Larangan Saat Menstruasi Menurut Pandangan Islam

Hijab Lifestyle
All about hijab.
Konten dari Pengguna
19 September 2018 10:09 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hijab Lifestyle tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Larangan Saat Menstruasi Menurut Pandangan Islam
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Larangan saat menstruasi | Pixabay
Assalamualaikum sahabat hijab, menstruasi merupakan sebuah tanda dewasa atau baligh dari seorang wanita muslimah. Dimana semua dosa dan pahala yang dilakukan oleh seseorang sudah menjadi tanggungannya sendiri dan wajib di pertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Biasanya usia baligh seorang muslimah berkisar antara 12-13 tahun dan bisa lebih cepat ataupun lebih lambat.
ADVERTISEMENT
Dalam Islam sendiri, menstruasi menjadi suatu kajian yang wajib diketahui oleh para muslimah terutama pada awal-awal menstruasi. Ada beberapa hadist yang membahas tentang menstruasi berdasarkan apa yang biasa istri-istri Muhammad sesuai dengan ajaran Al-Qur’an. Berikut ini ada beberapa larangan yang tidak boleh dilakukan seorang muslimah di saat menstruasi.
1. Shalat
“Dari Aisyah RA, “Bukankah bila si wanita haid ia tidak shalat dan tidak pula puasa? Itulah kekurangan agama si wanita” (Muttafaqun ‘alaih, HR. Bukhari dan Muslim). Berdasarkan hadist tersebut, para ulama bersepakat bahwa pada saat wanita mendapatkan haidh, maka wanita tidak boleh shalat dan tidak boleh berpuasa. Disadari bahwa saat haidh yang mengeluarkan darah kotor secara terus menerus, sama seperti mengeluarkan najis secara terus menerus. Untuk itu tidak diperkenankan shalat.
ADVERTISEMENT
2. Puasa
“Hadist Muadzah bertanya kepada Aisyah RA, ‘Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha’ puasa dan tidak mengqadha’ shalat?’ Maka Aisyah menjawab, ‘Apakah kamu dari golongan Haruriyah? ‘ Aku menjawab, ‘Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.’ Dia menjawab, ‘Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat’” (HR. Muslim)
Dari hadist diatas bisa kita ketahui bahwa saat haidh maka wanita muslimah yang berhalangan untuk puasa, maka wajib untuk mengqodo atau menggantinya di lain waktu selain dari waktu puasa wajib ramadhan. Dalam rukun puasa ramadhan, haidh dan nifas adalah salah satu yang bisa membatalkan puasa, dan merubah kewajiban puasa menjadi suatu yang haram dilaksanakan oleh wanita yang mengalaminya. Jika shalat tidak wajib untuk diganti, berbeda dengan puasa maka wajib untuk diqodo di lain waktu. Untuk itu perlu wanita muslimah adanya niat puasa ganti ramadhan setelah berlalunya ramadhan.
ADVERTISEMENT
3. Berhubungan Sexual
Dalam sebuah hadist pun disampaikan bahwa, “Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid atau menyetubuhi wanita di duburnya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Dalam hadits lain disebutkan bahwa bercumbu dengan wanita haidh tidak masalah selagi tidak terjadi proses di kemaluan. “Lakukanlah segala sesuatu (terhadap wanita haid) selain jima’ “(HR. Muslim)
Selain karena alasan agama, dalam ilmu kesehatan pun hal ini menjadi suatu yang dilarang. Sel telur yang meluruh dalam dinding rahim harus keluar terlebih dahulu dan tidak boleh dibuahi. Jika terjadi pembuahan, padahal sel telur tersebut sudah mengalami peluruhan maka akan terjadi penyakit pada wanita tersebut. Sel telur yang sudah meluruh sudah berbeda kondisinya dengan yang belum meluruh.
ADVERTISEMENT
4. Tawaf
Rasulullah menyampaikan kepada Aisyah, “Lakukanlah segala sesuatu yang dilakukan orang yang berhaji selain dari melakukan thawaf di Ka’bah hingga engkau suci.” (HR. Bukhari dan Muslim). Tawaf dalam berhaji juga adalah hal yang dilarang untuk dilaksanakan ketika wanita mengalami haidh. Untuk itu, aktivitas tawaf dilewatkan bagi wanita yang mengalami haidh.
5. Masuk Ke Dalam Masjid
Dari Aisyah RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ku halalkan masjid bagi orang yang junub dan haidh” Masuk ke masjid dalam hal ini beberapa ulama mengalami perbedaan pendapat. Beberapa menyatakan tidak boleh atas dasar hadist tersebut, namun beberapa pula mengatakan bahwa tidak masalah selagi tidak melakukan shalat dan berpotensi mengeluarkan najis kotoran haidh yang bisa mengotori kesucian tempat ibadah.
ADVERTISEMENT