Konten dari Pengguna

Pers Indonesia Masa Hindia-Belanda-6

Hijab Lifestyle
All about hijab.
20 September 2018 21:48 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hijab Lifestyle tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jauh sebelum proklamasi kemerdekaan, kata merdeka sudah menjadi slogan di sebuah Koran di Medan, Sumatera Utara. Saat itu belum ada satu koran pun yang berani menyatakan slogan kemerdekaannya.
ADVERTISEMENT
Namun, Benih Merdeka sudah memulainya di Medan tahun 1916. Kata merdeka selanjutnya digunakan oleh pemimpin koran lain seperti di Padang Sidimpuan pada 1919 terbit surat kabar Sinar Merdeka, koran ini dipimpin oleh Parada Harahap yang kemudian dikenal sebagai tokoh pers.
Dalam dua tahun penerbitannya, dua belas kali pemerintah Belanda memperkarakan tulisan koran ini sehingga Parada Harahap menerima hukuman, sekitar tujuh bulan lamanya ia masuk penjara, selanjutnya ia bergabung dengan Koran Benih Merdeka yang berubah namanya menjadi harian Merdeka, kemudian di awal kemerdekaan kata “merdeka” menjadi nama surat kabar Soeloeh Merdeka terbitan Medan.
Foto: Ilustrasi Surat Kabar | www.flickr.com by Aftab Uzzaman
Menurut Negoro (1949:52-55): Tapanuli adalah salah satu daerah dari tanah air kita Indonesia yang paling banyak menelan surat-surat kabar, tegasnya menjadi kuburan majalah. Entah berapa sudah kapitaal yang dihanyutkan oleh penerbitan majalah disitu, barangkali sudah puluh ribuan, bila dikumpulkan.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi walaupun begitu banyak kerugian materiel, surat-surat kabar itu telah banyak berjasa banyak sedikitnya membuka mata rakyat dan mengajak orang banyak bersurat kabar, artinya bersabar hati membaca kritik-kritik dan mengajar orang banyak memandang luas, berpikir pressminded, sebab sesungguhnya tiap majalah ada jasanya.
Foto: Ilustrasi Pers | www.flickr.com by Dave Crosby
Pada tahun 1908 terbitlah di Sibolga satu surat kabar bernama “Tapanuli” yang kemudian bertukar nama “Selendang Sibolga”, di bawah pimpinan seorang Tionghoa, nama Lim Boen San. Satu sk. bernama “Immanuel” untuk umat Kristen Batak,.
Pada mulanya dicitak dengan agar-agar dan kemudian dicitak di Singapore, dan pada tahun 1903 dicitak di Narumonda Toba. Meskipun “Immanuel” untuk agama melulu, akan tetapi dalamnya ada juga sedikit pemandangan luar negeri.
ADVERTISEMENT
Di Sibolga ada lagi satu surat kabar bernama “Persamaan” yang kemudian bertukar nama menjadi “Percaturan” dipimpin oleh Tuan M.H Manullang, kemudian oleh Tuan Urbanus Pardede.
Di Padang Sidempuan menyusul pula surat kabar lain bernama “Pustaka”. Kaum Puteri Batak juga merasa perlu mempunyai organ sendiri maka di Tarutung diterbitkan s.k. perempuan nama “Beta” diasuh oleh beberapa kaum ibu, antaranya nj. Siahaan dan Nababan. Yang sampai berumur lebih 15 tahun ialah “Siaji Panuturi” orgaan-orgaan dari Persatuan Guru Kristen Batak.
Ketika pasukan Jepang menduduki Indonesia Januari dan Februari 1942, sementara pers Belanda dan Cina diambil alih Jepang. Beberapa penerbitan pers Indonesia bisa berjalan, terjadi di bawah pengawasan ketat Jepang. Indonesia Historiography memuat satu alinea yang membahas tentang surat kabar selama pendudukan Jepang:
ADVERTISEMENT
“Indonesia terbagi dalam dua bagian: Jawa dan Sumatera dikuasai Angkatan Darat Jepang selama pendudukan, sementara Kalimantan, Sulawesi, dan daerah timur lainnya dikuasai Angkatan Laut.
Sebagai media komunikasi di daerah-daerah tersebut, ada lima surat kabar yang diterbitkan di bawah pengawasan pemerintah militer. Surat-surat kabar itu ialah Jawa shinbun di Jawa, Sumatera Shinbun di Sumatera, Borneo Shinbun di Kalimantan, Celebes Shinbun di Sulawesi, dan Ceram Shinbun di Pulau Seram. Surat kabar Djawa dan Borneo Shinbun, Celebes Shinbun, dan Ceram Shinbun masing-masing diurus Asahi Press, Mainichi Press, dan Yomiuri Press.
Sumber
Abdullah, Taufik dan A.B. Lapian, ed. 2012. Indonesia dalam Arus Sejarah. Jilid 5. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve.
Adam, Ahmat. 2003. Sejarah Awal Pers dan Kebangkitan Kesadaran Keindonesiaan. Jakarta: Hasta Mitra.
ADVERTISEMENT
Ananta Toer, Pramoedya. 2003. Sang Pemula. Jakarta: Lentera Dipantara.
Effendi Siregar, Amir. 1983. Pers Mahasiswa Indonesia Patah Tumbuh Hilang Berganti. Jakarta: PT Karya Unipress.
Maters, Mirjam. 2003. Dari Pemerintah Halus ke Tindakan Keras: Pers Zaman Kolonial Antara Kebebasan dan Pemberangusan 1906-1942. Jakarta: Hasta Mitra.
Negoro, Adi. 1949. Falsafah Ratu Dunia. Jakarta: Balai Pustaka.
Riza Hidayat, Andi. “Kata ‘Merdeka’ Pertama Terbit di Medan”. Kompas, Jumat, 12 September 2008.
Smith, Edward Cecil. 1986. Pemberedelan Pers di Indonesia. Jakarta: Pustaka Grafiti Pers.
Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia. 2009. Sejarah Nasional Indonesia Jilid V. Jakarta: Balai Pustaka.