Konten dari Pengguna

Begini Tata Cara Salat Berjemaah Saat Perempuan Jadi Imam

Hijab Lifestyle
All about hijab.
7 Juli 2020 10:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hijab Lifestyle tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Umat Islam menggelar Salat Ied di Lapangan Puputan Margarana, Denpasar, Bali, Selasa (30/8). Foto: Antara
zoom-in-whitePerbesar
Umat Islam menggelar Salat Ied di Lapangan Puputan Margarana, Denpasar, Bali, Selasa (30/8). Foto: Antara
ADVERTISEMENT
Perempuan memiliki hak untuk bisa ikut dalam melaksanakan salat berjamah.
ADVERTISEMENT
Riwayat dari Aisyah ra, "Mereka wanita-wanita mukminah menghadiri salat Subuh bersama Rasulullah SAW. Mereka berselimut dengan kain-kain mereka. Kemudian, para wanita itu kembali ke rumah-rumah mereka seselesainya dari salat tanpa ada seorang pun yang mengenali mereka karena masih gelap." (HR. Bukhari dan Muslim)
Selain itu, tidak hanya lelaki saja, tetapi perempuan juga memiliki kesempatan untuk menjadi imam dalam melaksanakan salat berjemaah selama makmumnya juga perempuan.
Lalu, bagaimana posisi imam perempuan saat melaksanakan salat berjemaah?
Mungkin masih ada yang berpikir bahwa melaksanakan salat berjemaah, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki posisi saf yang sama. Namun, hal ini keliru. Sebab, posisi saf perempuan dalam salat berjemaah itu berbeda seperti yang telah dikutip dari channel Youtube Bincang Syariah pada Selasa (7/7/2020).
ADVERTISEMENT
Sebagaimana keterangan imam Syafii di dalam kitab Al-Umm, "(Boleh) perempuan menjadi imam bagi para perempuan lainnya di dalam salat fardu atau lainnya. Dan saya memerintahkannya untuk berada di tengah barisan/saf (para makmumnya)."
Pendapat itu pun selaras dengan hadis yang diriwayatkan dari Aisyah binti Abu Bakar ra dan Ummu Salamah ra, dari Ibnu Abbas ra bahwa, "Seorang wanita mengimami jamaah salat dari kaum wanita dan ia (imam) berdiri di tengah-tengah mereka (yang ada di barisan paling depan)."
Lantas, bagaimana jika makmumnya hanya ada satu orang?
Dari Ibnu Abbas ra berkata, "Saya pernah menginap di rumah bibiku, Maimunah (binti Al Harits, istri Rasulullah). Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam salat isya (di masjid), kemudian beliau pulang, dan salat 4 rakaat. Lalu, beliau tidur. Kemudian beliau bangun malam. Aku pun datang dan berdiri di sebelah kiri beliau. Lalu, beliau memindahkanku ke sebelah kanannya. Beliau salat 5 rakaat, kemudian salat dua rakaat, lalu tidur kembali." (HR. Bukhari)
ADVERTISEMENT
Sesuai hadis di atas, ini juga diberlakukan untuk imam dan makmumnya perempuan. Maka, untuk hal ini, posisi imam haruslah berada di sebelah kanan. Sedangkan, posisi makmum sedikit kebelakang agar tidak sejajar dengan imam.
Screenshoot. Foto: Youtube.com/bincangsyariah
Lalu, sebagai imam perempuan apakah harus melirihkan suaranya, tidak bersuara, atau tetap bersuara lantang?
Menurut beberapa sumber, imam perempuan boleh melantangkan suaranya di saat perpindahan dari satu rukun ke rukun yang lain. Baik itu bersuara lirih atau lantang asalkan tidak mendayu-dayu, imam perempuan tetap harus bersuara agar makmum tahu kapan perpindahan rukun salat.
Nah, begitulah penjelasan mengenai beberapa hal jika perempuan menjadi imam di antara makmum perempuan lainnya. Wallahualam.