Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Dua Tokoh yang Mempengaruhi Penulisan Sejarah di Indonesia
21 September 2018 0:20 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
Tulisan dari Hijab Lifestyle tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sartono Kartodirjo, Ia lahir di Wonogiri, Jawa Timur, 15 Februari 1921. Prof. Dr. Aloysius Sartono Kartodirjo merupakan generasi pertama sejarawan Indonesia, kariernya sebagai sejarawan bermula pada tahun 1950.
ADVERTISEMENT
Ia memilih melanjutkan studi di Jurusan Sejarah Universitas Indonesia dan memyelesaikannya enam tahun kemudian, ia mendapat gelar doktor di Universitas Amsterdam dengan predikat cum laude sepuluh tahun kemudian, yakni 1956.
Melalui dunia pendidikan formal sejak di HIK (Hollands Inlandsche Kweekschool), nilai-nilainya terus teratas dalam pelajaran sejarah, di sini pula ia menyerap ajaran Kristiani yang membentuk kepribadiannya sebagai sejarawan. Disertasinya yang berjudul Pemberontakan Petani di Banten meraih predikat lulus dengan amat memuaskan.
Foto: Ilustrasi Sejarah | www.flickr.com by Canada Mongolia
Guru besar Universitas Gadjah Mada ini mencantumkan nama Kartodirjo yaitu nama leluhurnya asal Solo, yang menjadi pengikut Pangeran Diponegoro. Akhirnya, pada Jumat, 7 Desember 2007, mantan Anggota Komite Sejarah Militer ini menghembuskan nafas terakhirnya
ADVERTISEMENT
Selanjutnya Husein Djajadiningrat, adalah bangsawan putra Bupati Serang, orang Indonesia pertama yang mendapat predikat cum laude di Leiden pada usia 27 tahun, selain orang pertama yang mengemukakan teori Persia, beliau juga filolog pertama Indonesia yang berhasil memisahkan antara sejarah dan mitos.
Foto: Ilustrasi Sejarah | www.flickr.com by Shavoshi
Tahun 1913 beliau membahas Critische Beschouwing van Sedjarah Banten (Tinjauan kritis tentang Sejarah Banten), dalam karyanya dia menulis tentang Sunan Gunung Djati yang diyakini merupakan keturunan ke-22 Nabi Muhammad, Husein Djajadiningrat kemudian membandingkan dengan sumber Portugis yang saat itu sudah ada tahun 1512 di Banten.
Kemudian dengan menggunakan sumber dari Tome Pires diketahui ternyata hal tersebut hanya berdasarkan kedengarannya saja. Dalam kata pengantar buku tersebut, diketahui bahwa Snouck Hurgronje merupakan promotornya, olehnya Husein diberi kesempatan untuk mempelajari kumpulan naskah dalam bahasa Jawa di London dan Paris, perpustakaannya pun dapat digunakan dengan bebas oleh Husein.
ADVERTISEMENT