Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
27 Ramadhan 1446 HKamis, 27 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Dilema THR bagi Pekerja Masa Percobaan: Keadilan atau Kebijakan?
21 Maret 2025 20:52 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Hifzan Radifa Khairi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Tunjangan Hari Raya (THR), siapa yang tidak menantikannya? Suatu hal yang ditunggu-tunggu ketika menjelang hari raya keagamaan, terutama bagi para pekerja. Namun
ADVERTISEMENT
, bagaimana dengan mereka, para pekerja yang masih dalam masa percobaan? Apakah mereka berhak mendapatkan THR?
Pertanyaan ini seringkali muncul dan adanya dilema ini tak jarang jika sering memicu perdebatan terkait prinsip keadilan dan kebijakan perusahaan. Hal ini menjadi relevan ketika menyangkut kesejahteraan pekerja yang sedang beradaptasi di lingkungan kerja yang baru. Meski masa percobaan atau probation sering dianggap sebagai masa evaluasi, pekerja tetap memiliki kontribusi bagi perusahaan sehingga selayaknya mendapatkan hak mereka termasuk menerima Tunjangan Hari Raya (THR).
Perspektif Hukum
Di Indonesia, jika didasarkan peraturan ketenagakerjaan yang berlaku hingga saat ini, THR wajib diberikan kepada pekerja yang telah bekerja setidaknya selama minimal 1 (satu) bulan secara terus-menerus di suatu perusahaan. Hal ini dimuat dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Ketentuan ini seolah menjadi jaminan keadilan yang mengakui bahwa pekerja dalam masa percobaan tetap berkontribusi pada perusahaan meski statusnya masih sementara. Pekerja dalam masa percobaan atau probation, apabila pekerja dalam masa percobaan telah diatur dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), selama masa percobaan tersebut, pekerja akan dianggap sebagai pekerja yang sah di perusahaan tersebut.
ADVERTISEMENT
Selain itu, apabila pekerja telah bekerja setidaknya minimal 1 bulan sebelum hari raya, maka mereka akan tetap berhak mendapatkan THR. Hal ini dilihat dan dihitung secara proporsional berdasarkan masa kerja mereka. Ketentuan proposional ini diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa pekerja yang masa kerjanya kurang dari 12 bulan tetapi minimal 1 bulan berhak atas THR dengan hitungan: (masa kerja dalam bulan / 12) x 1 bulan upah.
Ada pengecualian, jika masa percobaan kurang dari 1 bulan saat THR dibayarkan, maka pekerja tersebut tidak berhak mendapatkan THR, karena belum memenuhi persyaratan kerjanya. Hal ini biasanya diterapkan oleh suatu perusahaan yang memilih interpretasi ketat di mana pekerja yang masa kerjanya belum genap 1 bulan saat THR dibayarkan, pekerja ini terpaksa tidak dapat menerima THR.
ADVERTISEMENT
Perspektif Perusahaan
Jika dilihat dari sudut pandang perusahaan, masa percobaan ini dianggap sebagai masa evaluasi, di mana belum ada komitmen jangka panjang antara pekerja dengan perusahaan. Perusahaan ingin memastikan bahwa pekerja baru cocok dengan posisi mereka, sebelum memberikan hak penuh seperti THR. Beban finansial tambahan untuk membayar THR kepada pekerja yang mungkin saja tidak lolos masa percobaan dianggap tidak efisien, terutama bagi perusahaan kecil atau startup dengan anggaran terbatas. Adanya aturan yang menyatakan minimal 1 bulan menjadi pedoman untuk menjaga konsistensi dan menghindari tuntutan lebih lanjut. Secara logika bisnis, kebijakan ini cukup masuk akal karena mengapa kita perlu menginvestasikan bonus pada seseorang yang belum terbukti?
Perspektif keadilan
Pemberian THR kepada pekerja masa percobaan merupakan bentuk pengakuan atas kerja keras mereka. Pekerja masa percobaan berkontribusi pada operasional perusahaan, sama seperti pekerja tetap. Mereka menghadapi tekanan kerja dan memenuhi tanggung jawab yang tidak berbeda jauh dari karyawan lainnya. Oleh karena itu, tidak memberikan THR kepada mereka dianggap sebagai bentuk ketidakadilan. Hal ini dapat berdampak negatif pada motivasi dan loyalitas pekerja baru.
ADVERTISEMENT
Dilema ini sebenarnya tidak perlu menjadi pilihan yang mutlak antara keadilan dan kebijakan. Kedua hal ini dapat berjalan beriringan. Pemerintah dan perusahaan perlu melihat THR bukan hanya sebagai kewajiban legal, tetapi juga sebagai alat untuk membangun hubungan kerja yang harmonis.
Untuk tercapainya keadilan dan keselarasan dalam hubungan industrial, pemerintah perlu mengambil langkah nyata untuk merevisi regulasi terkait THR. Perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan yang berlaku saat ini untuk menghindari ketidakjelasan dan menghindari penafsiran yang berbeda-beda, terutama untuk mencegah perusahaan mengeluarkan para pekerja masa percobaan dari hak-hak mereka. Pemerintah dapat memberikan aturan yang lebih jelas dan tegas terkait hak untuk menerima THR bagi pekerja dalam masa percobaan, sehingga tidak ada kedilemaan.
ADVERTISEMENT
Adanya peraturan baru diharapkan dapat memuat ketentuan THR secara proporsional kepada pekerja masa percobaan berdasarkan lama masa kerja, sehingga semua pekerja merasa dihargai dan diakui kontribusinya. Jika dilihat dari sudut pandang perusahaan, pemberian THR secara proporsional bukan hanya mencerminkan keadilan, namun juga akan membentuk hubungan kerja yang lebih positif. Para pekerja akan merasa dihargai dan cenderung akan lebih produktif, sehingga akan menguntungkan perusahaan
Selain itu, pemerintah juga dapat mengambil langkah lebih lanjut untuk memperkuat regulasi dengan mewajibkan perusahaan untuk mencantumkan kebijakan THR secara jelas dan transparan dalam kontrak kerja. Hal ini sangatlah penting bagi perusahaan untuk menjelaskan sejak awal kepada para pekerja baru termasuk jika ada pengecualian bagi pekerja masa percobaan mengenai kebijakan THR. Adanya kebijakan transparasi ini dapat membantu mencegah adanya konflik yang mungkin timbul antara pekerja dan perusahaan.
ADVERTISEMENT
Adanya dilema THR bagi pekerja yang masih dalam masa percobaan mencerminkan adanya tantangan untuk menciptakan hubungan industrial yang adil. Perlu ditingkatkan mengenai kebijakan yang mendukung keseimbangan antara kepentingan pekerja dan perusahaan, serta meningkatkan sikap saling percaya antara kedua belah pihak. Pemberian THR secara proporsional atau adanya aturan yang lebih jelas akan menjadi langkah strategis menuju keadilan. Solusi ini tidak hanya mendukung untuk kesejahteraan pekerja, namun juga memperkuat citra perusahaan sebagai bentuk kepedulian terhadap para pekerja. Keseimbangan inilah yang akan menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan kerja yang harmonis.
Referensi
Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016.
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan.
ADVERTISEMENT