Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Pers Indonesia Masa Hindia-Belanda-5
20 September 2018 21:46 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
Tulisan dari Hijab Lifestyle tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Keempat surat kabar itu dikenal progresif tetapi tidak dianggap mengganggu penguasa. Di Aceh, surat kabar Sinar Atjeh pada tahun 1907 yang hanya bertahan satu tahun karena pelanggannya kurang.
ADVERTISEMENT
Berdirinya Budi Utomo di Jakarta pada tanggal 20 Mei 1908 serta persiapan kongresnya mendapat perhatian dalam pers Belanda dan Melayu, surat edarannya dimuat dalam De Locomotief dan Bataviaasch Nieuwsblad.
Demikian juga dalam majalah Jong Indie, memang sejak awal berdirinya organisasi ini memerhatikan pentingnya peranan pers dalam perkembangannya sebagai penghubung suara organisasi. Ketika golongan-golongan tua menjadi pemimpinnya, isi surat kabarnya bernada lunak.
Foto: Ilustrasi Pers | www.flickr.com by Aftab Uzzaman
Tetapi yang menarik yaitu kesadaran redakturnya yang menulis dan memberitakan berita-berita penting untuk menjelaskan perkembangan bagi kemajuna dan kesejahteraan organisasi tersebut. Pentingnya surat kabar berbahasa Melayu terlihat juga dari cuplikan-cuplikan yang muncul dalam surat kabar Belanda seperti Tropisch Nederland, Koloniaal Tijdschrift, dan Java Bode.
ADVERTISEMENT
Menginjak tahun 1910, berdirinya Sarekat Islam juga memerlihatkan adanya surat kabar dalam perkembangannya meskipun tidak semuanya menonjol, namun beberapa diantaranya terbit di luar Pulau Jawa. Mula-mula Darmo Kondo, surat kabar utama yang terbit di Jawa.
Kemudian di Surabaya terbit Oetoesan Hindia yang isinya lebih hidup, Darmo Kondo tetap tenang dan kurang menunjukan kepekaannya mengenai tanda-tanda zaman meskipun lingkungan pembacanya cukup besar.
Foto: Ilustrasi Surat Kabar | www.flickr.com by Dave Crosby
Surat kabar ini sebelum tahun 1910 dimiliki oleh seorang keturunan Tionghoa, Tan Tjoe Kwan sementara redaksi dipegang oleh Tjhie Siang Ling yang diketahui ahli dalam sastra Jawa dan sejak itu dibeli oleh Budi Utomo. Sementara itu, Oetoesan Hindia lahir setelah SI mengadakan kongres pertama di Surabaya, 26 Januari 1913 di bawah pimpinan Tjokroaminoto, Sosrobroto, serta Tirtodanudjo.
ADVERTISEMENT
Tirtotanudjo merupakan penulis yang tulisannya sering menarik perhatian umum ditambah dengan karangan seorang bernama Samsi dari Semarang. Kedua-duanya merupakan pemegang rekor delik pers dan seringkali berurusan dengan pengadilan kerena tulisan-tulisannya yng tajam.
Tjokroaminoto sendiri mengimbangi tulisan-tulisannya yang bermutu tinggi dengan gaya bahasa yang halus dan tenang, demikian juga apabila dia menulis unutk menangkis serangan-serangan yang ditujukan kepadanya.
Tiga belas tahun Oetoesan Hindia isinya mencerminkan dunia pergerakan, politik, ekonomi, dan perburuhan, khusus yang dipimpin oleh Sarekat Islam Pusat karangan yang dipimpin oleh para pemimpin Indonesia lainnya muncul dan menjadi pusat perhatian para pembaca dengan inisial nama-namanya, yaitu: O.S.Tj. (Oemar Said Tjokroaminoto), A.M. (Abdul Muis), H.A.S. (Haji Agus Salim), Tj.Mk. (Tjipto Mangunkusumo), A.P. (Ali-min Prawiroharjo), A.H.W. (Wignjadisastra), dan Surjopranoto silih berganti mengisi tulisan di surat kabar tersebut.
ADVERTISEMENT
Kelemahan dari surat kabar bumi putera ialah kurangnya pemasangan iklan karena mengandalkan penghasilan uang langganan saja rupanya tidak memenuhi untuk dapat bertahan selain disebabkan konflik internal di tubuh SI.
Apalagi ketika Tjokroaminoto terkena masalah politik yang menyebabkan ia dijatuhi hukuman maka perpecahan di dalam tubuh SI tak terhindarkan, sebagai dampaknya Oetoesan Hindia tidak berproduksi lagi pada tahun 1923.
Sumber
Abdullah, Taufik dan A.B. Lapian, ed. 2012. Indonesia dalam Arus Sejarah. Jilid 5. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve.
Adam, Ahmat. 2003. Sejarah Awal Pers dan Kebangkitan Kesadaran Keindonesiaan. Jakarta: Hasta Mitra.
Ananta Toer, Pramoedya. 2003. Sang Pemula. Jakarta: Lentera Dipantara.
Effendi Siregar, Amir. 1983. Pers Mahasiswa Indonesia Patah Tumbuh Hilang Berganti. Jakarta: PT Karya Unipress.
ADVERTISEMENT
Maters, Mirjam. 2003. Dari Pemerintah Halus ke Tindakan Keras: Pers Zaman Kolonial Antara Kebebasan dan Pemberangusan 1906-1942. Jakarta: Hasta Mitra.
Negoro, Adi. 1949. Falsafah Ratu Dunia. Jakarta: Balai Pustaka.
Riza Hidayat, Andi. “Kata ‘Merdeka’ Pertama Terbit di Medan”. Kompas, Jumat, 12 September 2008.
Smith, Edward Cecil. 1986. Pemberedelan Pers di Indonesia. Jakarta: Pustaka Grafiti Pers.
Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia. 2009. Sejarah Nasional Indonesia Jilid V. Jakarta: Balai Pustaka.