Konten dari Pengguna

Jainisme dan Budisme

Hijab Lifestyle
All about hijab.
19 Agustus 2018 18:05 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hijab Lifestyle tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di abad 6 SM proses perkembangan dalam bidang keagamaan terus berlangsung. Bukan hanya perombakan kecil-kecilan dalam kerangka berfikir lama ajaran veda. Pada saat ini juga muncul dua orang pembaharu agama yang besar, berama Buda Gautama dan Vardamana Mahavira. Yang sama-sama memiliki gerakan rohani yang digerakan kedua tokoh tadi tidak hanya sekedar reaksi terhadapat pemahaman filsafatnya saja. Namun juga sebagai suaru protes akan adanya kasta. Yang dimaksud adalah protes terhadap dominasi kaum brahmana, yang memandang kaum ksatria dan waisya menjadi masyarakat nomer dua dan tiga. Atau bisa dibilang juga bersifat anti kelas sosial.
ADVERTISEMENT
Persamaan pertama pada kedua pembaharu agama ini adalah keduanya berasal dari masa yang sama bersuasana samkya. Mereka juga berasal dari kalangan prajurit atau ksatria yang sama-sama merasa disepelakan oleh kaum Brahmana. Berbeda dengan kaum Brahmana yang menuggunakan bahasa Sansekerta.
Jainisme dan Budisme
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Ilustrasi Budhisme | Pixabay.com
Gerakan baru ini menggunakan bahasa Prakerta atau bahsa sehari-hari. Baik Vardana maupun Budha sama-sama menentang kasta. Karenanya menurut ajaran baru tersebut Inkarnasi hanya dapat diperoleh dengan keyakinan yang benar, tingkah laku yang benar , juga perbuatan yang benar.
Persamaan kedua ialah keduanya sama-sama mendirikan biara-biara agama. Jainisme mewajibkan pengikutnya untuk melakukan hidup bertapa. Mereka berangapan bunuh diri dalam maksud tertentu dapat dibenarkan. Sementara Budisme menganggap bunuh diri merupaka suatu tindakan yang tidak etis.
ADVERTISEMENT
Pendeta Vardhamana Mahavira sekali waktu akan berjalan sambil telanjang. Sementara Budha Gautama menganjurkan para pendetanya mengenakan jubah kuning pengemis. Jainisme beranggapan semua mahluk termasuk benda mati sekalipun mereka semua bernyawa. Agama Budha hanya menganjurkan para pengikutnya menahan diri dalam membunuh juga memakan daging.
Nasib akhir kedua agama itu berbeda. Mereka dijatuhkan oleh para pesaing mereka yaitu Brahmana. Budisme mencapai kecermelangan penyebaran sampai tingkat dunia. Sementara Jainisme hanya meliputi daerah India saja bahkan hingga kini. Namun demikian penyebaran kedua agama ini hanya terbatas pada kalangan-kalangan tertentu saja, seperti kalangan orang kaya.
Jainisme
Agama jina atau agama bagi ‘para penakluk’ disebar luaskan oleh Vardhamana yang dilahirkan sekitar 546 SM. Ayahnya bernama Sidharta dan ibunya bernama Trisala. Vardhamana juga berasal dari keluarga masyarakat yang berkuasa pada masanya. Saat itu Vardhamana melakukan pengembaraan. Pada tahun ke tiga belas pengembaraannya sebagai petapa ia mendapatkan penerangan (ilham). Dan selama 30 tahun kemudian beliau menyebarkan agamnya. Hingga akhirnya beliau meninggal dalam usia 72 pada tahun 468 SM di kota kecil Pawa.
Jainisme dan Budisme (1)
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Ilustrasi Budhisme | Pixabay.com
ADVERTISEMENT
Baik ajaran Budha maupun Jainisme, pada dasarnya bersifat atheistic atau tidak menolak keberadaan para dewa. Namun demikian keduanya tidak mengakui campur tangan para dewa tersebut dalam kegiatan jagad raya. Menurut ajaran Jainisme jagad raya ini abadi dan tidak ada hari kiamat.
Keberadaan jagad raya terbagi menjadi sejumlah siklus. Yang masung-masing mencakup, masa perkembangan (utsarpini) dan masa kehancuran (avasarpini), setiap masa dikawal oleh 24 Tirthankara dan 12 Cakravatin (para kaisar jagad raya) menjadi 33 salaka-purusa (orang-orang besar) yang hidup dalam jangka waktu tertentu. Segala kebutuhan manusia sudah tercukupi oleh pohon pengharapan.
Jainisme tetap percaya pada hukuman karma, yaitu selalu membelenggu jiwa manusia untuk memasuki nirwana. Tujuan manusia ialah melepaskan belenggu itu dengan cara sejumlah perbuatan baik. Dalam perkembangannya Vardhamana Mahavira sendiri serta para Tirthankara disederajatkan dengan para dewa maupun Buda Gautama sebagai Adi Buda. Meskipun Jainisme menyatakan dirinya atheistic.
ADVERTISEMENT
Diolah dari berbagai sumber
by Sofi Solihah