatan semakin marak di bulan-bulan akhir penyelenggaraan. Catatan PJ Gubernur Al Muktabar yang sempat menoreh kecaman masyarakat justru terselamatkan di bawah pimpinan sidang ketua DPRD Provinsi Banten kala itu. Hal ini menjadi bagian dari satu fenomena janggal, dimana kuat dugaan terhadap proses transaksi politik balas budi antara Andra dan Al Muktabar. Pernyataan diatas bisa di asumsikan dengan kejadian yang diberitakan oleh penamerdeka.com, dimana Al Muktabar melakukan rotasi mutasi terhadap 47 pejabat ASN menjelang pemungutan suara Pilkada serentak pada tanggal 27 November. Tak heran, jika Al Muktabar berlindung di balik diksi kementerian sebagaimana pernyataan dalam pasal 71 UU No 10 Tahun 2016, karena kekuasaan kala itu dekat dengan pihak lawan. Dan jelas secara eksplisit UU ini bisa digunakan sebagai alat perlindungan hukum. Hal ini tidak hanya terjadi di Banten, namun terjadi di beberapa daerah. Besar kemungkinan, pola kecurangan pilkada ini telah terstruktur dan sistematis.
ADVERTISEMENT
Menjelang beberapa hari pemungutan suara fenomena janggal lain terjadi, dimana seorang presiden mengendors pasangan Andrasoni dan Dimyati di masa tenang. Presiden Prabowo telah menelan ludahnya sendiri yang menyatakan bahwa Pilkada bukanlah urusan prioritas pusat. Dengan bahasanya yang menyatakan bahwa Pilkada adalah mainan adinda-adinda kita di bawah sana. Nada ini terkesan seperti guyon, namun tetap akan menjadi sorotan publik. Kejadian ini dibarengi dengan pengusutan kembali kasus mega korupsi situ ranca gede dan gedung Sport Center oleh Kejati Banten terhadap suami Airin dan beberapa tokoh Golkar di Banten. Tentu kejadian ini sangat berpengaruh dan memperhalus rencana tim pemenangan KIM Plus dengan narasi nya terhadap Airin sebagai keluarga yang pernah terlibat korupsi.
Teorema Demokrasi Setengah Hati
Teorema berasal dari bahasa yunani kuno, yaitu theorem, yang berarti spekulasi, proporsi yang harus dibuktikan. Dalam bahasa Indonesia teorema memiliki arti saya melihat, memperhatikan dan mengamati, mempertimbangkan, menguji. Secara istilah teorema adalah suatu pernyataan yang dapat dibuktikan berdasarkan asumsi dasar yang dinyatakan secara eksplisit atau yang sebelumnya disetujui. Dalam ilmu terapan seperti matematika dan statistika, teorema adalah sebuah pernyataan atau tesis yang disimpulkan berdasarkan asumsi dasar, seperti aksioma.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh, agar pembaca memahami fungsi teorema ini, penulis ingin menjelaskan tentang aksioma sebagai dasar asumsi dalam logika matematika. Aksioma merupakan pernyataan yang dianggap benar dan diterima sebagai kebenaran. Aksioma berfungsi sebagai titik awal untuk argumen dan penalaran. Dalam logika matematika, aksioma sebagai basis dari sistem logika itu sendiri. Sebagai contoh, dalam matematika dan statistika “nol” adalah asumsi dasar sebagai bilangan asli. Dalam ilmu statistika, nol disebut sebagai P-value. Apabila dalam peramalan statistika P-value mendekati angka satu maka hipotesis itu bisa menolak H0 (Gujaroti, 2010).
Dalam perdebatan kekalahan Airin di Banten pada channel you tube INews Prof Rocky Gerung menyebut bahwa Airin ditipu. Pernyataan ini disebabkan nilai P-value pada hasil lembaga survei dan hasil quick count yang mendekati angka 1%. Dan ini merupakan asumsi dasar sebagai penyebab hilangnya 30% elektabilitas Airin pada survei akhir yang dirilis di media. Yang pada akhirnya, hasil penelitian survei dianggap tidak relevan dengan hasil quick count dan exit poll pada masa perhitungan akhir.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, mengutip pernyataan Prof Burhanudin Muhtadi dalam podcast si paling kontroversi di Metro TV tentang melenceng nya hasil survei akhir yang begitu jauh dari hasil quick count dan exit poll tentu di luar nalar dan sulit untuk dijelaskan secara teori apapun. Mengingat bahwa kejadian ini merupakan kejadian yang tidak pernah terjadi.
Dalam proses analisis, penulis meneliti fenomena ini menggunakan corak analisis deskriptif dengan metode jejak pendapat dalam dialog publik oleh para pakar. Berangkat dari asumsi dasar yang menunjukan bukti atas kejanggalan kemenangan pasangan Andrasoni dan Dimyati di Pilgub Banten menjadi asumsi dasar penulis untuk menganalisis fenomena tersebut. Penulis menggunakan madzhab positivism untuk mengurangi kebiasaan data yang diambil berdasarkan sumber primer dan sekunder.
ADVERTISEMENT
Dari fenomena diatas rasanya penulis menganggap teori O’Donnel dan Schmitter sangat relevan dipakai. Mengingat kedua tokoh tersebut menempatkan perilaku elit politik sebagai penentu atas keberhasilan demokrasi. Adanya perseturuan antar elit politik pada fenomena yang sudah dijelaskan menunjukan relevan nya teori rational choice theory. Dimana teori ini didasari oleh perilaku manusia sebagai makhluk ekonomi, yang bertindak karena adanya motivasi upah atau intensif. Pendekatan atas rational choice theory juga dikenal sebagai exchange theory. Scott mencatat bahwa, rational choice theory meletakan posisi individu dalam interaksi sosial yang mengedepankan aspek sirkulasi yang rational, yang dibentuk oleh kepentingan-kepentingan pribadi.
Kerangka teori diatas menjadi landasan atas analisis fenomena kejanggalan pertarungan elit politik antara ratu Banten dengan KIM Plus. Dari kerangka teori diatas kita bisa menalar bahwa proses transaksi politik di lembaga pemerintahan sangatlah kuat. Mengingat, KIM Plus merupakan partai-partai yang paling dekat dengan kekuasaan. Tak heran, jika Adi Prayetno menjelaskan bahwa kemenangan Andrasoni dipengaruhi endorsemen Presiden Prabowo Subianto. Sedangkan Airin yang berkoalisi dengan partai PDIP sebagai oposisi pemerintahan pusat tidak memiliki pergerakan yang leluasa untuk memainkan lembaga-lembaga independent pemerintah seperti kepolisian, kejaksaan, dan aparatur pemerintah lainnya. Hal ini pula yang memudahkan tim Andranosi untuk mem polarisasi narasi nya sebagai gubernur anti korupsi. Wajar apabila beberapa masyarakat menyatakan kecurigaan mereka dalam fenomena kasus korupsi suami Airin diungkap kembali kejati Banten setelah sekian lama meredup terdapat muatan politik, bukan lagi sebagai bentuk penegakan hukum.
ADVERTISEMENT
Pernyataan diatas semakin menguatkan asumsi penulis bahwa KIM Plus membalut demokrasi dengan polarisasi narasi melalui tindakan para elit politik terhadap preferensi atau keinginan masyarakat. KIM Plus membuat paradigma dengan ancaman dan negosiasi politik terhadap pejabat-pejabat publik terkait. Sebagaimana pernyataan Scott bahwa demokrasi sebagai polyarchy yang menekankan sikap tanggap pemerintah secara terus-menerus terhadap preferensi atau kepentingan masyarakat. Di sinilah aparatur negara bermain, mulai dari tingkat pusat hingga tingkat kelurahan sebagai pion penguasa. Karena bagaimanapun juga mereka bagian daripada elit politik, Yang dimana elit politik secara etimologi merupakan seseorang yang memegang jabatan formal pada institusi politik atau seseorang yang mampu mewarnai, mempengaruhi, menentukan, dan memiliki kekuasaan politik yang mampu mempengaruhi kebijakan pemerintahan dan negara, baik secara luas maupun secara terbatas.
ADVERTISEMENT
Evaluasi Besar Pilkada Serentak 2024
Jika melihat fenomena diatas penulis merasa sangat relevan dengan teori Mohtar Mas’oed yang menyatakan pergeseran teoritis demokrasi. Dimana pengertian demokrasi telah bergeser dari substansi nya. Hal ini ditandai dengan gagasan Joseph Schumpeter yang menyatakan demokrasi sebagai metode politik.
Tentu, hal ini bertentangan dengan amanah pancasila kita yang mengedepankan nilai-nilai demokrasi yang substantif. Pengembalian sistem pemilihan kepala daerah kepada DPRD bukanlah ide yang baik menurut penulis. Sistem pemilu kita, menunjukan substansi yang utuh terhadap demokrasi. Namun penegakan hukum dan pengawasan dalam sistem kepemiluan kita sangatlah lemah dan penuh dengan muatan kepentingan. Maka evaluasi pertama yang harus di lakukan adalah evaluasi terhadap badan penyelenggara dan pengawasan kepemiluan.
ADVERTISEMENT
Membuktikan kecurangan empirik yang memerlukan investigasi bukanlah tugas masyarakat. Tugas itu, merupakan tugas pengawas kepemiluan. Pada proses Pilkada kemarin, penulis melihat kejanggalan pada satu institusi ini. Institusi ini seolah tidak memiliki taring untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawab nya. Proses pemilu dengan sistem sebaik ini masih bisa di permainkan oleh oknum pejabat yang oportunis, lalu bagaimana jadinya jika sistem pemilihan kepala daerah di kembalikan ke ranah DPRD? Tentu disertasi Idrus Marhan adalah jawaban yang realistis untuk menolak ide tersebut. Dimana hasil disertasinya menyatakan bahwa elit politik DPR pada masa itu lebih mementingkan kepentingan partai daripada kepentingan dasar masyarakat. Yang harus dibenahi saat ini adalah sistem pengkaderan partai politik. Karena partai politik adalah kunci utama sekaligus pelaku utama demokratisasi dalam proses bernegara.
ADVERTISEMENT
Live Update