Konten dari Pengguna

Vonis Harvey Moeis: Antara Keadilan, Efek Jera, dan Pemulihan Kerugian Negara

Hikmah Alfiah
Mahasiswi program studi pendidikan Ekonomi Di Universitas Pamulang
27 Desember 2024 22:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hikmah Alfiah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://pixabay.com/photos/law-lawyer-attorney-justice-judge-4617873/
zoom-in-whitePerbesar
https://pixabay.com/photos/law-lawyer-attorney-justice-judge-4617873/
ADVERTISEMENT
Kasus korupsi yang melibatkan Harvey Moeis, dengan kerugian negara mencapai Rp 300 triliun, menjadi sorotan publik setelah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 6,5 tahun penjara. Vonis ini memicu perdebatan karena dinilai tidak sebanding dengan tuntutan jaksa yang menginginkan hukuman 12 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi NasDem, Rudianto Lallo, mengkritisi vonis tersebut dan menilai hukuman yang dijatuhkan seharusnya lebih berat agar menciptakan efek jera bagi pelaku korupsi.
“Kalau bicara soal efek jera, hukumannya harus maksimal supaya ada ketakutan bagi siapapun yang berniat melakukan tindak pidana korupsi. Jika hukuman ringan, ini bisa menjadi preseden buruk,” ujar Rudianto pada Selasa (24/12/2024).
Pemulihan Kerugian Negara Lebih Penting
Selain menyoroti beratnya hukuman, Rudianto menekankan pentingnya pengembalian aset yang dirampas dari negara. Ia mempertanyakan apakah uang pengganti sebesar Rp 210 miliar yang diwajibkan kepada Harvey Moeis dapat benar-benar mengimbangi kerugian negara sebesar Rp 300 triliun.
“Yang paling penting adalah bagaimana kerugian negara dipulihkan. Tugas utama kita adalah memastikan aset negara kembali sepenuhnya. Jika tidak, vonis ini hanya seperti formalitas,” tegasnya.
ADVERTISEMENT
Rudianto juga mendesak institusi penegak hukum untuk transparan dalam mengungkap detail kerugian negara yang diakibatkan oleh kasus ini. “Jika kerugian disebutkan Rp 300 triliun, masyarakat perlu tahu ke mana uang itu hilang dan bagaimana caranya dikembalikan,” tambahnya.
Korupsi sebagai Ancaman Keadilan Sosial
Dalam kasus ini, nilai-nilai keadilan sosial yang tercermin dalam sila kelima Pancasila tampak terganggu. Vonis yang dirasa ringan tidak hanya mencederai rasa keadilan masyarakat, tetapi juga berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum.
“Keadilan sosial harus menjadi prioritas dalam setiap kasus hukum, apalagi yang melibatkan kerugian negara besar seperti ini. Hukuman dan pemulihan kerugian negara harus berjalan seimbang agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan,” kata Rudianto.
Dorongan untuk Banding
ADVERTISEMENT
Rudianto berharap jaksa dapat mengajukan banding terhadap vonis Harvey Moeis untuk menuntut hukuman yang lebih maksimal. Selain itu, ia menekankan bahwa proses hukum harus dilakukan secara transparan dan akuntabel demi menjaga kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.
“Kita dorong jaksa untuk terus memperjuangkan keadilan. Penegakan hukum harus mencerminkan komitmen terhadap nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Jangan sampai publik merasa hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas,” ujarnya.
Pelajaran dari Kasus Harvey Moeis
Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa korupsi tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi. Hukuman yang tegas dan pemulihan aset negara yang optimal adalah langkah konkret untuk mengatasi masalah ini.
Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi Pancasila, keadilan dan keberanian menegakkan hukum adalah kunci untuk menciptakan masyarakat yang bebas dari korupsi. Vonis Harvey Moeis seharusnya menjadi momentum untuk memperbaiki sistem hukum agar lebih transparan, adil, dan berorientasi pada kepentingan rakyat.
ADVERTISEMENT
"Keadilan bukan hanya tentang menghukum, tetapi juga tentang memastikan hak-hak rakyat dipulihkan. Dalam kasus sebesar ini, semua pihak harus bertanggung jawab untuk memastikan hal itu terwujud."