Konten dari Pengguna

Generasi Z dan Second Account: Saya Aslinya Dua Orang

Annisa Anindya
Dosen Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Andalas
18 Agustus 2024 15:44 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Annisa Anindya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Pexels.com (Generasi Z dan Second Account)
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Pexels.com (Generasi Z dan Second Account)

Generasi Z dan Second Account: Ruang untuk Identitas yang Lebih Bebas

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Generasi Z dikenal sebagai generasi yang sangat mahir dalam menggunakan teknologi digital. Mereka menghabiskan banyak waktu di media sosial, baik untuk berinteraksi dengan teman, mengikuti tren terkini, atau membangun citra diri yang diinginkan. Dalam konteks ini, akun pertama di media sosial, seperti Instagram, sering kali digunakan untuk menampilkan versi diri yang terpolos dan sesuai dengan norma sosial yang berlaku. Akun ini menjadi "panggung depan" di mana individu menampilkan identitas yang telah disaring dan dipoles, yang diharapkan dapat diterima oleh publik, termasuk keluarga, teman, dan rekan kerja.
ADVERTISEMENT
Namun, di balik identitas yang dipoles ini, banyak di antara mereka yang merasa perlu memiliki ruang untuk mengekspresikan diri dengan lebih bebas dan autentik, tanpa harus mempertimbangkan penilaian dari orang-orang di sekitar mereka. Di sinilah peran second account menjadi sangat penting. Akun kedua ini sering kali lebih privat, hanya diikuti oleh orang-orang terdekat atau yang memiliki kesamaan minat, sehingga menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung untuk mengekspresikan identitas yang mungkin tidak dapat ditampilkan di akun utama.Dalam era digital yang serba cepat dan terhubung, identitas sosial telah berevolusi menjadi sesuatu yang jauh lebih kompleks dan dinamis daripada sebelumnya. Salah satu fenomena menarik yang muncul dari perkembangan ini adalah penggunaan "second account" atau akun kedua di media sosial, terutama di kalangan Generasi Z. Generasi ini, yang lahir di antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, tumbuh di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital, yang secara langsung mempengaruhi cara mereka membentuk dan mengekspresikan identitas diri. Second account menjadi cerminan dari kompleksitas identitas digital mereka, memungkinkan mereka untuk menampilkan berbagai sisi dari kepribadian mereka yang mungkin tidak selalu terlihat di dunia nyata atau di akun utama mereka.
ADVERTISEMENT
Pada second account, Generasi Z merasa lebih bebas untuk berbagi pemikiran yang lebih pribadi, foto-foto yang lebih intim, atau pandangan yang mungkin kontroversial. Misalnya, mereka mungkin lebih nyaman untuk mengungkapkan orientasi seksual, pandangan politik, atau minat tertentu yang tidak diterima oleh lingkungan sekitar di akun utama. Dengan demikian, second account berfungsi sebagai semacam "safe space" di mana mereka dapat menjadi diri sendiri tanpa takut akan penilaian atau konsekuensi sosial yang negatif.
Second account memberikan kebebasan bagi Generasi Z untuk bereksperimen dengan berbagai aspek identitas mereka, yang mungkin tidak dapat mereka tunjukkan di dunia nyata. Kebebasan ini memungkinkan mereka untuk mengeksplorasi berbagai sisi dari kepribadian mereka, serta mencoba berbagai peran sosial yang berbeda. Dalam hal ini, second account dapat dilihat sebagai alat yang memberdayakan, karena memungkinkan individu untuk mengekspresikan diri secara lebih autentik dan mendalam.
ADVERTISEMENT
Namun, kebebasan ini juga datang dengan serangkaian tantangan yang tidak bisa diabaikan. Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh pengguna second account adalah risiko privasi. Meskipun akun kedua biasanya lebih tertutup dan hanya diakses oleh orang-orang terdekat, ada risiko bahwa konten yang dibagikan di akun ini bisa ditemukan oleh orang-orang yang tidak diinginkan. Hal ini dapat memicu konflik, terutama jika konten yang dibagikan bersifat sensitif atau kontroversial.
Selain itu, hidup dengan identitas yang terfragmentasi dapat menyebabkan stres dan kebingungan. Ketika seseorang memiliki beberapa identitas yang berbeda di berbagai platform media sosial, mereka mungkin merasa perlu untuk terus menjaga jarak antara identitas yang satu dan yang lain. Hal ini dapat menyebabkan tekanan emosional yang signifikan, terutama jika individu merasa bahwa mereka harus menyembunyikan aspek-aspek tertentu dari diri mereka agar dapat diterima oleh lingkungan sosial yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Fenomena second account juga menimbulkan pertanyaan penting tentang autentisitas di era digital. Di satu sisi, second account dapat dilihat sebagai alat yang memungkinkan individu untuk mengekspresikan diri secara lebih bebas dan autentik. Dengan memiliki akun kedua, individu dapat menunjukkan sisi dari diri mereka yang mungkin tidak dapat mereka tampilkan di akun utama, sehingga memberikan gambaran yang lebih lengkap dan kompleks tentang siapa mereka sebenarnya.
Namun, di sisi lain, kehadiran beberapa identitas yang berbeda di ruang digital juga dapat menimbulkan keraguan tentang seberapa autentik identitas yang ditampilkan sebenarnya. Apakah seseorang benar-benar lebih autentik ketika mereka mengekspresikan diri di second account, atau justru identitas ini menjadi lebih artifisial karena mereka merasa harus memisahkan aspek-aspek tertentu dari diri mereka di akun yang berbeda? Pertanyaan ini mencerminkan kompleksitas identitas di era digital, di mana batas antara identitas publik dan pribadi semakin kabur, dan pertanyaan tentang autentisitas menjadi semakin sulit dijawab.
ADVERTISEMENT
Dualitas identitas yang dihadapi oleh Generasi Z dalam penggunaan akun pertama dan kedua di media sosial dapat memunculkan ketegangan dan konflik antara dua dunia tersebut. Di satu sisi, mereka mungkin merasa perlu untuk mempertahankan citra yang sesuai dengan harapan sosial di akun utama, sementara di sisi lain, mereka ingin mengekspresikan diri secara lebih bebas di akun kedua. Ketegangan ini dapat menyebabkan kebingungan identitas atau bahkan krisis identitas, terutama jika individu merasa bahwa mereka tidak dapat mengintegrasikan berbagai aspek dari diri mereka ke dalam satu identitas yang utuh.
Krisis identitas ini bisa menjadi sangat nyata bagi Generasi Z, yang tumbuh dalam lingkungan digital yang terus berubah dan penuh dengan tekanan untuk menampilkan diri dengan cara tertentu. Ketika mereka merasa perlu untuk terus menjaga identitas yang berbeda di berbagai platform, hal ini dapat menyebabkan perasaan terasing atau kehilangan arah. Dalam jangka panjang, tekanan ini dapat berdampak negatif pada kesehatan mental, karena individu merasa terjebak dalam peran-peran sosial yang berbeda yang harus mereka mainkan di dunia digital.
ADVERTISEMENT
Pengaruh Second Account terhadap Kesehatan Mental
Tidak dapat dipungkiri bahwa second account menawarkan manfaat psikologis bagi penggunanya. Dengan memiliki ruang yang lebih privat, individu dapat berbicara tentang isu-isu yang mungkin tidak mereka bicarakan di akun utama, seperti masalah kesehatan mental, pengalaman pribadi, atau ketidakpuasan terhadap norma-norma sosial. Ruang ini bisa menjadi tempat untuk meluapkan emosi, mendapatkan dukungan dari teman dekat, atau sekadar merasa didengar tanpa takut akan penilaian negatif.
Namun, dualitas identitas ini juga bisa menjadi pedang bermata dua. Hidup dengan dua identitas yang berbeda di dunia maya bisa menimbulkan tekanan tersendiri. Ketika seseorang merasa harus menjaga keseimbangan antara identitas di akun utama dan akun kedua, hal ini bisa menimbulkan perasaan tidak autentik atau bahkan menyebabkan krisis identitas. Kondisi ini dapat memicu stres, kecemasan, dan perasaan tidak puas dengan diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh lagi, ketergantungan pada second account untuk mendapatkan validasi atau dukungan emosional juga bisa menjadi masalah. Jika individu terlalu bergantung pada interaksi di akun kedua untuk merasa diterima atau didengar, hal ini dapat menyebabkan isolasi sosial di dunia nyata. Generasi Z yang tumbuh dengan ekspektasi tinggi dari dunia digital mungkin merasa sulit untuk menghubungkan identitas mereka yang ada di dunia maya dengan kehidupan sehari-hari mereka di dunia nyata.
Fenomena second account di kalangan Generasi Z adalah cerminan dari kompleksitas identitas digital yang terus berkembang. Generasi ini menggunakan second account sebagai cara untuk menjaga keseimbangan antara identitas publik dan pribadi mereka, tetapi hal ini juga membawa tantangan baru terkait autentisitas, privasi, dan kesehatan mental. Sementara second account menawarkan kebebasan untuk mengekspresikan diri, dualitas identitas ini dapat menyebabkan konflik internal dan tekanan emosional jika tidak dikelola dengan bijak.
ADVERTISEMENT