Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Pemberontakan Taiping (1853-1864)-1
20 September 2018 22:12 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
Tulisan dari Hijab Lifestyle tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di Tiongkok Selatan, orang-orang Sinitik atau Han melancarkan apa yang disebut sejarah sebagai Pemberontakan Taiping (1853-1864), pemberontakan ini dipimpin oleh Hong Xiuchuan yang dengan cepat diikuti oleh sesama orang Hakka maupun yang bukan Hakka dan sebagian besarnya tersebar di Tiongkok Selatan.
ADVERTISEMENT
Basis operasi gerakan ini merupakan perserikatan rahasia yang mengaku sebagai Kristen dan menamakan dirinya Perserikatan Pemuja Allah. Akhir tahun 1850 Hong menyatakan niat untuk menggulingkan pemerintah Manchu atau Qing secara terang-terangan, satu kelompok terdiri dari orang pemerintahan dan kedua merupakan sejumlah besar pendeta Buddha dan Tao.

Foto: Forbidden City | www.flickr.com by See-ming Lee
Tahun 1853, Nanjing jatuh ke tangan kaum pemberontak, lalu Hong memproklamasikan dirinya sebagai Tian Wang, untuk menumpas pemberontakan Taiping, pemerintah Qing meminta Zeng Guo-fan memimpin pasukannya mengalahkan para pemberontak, mereka mendapat bantuan yang tak disangka-sangka dari negara-negara Barat yang mempunyai kepentingan mempertahankan Qing, ini disebabkan para pedagang Barat mendapat keuntungan besar dari perdagangan candu melalui kerja sama dengan pejabat Qing yang korup.
ADVERTISEMENT
Tahun 1864, Zeng Guo-fan berhasil merebut Nanjing, ibukota Taiping Tianguo, kemudian Zeng menuju Beijing, ibukota Qing untuk melaporkan kemenangannya kepada Ibu Suri Ci Xi atas nama Kaisar Tongzhi yang masih sangat kecil.
Di bawah kekuasaan Ibu Suri Ci Xi, mulai sekitar pertengahan abad kesembilan belas sampai runtuhnya pada dasawarsa pertama awal abad kedua puluh, Qing semakin lemah karena keserakahan dan salah kelola Ibu Suri sehingga timbul kerusuhan dan pemberontakan yang disebabkan keserakahan akan kemewahan gaya hidup Ibu Suri bahkan otokratik melalui caranya mengangkat kaisar-kaisar yang masih kecil, kadang-kadang baru berusia tiga tahun, ini terjadi ketika Tiongkok harus menghadapi Jepang yang ingin menguasai Korea.

Foto: Peninggalan Kekaisaran Tiongkok | www.flickr.com by Jim Johnson
ADVERTISEMENT
Peperangan antara Jepang dan Tiongkok pecah tahun 1894, Jepang lebih unggul di darat dan di laut, kekalahan Tiongkok di laut disebabkan anggaran angkatan laut Qing digunakan untuk kepentingan pribadi Ibu Suri. Pemerintah Qing mengusulkan penyelesaian perang secara damai. Tahun 1895 Perjanjian Shinomosheki ditandatangani Li Hong-zhang dengan Jepang yang merugikan pemerintah Qing karena harus menyerahkan Taiwan, Kepulauan Pascadores, serta mengganti kerugian perang sebanyak 200 juta tael, bagi Li Hong-zhang, perjanjian ini merupakan penghinaan terhadap pribadi, bangsa, dan negaranya sehingga menimbulkan dendam rakyat Tiongkok selama beberapa puluh tahun, Li Hong-zhang merasa perlu Tiongkok menandatangani perjanjian dengan Rusia (masih di bawah pemerintahan Tsar) yang juga mempunyai kepentingan agar Manchuria tetap di tangan Qing karena jika Jepang yang menguasai, keselamatan Rusia di Asia Timur juga akan terancam.
ADVERTISEMENT