Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Aktivitas Dagang Orang-Orang Jepang di Indonesia Sejak Abad ke-19
21 September 2018 1:41 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
Tulisan dari Hijab Lifestyle tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Orang Jepang pertama datang ke Indonesia pada tahun ke-16 Meiji atau 1873 di Aceh, bertepatan dengan Perang Aceh. Sementara di Jawa menurut sumber yang ditulis oleh Ishii Taro, wanita Jepang adalah yang pertama datang, bernama Nishida Tome, kemudian disusul oleh berbagai macam profesi Orang Jepang lainnya seperti pedagang bernana Nagayama Chikara, pelukis Hayashi Nofuo.
ADVERTISEMENT
Kemudian seorang pimpinan kelompok sirkus bernama Yoshizaka Torakichi yang kedatangannya bertepatan dengan Perang Jepang-Rusia. Kedatangan orang-orang itu banyak melalui pintu-pintu pelabuhan besar semacam Batavia, Surabaya, dan Semarang, ternyata selain tujuannya ke Jawa dan Sumatera, mereka banyak yang datang ke Kalimantan Selatan, bahkan di Manado tahun 1916 telah didirikan perusahaan Jepang bernama Minami Taiheiyo yang bergerak di bidang penjualan kopra.

Foto: Istana Himeji di Jepang | www.flickr.com by Beth K.
Pada tahun 1897, catatan Hindia-Belanda menyebutkan jumlah penduduk Jepang di Hindia-Belanda berjumlah 125 orang, kemungkinan catatan ini tak sepenuhnya akurat karena diperkirakan banyak Orang Jepang yang belum terdaftar.
Para ahli sejarah memperkirakan kedatangan mereka ini untuk menjalankan kegiatan prostitusi karena wanitalah yang pertama datang, tujuan lainnya untuk berdagang dengan berdasarkan catatan Ishii Taro, ia menyebutkan zaman Hindia-Belanda banyak Orang Jepang yang berdagang keliling sebelum membuka toko kelontong, aktivitas dagang inilah yang mengakibatkan terjadinya impor barang terutama dari negara Jepang dan banyak didominasi oleh tekstil.
ADVERTISEMENT
Terdapat juga sepeda, sepeda motor, mobil, sabun, kertas, bahan kimia, dan lain-lain. Sebaliknya, Hindia-Belanda menyuplai kebutuhan Jepang berupa hasil alam seperti kopra, minyak bumi, gula, dan timah. Penulis juga membahas Orang Jepang yang dianggap sukses dalam menjalankan bisnisnya di Hindia-Belanda, seperti Tsutsumibayashi Kazue yang hidupnya berubah banyak setelah menganut Protestan hingga ia memiliki jaringan bisnis paling sukses di Jawa hingga perusahaannya terkena dampak resesi ekonomi dunia tahun 1922. Selain yang disebutkan di atas ada pula Ogawa Rihachiro, Sato Shigeru, dan lain-lain.

Foto: Prajurit Jepang | www.flickr.com by somazeon
Perjalanan karir para Orang Jepang sukses itu memiliki kesamaan, yakni memulai usahanya dengan berdagang keliling, membuka toko, dan berbisnis ekspor-impor. Karakter dan jenis Toko Jepang berbeda di tiap wilayah, misalnya di Batavia toko-toko khusus melayani kebutuhan Orang Belanda yang tidak dimiliki toko lain, di Jawa Barat pengusaha Jepang tidak hanya menjual hasil perkebunan teh tetapi juga mengembangkan perkebunan dengan tanaman kol dan berbisnis dalam bidang transportasi yaitu bis.
ADVERTISEMENT
Sementara di Jawa Tengah pengusaha Jepang melirik daerah pelosok untuk sasaran dagangnya dan meraih untung yang tak sedikit, hal serupa terjadi di daerah lain dengan berbagai keunikan masing-masing khas Orang Jepang. Kesuksesan bisnis mereka tak lepas dari manajemen yang baik, mereka juga memberi kesempatan bagi pemuda-pemuda Jepang untuk magang di tokonya.
Terhapusnya toko-toko itu berawal dari konflik dengan pemerintah Hindia-Belanda tahun 1941, konflik itu diperparah dengan peristiwa Perang Dunia I dan dimulainya perang antara Jepang dan Belanda, mereka pulang dengan kapal-kapal yang mengadakan pelayaran rutin ke Hindia-Belanda atau dengan kapal yang secara khusus disiapkan Jepang.